Gangguan Mistis

9 7 1
                                    

Sulis ikut notice gelang yang dipakai oleh Ajeng.

"Gelang yang kamu pakai itu untuk apa? Wangine sangat harum," tanya Sulis penasaran.

Ajeng menjawab, "Yang aku pakai ini gelang tasbih gaharu pemberian dari bapakku." Wulan melihat gelang tasbih yang dipakai oleh Ajeng.

"Kira-kira gelang yang kamu pakai dijual berapa?" ejek Wulan.

"Gelang ini tidak dijualbelikan!" gertak Ajeng.

Sinta celetuk, "Jangan emosi, Jeng. Wulan hanya bergurau saja." Wulan mengelus-elus pipi Ajeng yang tampak kesal kepadanya.

Sulis bergumam dalam batinnya, "Sungguh indah memiliki teman berbeda agama tetapi saling rukun tanpa membeda-bedakan." Sulis tersenyum ketika melihat ke arah Ajeng, Wulan, dan Sinta.

Mereka sedang berkumpul bersama didalam kamar Ajeng, sedangkan Raka dan tiga temannya bergegas pergi keluar dari kamar setelah membantu menuntun Sulis.

"Tutup lagi pintunya," pinta Sinta. Dengan sengaja, Raka membuka pintu sangat lebar.

"Wong edan!" geram Sinta.

Sinta yang sedang membantu merapihkan perlengkapan milik Sulis langsung bergegas menutup pintu kamar.

Tiba-tiba Sulis celetuk, "Sampurane, Jeng. Kalau aku pengin turu berdua  kanggo kowe soale aku wedi." Sulis meminta maaf.

Ajeng tersenyum seraya menjawab, "Ora usah minta maaf. Lagipula aku juga wedi turu dewe ing kamar iki."

Sulis melihat Sinta yang masih semangat merapihkan perlengkapan pakaian miliknya.

"Selebihnya aku saja yang merapihkan," pinta Sulis.

Sinta memberikan isyarat menggerakan jari telunjuknya.

"Kamu istirahat saja urusan perlengkapanmu aku yang atur," saran Sinta. Sulis menghampiri Sinta, langsung memeluknya.

Sulis merebahkan dirinya untuk beristirahat, sedangkan urusan pakaian dan perlengkapan ibadah diatur oleh Sinta.

Ajeng melihat isi ransel yang dimiliki oleh Sulis, ia notice pada salah satu perlengkapan solat yang dirapihkan oleh Sinta.

Ajeng penasaran langsung bertanya, "Lis? Kamu juga bawa perlengkapan solat?" Sulis menjawab, "Iyo, Jeng."

"Yowis, nanti kita solat ing kene. Nanging kowe gawa Qur'an ora?" tanya Ajeng memastikan.

"Gawa nanging sing cilik Qur'anne," jawabnya.

Ajeng tidak mempermasalahkan justru ia senang ketika salah satu temannya membawa perlengkapan solat. Ia melihat handphone dan ada notifikasi waktu solat.

"Nanti jika ada suara azan berbunyi di handphoneku kita solat bareng," ajak Ajeng kepada Sulis untuk melaksanakan solat dan mengaji bersama. Dengan senang hati Sulis menerima ajakan temannya itu.

Ajeng sangat senang ketika ia di temani oleh Sulis.

"Untunge ana kowe sing mau turu ing kamar iki kanggo awakku," celetuk Ajeng.

Sulis dengan santainya menjawab, "Tenang wae." Sinta membuka lemari pakaian yang berada di kamar Ajeng. Lalu meletakkan pakaian milik Sulis di bagian bawah yang masih kosong tidak terisi.

"Aku taruh pakaianne Sulis ing kene, Jeng," pinta Sinta meminta izin.

"Silakan, ora apa-apa. Letakkan wae," jawab Ajeng. Tak terasa waktu pada hari itu sudah sore hari menjelang malam. Satu persatu mereka mandi di waktu sore hari, dan hanya ada dua kamar mandi yang tersedia di rumah milik kakek dan neneknya Ajeng.

"Aku titip Sulis padamu, Jeng," pinta Sinta. Ajeng menjawab, "Tenang saja selama bersamaku dia akan aman."

Sinta pamit keluar dari kamar bergegas jalan ke kamar mandi sembari membawa handuk yang ia letakkan di bahunya. 

Ketika sudah di depan pintu kamar mandi, Sinta melihat ke arah dua pintu yang sudah tertutup rapat disertai ada suara keran air.

"Sopo sing mandi?" tanya Sinta.

"Tunggu sebentar," sahut seseorang yang berada didalam kamar mandi.

Sinta terlihat tampak badmood, ia berjalan kembali menuju kamarnya sembari menunggu seseorang di kamar mandi selesai. Sinta bersandar di tembok, ia tampak jenuh dan bosan.

Tiba-tiba saja kejadian aneh menimpa dirinya, Sinta merasakan hawa yang sangat dingin dalam sekejap bahkan bulu kuduk berdiri dan hawa merinding yang ia rasakan.

Sinta tidak menghiraukan hal tersebut. Ia tidak percaya dengan hal berbau mistis bahkan sekalipun makhluk astral dan dunia ghaib.

Akan tetapi Sinta tidak sengaja menoleh ke arah dapur, ia melihat ada yang melintas di area dapur. Sinta penasaran kemudian coba menelusuri bayangan yang melintasi dapur dari arah samping kanannya.

Perlahan-lahan Sinta berjalan, dan ia cek seluruh ruangan area dapur dan lorong kamar.

"Tidak ada siapapun," gumamnya. Sinta lanjut bergegas ke kamar mandi, sesekali ia menoleh samping kanan dan kiri. Namun, berulangkali Sinta melihat sosok bayangan melintasi dari pandangannya.

Setelah itu Sinta beranjak ke dalam kamar lalu mengunci pintunya dan duduk kembali di pinggir ranjang kasur, ia tidak jadi mandi.

"Kalau bukan karena tugas kuliah aku ndak pengin nginep ing kene," gumam Sinta dalam batin.

Beralih pada Wulan yang masih saja di dalam kamarnya, Wulan membuka tas ransel lalu merapihkan seluruh perlengkapan yang ia bawa dari rumah. Wulan menata rapih pakaiannya lalu memasukkannya ke dalam lemari yang sudah tersedia, ia beres-beres kamar dalam keadaan masih terlihat kotor seluruh ruangan penuh dengan sarang laba-laba menempel di tembok kamar.

Wulan mengambil sapu yang sudah ada di kamar, kemudian ia membersihkan seluruh kotoran yang masih menempel ditembok yang terdapat sarang laba-laba serta dilantai yang penuh dengan debu pasir.

Tiba-tiba Wulan merasakan sedih luar biasa ketika membersihkan seluruh ruang kamarnya.

"Kenapa hawanya sangat menyedihkan sekali? Padahal aku tidak ada masalah apapun hari ini," batinnya.

Tak hanya itu, Wulan merasakan bahwa ada sosok yang berdiri dibelakangnya. Sesekali ia menoleh ke arah belakang, tetapi tidak ada siapapun didalam kamarnya. Hanya ada ia seorang diri.

Wulan memegang sebelah bahu kirinya seraya bergumam, "Hawane ora wenak tenan, ana opo iki." Kemudian ia melanjutkan membersihkan dinding kamar dan berusaha tidak menghiraukan yang dirinya rasakan. Tetapi gangguan itu semakin menjadi ketika Wulan sedang fokus membersihkan seluruh ruangan kamarnya.

Jendela kamar yang di tempati Wulan dekat dengan pepohonan hutan. Tiba-tiba saja ada yang mengetuk jendela dari luar, Wulan semakin parno dan ketakutan. "Sopo sing iseng wayah iki," teriak Wulan memastikan. Tetapi tidak ada jawaban ataupun sahutan dari luar.

Wulan langsung buru-buru keluar dan ia tidak melanjutkan bersih-bersih kamar, Wulan berlari dan memasuki kamar nomor delapan yang di tempati oleh Ajeng.

Ajeng dan Sulis terlihat keheranan ketika melihat Wulan yang berlari ketakutan. "Ana sing ngetok-ngetok jendela kamarku," ucap Wulan tergesa-gesa. Ajeng berkata, "Tenang dulu tenang, tarik nafas dulu." Wulan menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan berkali-kali.

Setelah sedikit tenang Wulan menceritakan sebenarnya yang terjadi pada dirinya. "Tadi ketika aku sedang membersihkan ruangan kamar tiba-tiba saja ada yang mengetuk jendela kamarku dan ketika aku bertanya tidak ada satupun suara yang menyahut namun berkali-kali suara ketukan dari luar jendela tidak ada henti-hentinya," tutur Wulan memaparkan kejadian.

Ajeng dan Sulis saling bertatap wajah dan terlihat tampak keheranan sekaligus khawatir.

MALAPETAKA (KUTUKAN) <masih berlanjut>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang