Ajeng berkata, "Sebenarnya aku wis terbiasa diganggu oleh makhluk astral nanging aku iseh syok kanggo kejadian teror dedemit sing serem tenan." Sulis terdiam sesekali mengatur nafas. "Aku ugi mengalami kejadian mistis ing omah kene lan iku bikin aku trauma," timpal Sulis.
Ajeng menenangkan Sulis. "Sabar, kita nginep ing kene cuma sewulan ae lan ndak lebih," ucap Ajeng meyakinkan Sulis. Ajeng memikirkan ke depan untuk tugas kuliah dan tidak ingin egois mementingkan dirinya sendiri jika dia pulang ke kota.
Tak lama setelah itu Sulis dan Ajeng merasa kantuk, mereka berdua langsung memejamkan ke dua matanya kemudian tertidur pulas.
Beralih pada Raka yang baru saja selesai mandi, ia berjalan menuju kamarnya yang berada di nomor dua. Raka hanya mengenakan handuk di bagian bawahnya saja sekaligus ia tanpa mengenakan baju.
Ketika Raka sedang berjalan seorang diri, ia merasakan hawa yang tidak seperti biasanya. Raka langsung masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintu. "Hawane serem tenan ing omah iki," gumamnya membatin. Seperti biasa, Raka mengeluarkan pakaian dari tas ranselnya. Ia mengambil pakaian untuk di pakai pada saat itu juga, Raka tidak berani meletakkan seluruh pakaian dan perlengkapan yang dia bawa ke dalam lemari serta ke ruang kamar.
Di rasa sudah beres, Raka duduk bersantai di kursi yang sudah tersedia di dekat tempat tidur. Jendela kamar sudah tertutup, tetapi dirinya masih saja merasakan hawa dingin. Sekitar ruangan kamar tidak di sediakan AC ataupun kipas angin, hanya saja terdapat kipas tradisional yang masih terbuka dari bambu.
Di dalam kamar, Raka terlihat sangat bosan. Saat itu ia mengambil satu batang rokok dan korek api dari dalam tas ranselnya yang dia bawa. Raka menyalakan sebatang rokok lalu mengisapnya, ia duduk bersantai sembari mengisap rokok di kamar.
"Ndak nyangka ... Sesuk uwis menjalankan tugas kuliah aja cepat tenan waktune," gumam Raka.
Raka merasa sangat jenuh dan bosan di dalam kamar sendiri, kemudian ia mematikan rokoknya lalu membuang ke tempat sampah yang tersedia di luar kamar samping pintu. Raka langsung bergegas jalan menuju kamar nomor satu yang di tempati oleh Fajar. Raka membuka pintu kamar temannya tanpa permisi, ia langsung menghampiri Fajar yang sedang duduk bersantai sembari sebat rokok.
Raka menghampiri Fajar. "Jar, kowe uwis siap ora? Karo sesuk jalani tugas ke masyarakat setempat ing desa iki?" tanya Raka ingin memastikan.
Fajar dengan santai menjawab, "Siap ora siap sebenare, Rak. Nanging yowis tetap di jalani wae." Raka mengambil sebatang rokok milik Fajar tanpa izin. Akan tetapi Fajar tidak mempermasalahkan perilaku Raka yang semena-mena.
Fajar dan Raka bersantai bersama di dalam kamar. "Rak, kowe gawa handphone ora?" tanya Fajar. "Ora, handphone aku ana ing tas ora dibuka," jawabnya singkat. Fajar merogoh kantong saku celananya lalu mengeluarkan handphone miliknya. "Lho, kowe ugi gawa handphone, toh?" tanya Raka memastikan. Fajar menjawab, "Iyo."
Fajar menyetel musik di handphonenya, mereka berdua sebat sembari bersantai disertai alunan musik yang dinyalakan oleh Fajar. Tiba-tiba saja datang Sanca dan Dani ke dalam kamar Fajar. "Woy, Lur. Lagi pada ngapain, nih? Dari kapan kalian kumpul ing kene?" tanya Sanca menyapa.
Fajar menjawab, "Opo, lur. Aku kanggo Raka lagi santai ae." Sanca dan Dani datang menghampiri mereka berdua lalu langsung duduk begitu saja. "Kalau aku baru saja ke kamar Fajar ... Soale aku jenuh di dalam kamar sendirian," sahut Raka. Fajar mempersilakan dua temannya mengambil rokok yang tersedia di hadapannya. "Ambil wae rokokne kita nyebat bareng," tawar Fajar.
"Maturnuwun, aku ora nyebat," jawab Sanca. Sedangkan Dani mengambil satu batang rokok di hadapannya. Fajar berkata, "Oalah, tak kiro kowe ngerokok, lur." Sanca hanya tertawa menatap Fajar.
Ketika mereka berempat sedang berkumpul dan bersantai bareng, tak lama setelah itu gangguan mistis menghampiri mereka. Akan tetapi mereka tidak menghiraukannya. Di kala itu, mata Sanca tertuju pada kalung dan cincin yang di pakai oleh Fajar. "Beli ning endi kalung lan cincinmu iku?" tanya Sanca penasaran. "Aku ndak beli iki di kasih oleh keluargaku sing turun temurun dari leluhurku," respon Fajar memberitahu.
Tiba-tiba saja Raka celetuk, "Sepertine iso karo di pakai wirid, soale bentukane persis tasbih." Fajar menjawab, "Iyo, iso karo wirid. Saben selesai solat aku biasane wirid pakai kalung iki." Sembari menunjukkan kalung yang ia pakai.
"Kowe gawa perlengkapan solat?" tanya Sanca kepada Fajar. "Iyo, aku gawa. Soale disuruh Ibuku," jawab Fajar. Raka meremehkan Fajar yang membawa perlengkapan ibadah. "Iseh jaman gawa perlengkapan iku," ejek Raka. Fajar tersenyum sekaligus terdiam tidak menjawab apapun perkataan Raka yang mengejeknya.
Sanca menyahut, "Lho, ndak apa-apa. Aku ugi gawa perlengkapan solat." Raka dan Dani mengejek serta menertawakan Sanca dan Fajar, akan tetapi mereka berdua tidak mempermasalahkan ejekan yang dilontarkan oleh Raka dan Dani.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAPETAKA (KUTUKAN) <masih berlanjut>
HorreurPantangan yang dilanggar oleh penduduk desa Sutarjo, menyebabkan desa itu sendiri menjadi sebuah kutukan bagi warga setempat. Sehingga untuk para pendatang dari kota yang hanya ingin sekedar berkunjung atau untuk menetap di desa Sutarjo tidak bisa p...