Sontak saja teman-temannya yang lain terkejut ketika mendengar ucapan Ajeng. "Dia siapa?" tanya Sinta. Ajeng langsung memejamkan ke dua matanya dengan posisi ketakutan. "Wis, kowe tenang saja. Ono kami ing endi ojo wedi," ucap Sulis menenangkan.
Wulan melirik ke arah jam tangan yang ia pakai. "Ayo mangkat wis jam delapan lewat iki," celetuknya. "Opo iyo?" tanya Ajeng memastikan. Wulan memperlihatkan jam kepada temannya yang lain. Mereka langsung bergegas menuju keluar kamar dengan membawa peralatan tulis masing-masing, sedangkan Pancawati di dampingi oleh Sinta yang berada di sampingnya.
"Tunggu!" celetuk Wulan. Sinta bertanya, "Apalagi?" Wulan teringat sesuatu hal. "Bagaimana dengan teman-teman kita yang lain? Bukankah mereka juga satu kelompok dengan kita?" Sinta menghela nafas perlahan.
Ajeng menyahut, "Wah, iya. Kita harus susul Salindri di kamarnya." Mereka langsung bergegas menghampiri kamar yang di tempati oleh Salindri. Sulis membuka pintu kamar, kemudian mereka bersama-sama masuk. Salindri sedang duduk meringkuk ketakutan. Mereka langsung menghampiri Salindri dan menenangkannya.
"Kamu kenapa?" tanya Ajeng. "Perempuan itu datang," sahut Salindri dengan rasa cemas dan takut. Wulan berkata, "Wis, kowe ojo wedi. Ada kita semua di sini." Sulis menyarankan, "Kamu siap-siap sana." Salindri menghela nafas seraya menjelaskan, "Aku sudah bersiap-siap bahkan alat tulis sudah ada di hadapanku akan tetapi ketika aku hendak ingin keluar dari kamar tiba-tiba saja ada sosok perempuan yang sangat menyeramkan sehingga aku hanya bisa duduk terdiam di sini."
Wulan mengelus pundak Salindri. "Yowis, saiki kita keluar bareng," ucap Wulan. Salindri bertanya, "Bagaimana dengan Raka, Sanca, Fajar, dan Dani?" Ajeng menyahut, "Yowis, kita keluar saja dulu. Sehabis ini langsung menghampiri kamar mereka." Salindri mengambil alat tulis yang berada di hadapannya. Kemudian mereka bergegas langsung ke kamar temannya yang lain.
Mereka bergegas masuk ke dalam kamar yang di tempati oleh Fajar. Sulis membuka pintu kamar, dan mereka bersama-sama bergegas masuk menghampiri Fajar bersama temannya yang lain. "Sudah jam berapa ini? Masih saja di kamar!" Fajar menjawab, "Yaelah santai saja ini juga kita mau keluar kamar." Sanca celetuk, "Lagi pula kenapa kalian datang ke sini? Tunggu saja di sofa ruang tamu nanti juga kita susul." Wulan melirik sinis ke arah laki-laki tersebut.
Ajeng berkata, "Sudah ah! Ayo kita keluar bareng soale kita harus menjalani tugas sekaligus berbaur dengan masyarakat setempat." Mereka semua beramai-ramai keluar dari kamar lalu berjalan menuju sofa ruang tamu. Ajeng pamit pergi kepada kakek dan neneknya.
"Kek, Nek, kita pamit mangkat untuk mengerjakan tugas bersama teman-teman," ucap Ajeng berpamitan. Kakek memberikan sesuatu kepada cucunya itu. "Ini gelang untuk kamu sekarang pakai dan ojo dilepas," saran sang Kakek sekaligus memberikan gelang untuk Ajeng. Saat itu Ajeng langsung memakai gelang pemberian dari kakeknya.
Fajar yang memiliki kemampuan khusus dalam dirinya, dia melihat gelang yang dipakai oleh Ajeng.
"Gelang opo iku? Warnae memancarkan sinar hijau kemerahan?" Fajar membatin sekaligus bertanya-tanya. Sanca yang berada di sampingnya, memberikan isyarat dengan mencolek pundak Fajar.
"Lihatin opo? Melamun teros," ejek Sanca pelan. "Hufftt! Bikin kaget saja," ujar Fajar. Sanca sedikit tertawa melihat raut wajah Fajar sedang panik.
Ajeng berpamitan kepada kakek dan neneknya kemudian di susul oleh teman-temannya satu persatu berpamitan kepada sesepuh keluarga Ajeng. Setelah itu, mereka bersama-sama bergegas keluar rumah.
Diperjalanan mereka saling mengobrol satu sama lain. Masing-masing di antara mereka menceritakan tentang pengalaman kejadian mistis yang pernah mereka alami, Fajar hanya terdiam dan tidak ikut menceritakan kejadian yang telah dia alami hanya saja Sanca yang menceritakannya.
Fajar memiliki sebuah firasat buruk yang akan terjadi di masa depan. "Berhenti sebentar!" gertak Fajar. Sontak saja teman-temannya yang lain sangat kaget ketika mendengar ucapan Fajar yang menyuruh mereka untuk berhenti.
"Ada apa? Kenapa kamu menyuruh kami berhenti? celetuk Sanca yang penasaran. Fajar hanya menghela nafas tanpa menjawab pertanyaan Sanca. Berulangkali Sanca melontarkan pertanyaan yang sama.
Fajar menghela nafas sejenak lalu menjawab, "Aku melihat sesuatu yang tidak kalian ketahui dan aku tidak tahu apakah kita akan selamat atau tidak di masa yang akan datang." Sontak saja semua yang mendengar jawaban Fajar membuat mereka takut bahkan sampai ada yang menangis.
"Kamu melihat sesuatu membahayakan yang akan terjadi menimpa kami? Katakan saja sejujurnya agar kami tidak sugesti pikiran karena jawabanmu itu," desak Ajeng.
Ajeng mendesak Fajar agar menjelaskan secara detail tentang penglihatan masa depan yang dilihat oleh Fajar.
Sanca melihat jam yang ia pakai ditangannya. "Sudah hampir siang lebih baik kita lanjutkan saja perjalanan kita jangan menunda-nunda waktu untuk tugas KKN ini nanti saja jika sudah sampai di posko lanjutkan saja penjelasan dari Fajar," saran Sanca.
Mereka bersama-sama melanjutkan perjalanan menuju posko lingkungan. Sesampainya di posko, mereka langsung menaruh perlengkapan yang telah dibawa untuk tugas masing-masing.
"Sekarang sudah jam berapa?" tanya Ajeng menghampiri Sanca. "Jam satu siang," jawabnya. Ajeng sedikit kaget seraya kembali bertanya, "Masa jam satu siang? Rusak atau gimana? Coba sini aku lihat jamnya mana tanganmu." pinta Ajeng. Sanca mempersilakan Ajeng melihat jam yang dia pakai.
"Waktunya istirahat lur," teriak Ajeng memberitahu teman-temannya yang sedang melaksanakan tugas.
Serentak mereka berhenti sejenak, dan langsung menghampiri Ajeng yang bersama sanca sedang duduk istirahat di posko.
"Apakah tidak ada tempat ibadah di sini? Dari awal aku tidak mendengarkan suara azan," celetuk Sulis. "Lho, iya. Di sini juga tidak ada masjid dan gereja," sahut Wulan.
Suasana hening sejenak. Wulan membuka handphone, ia menghubungi Raisa. Sulis menepuk pundak Wulan.
"Kirim pesan ke siapa? Sepertinya terlihat bahagia dari wajah kamu," ledek Sulis. "Kebiasaan Sulis membuatku kaget setiap waktu," celoteh Wulan merasa kesal. Mereka tertawa melihat Wulan yang kesal.
Ajeng melihat Fajar yang sedang melamun. "Jar? Kamu kenapa?" tanya Ajeng memastikan. Fajar langsung sadar dari lamunannya.
"Eh, aku tidak apa-apa, Jeng. Aku hanya kepikiran saja," jawab Fajar. Ajeng penasaran ia kembali bertanya, "Apa yang kamu pikirkan? Coba ceritakan kepada kami jangan dipendam sendiri." Sanca mendekati Fajar.
"Jar? Aku masih penasaran dengan kelanjutan yang kamu ceritakan sewaktu dalam perjalanan tadi. Bisakah kamu menjelaskan kembali sekarang?" pinta Sanca.
Fajar menggelengkan kepala. "Ambilkan minuman di ranselku bawa ke sini," pinta Fajar kepada Sanca.
Sanca bergegas mengambil ransel milik Fajar. Saat itu Fajar langsung menengguk minuman yang dia keluarkan dari ranselnya.
Sulis berbisik, "Fajar seperti orang kehausan sangat kasihan aku melihatnya." Wulan beri isyarat kepada Sulis agar diam saja.
Fajar menghela nafas panjang kemudian melanjutkan jawaban, "Aku melihat sesuatu keadaan yang sangat buruk di masa depan tentang kematian kita semua." Fajar menoleh ke arah Ajeng serta berkata, "Dan kau Ajeng-" sontak Fajar langsung terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAPETAKA (KUTUKAN) <masih berlanjut>
HorrorPantangan yang dilanggar oleh penduduk desa Sutarjo, menyebabkan desa itu sendiri menjadi sebuah kutukan bagi warga setempat. Sehingga untuk para pendatang dari kota yang hanya ingin sekedar berkunjung atau untuk menetap di desa Sutarjo tidak bisa p...