Pertemuan

5 2 0
                                    

Mereka serentak menoleh ke arah Fajar. Sanca melontarkan pertanyaan, "Kenapa lagi?" Fajar terdiam sejenak. Ajeng menggelengkan kepala ketika melihat Fajar.

"Intinya aku melihat akan ada sesuatu yang terjadi pada kita semua dan ini berhubungan dengan Ajeng," ujarnya. Fajar merasa gelisah dengan firasat yang ia lihat. Sanca menenangkan Fajar serta mengusap pundaknya. "Itu hanya perasaanmu saja," ucap Sanca. Ajeng berteriak, "Tenanglah, Fajar. Semua akan baik-baik saja selagi kita berdoa kepada Tuhan." Fajar setuju dan memberikan isyarat dengan menganggukan kepala.

Mereka melanjutkan kembali tugas yang sempat tertunds dilingkungan penduduk desa setempat. Saat itu mereka sedang melakukan tugas KKN dengan membawa peralatan masing-masing. Tak hanya itu, Ajeng bersama teman-temannya sangat ramah dan berbaur kepada masyarakat di desa setempat.

"Mereka sangat menghormati kita sebagai tamu di sini bahkan tidak ada satupun yang berlaku sombong kepada orang lain," celetuk Wulan. Ajeng hanya tersenyum menatap Wulan.

Saat ketika mereka sedang mengerjakan tugas, tiba-tiba saja pandangan Sanca beralih ke arah jalan umum yang ada di sekitarnya. "Iku mereka datang," ucap Sanca memberitahu. Mereka serentak menoleh ke arah yang di tunjuk oleh Sanca.

Fajar berteriak, "Dimas?!" Sontak saja Dimas bersama kelompoknya menoleh ke arah Fajar. Pertemuan tanpa sengaja mereka membuat satu sama lain bahagia dan senang. Beramai-ramai mereka langsung menghampirinya.

"Lho, tugasmu di sini juga?" tanya Dimas. "Ya begitulah," jawab Fajar singkat. Fajar tidak menyangka bahwa Dimas datang di hari itu juga.

"Kalian tinggal di mana?" tanya Siska salah satu teman kelompok yang bersama Dimas. "Ing omah kakek nenekku," respon Ajeng. Riska yang berada di dalam kelompok Dimas, ia menanyakan perihal stok tempat tinggal. "Apakah masih ada kamar untuk tempat kita tinggal?" tanya Riska. Ajeng menjawab, "Tidak ada semuanya sudah penuh terisi." Dimas dan yang lain merasa bingung akan tempat tinggal.

Tidak lama kemudian tiba-tiba saja datang salah satu warga asli penduduk setempat. "Kalian mencari tempat tinggal?" tanyanya. Dimas menjawab, "Betul, mbak. Akan tetapi kami sangat bingung untuk tempat tinggal yang akan kami tempati." Terlebih dahulu salah satu warga setempat memperkenalkan dirinya. "Aku Roro wong asli kene lan kebetulan saja aku duwe omah sing isih kosong nanging isih bisa dienggoni yen sampeyan pengin aku bisa ngajak sampeyan mrana wiwit saiki," ucapnya sekaligus menawarkan tempat tinggal.

Dimas dan temannya yang lain saling bertatapan wajah. Kemudian Dimas berkata, "Bisakah mbak mengantarkan kami? Agar kami mengetahui rumah yang mbak tawarkan." Mbak Roro menjawab, "Baiklah dan ikuti aku." Dimas dan teman sekelompoknya berpamitan kepada Fajar satu sama lain kemudian mengikuti Mbak Roro dari belakang.

Dimas bersama temannya yang lain berjalan menelusuri hutan lebat, banyak ranting bertebaran di jalan sekaligus dedaunan jatuh mengitari mereka.

Dimas, Riska, Siska, Cinta, Raisa, Bayu, Dilan, Akmal, Reno, dan Ridwan mengikuti jalan yang di arahkan oleh mbak Roro.

Tak sengaja Riska celetuk, "Apakah masih lama lagi?" Mbak Roro menoleh ke arahnya kemudian menjawab, "Sebentar lagi sampai sampeyan bersabarlah." Dimas memberikan isyarat diam-diam untuk Riska agar tidak berisik. Riska hanya terdiam dan mengikuti yang di perintahkan oleh Dimas.

Langkah mereka terhenti ketika melihat mbak Roro berhenti di sebuah pintu gerbang. Dimas dan yang lain saling bertatap wajah, mereka merasakan hawa yang tidak enak di tempat tersebut. Roro selaku pemilik rumah membuka pintu gerbang memakai kunci yang ia bawa.

"Sudah sampai dan ini rumah yang akan kalian tempati," ucap Roro. Mereka beramai-ramai masuk ke dalam halaman depan rumah tersebut. Roro langsung berjalan masuk kemudian membuka pintu rumah. Dimas merasa aneh, di dalam rumah itu sangat bersih dan tidak kotor sedikit pun. Sedangkan luar halaman rumah sangat kotor dan banyak rimbunan daun yang berserakan serta benar-benar kumuh.

Roro memberikan kunci rumah kepada Dimas. "Iki kuncine sampeyan pegang ojo sampe ilang," ucap Roro. "Siap, Mbak. Maturnuwun enggeh," jawab Dimas memegang kunci yang di berikan oleh Roro si pemilik rumah.

Roro memberitahukan tentang kamar yang akan mereka tempati kepada Dimas beserta temannya. "Di rumah ini ada lima kamar dan kalian boleh melakukan apa saja di sini akan tetapi setiap malam kalian jangan pernah keluar rumah agar kalian tidak celaka," ujar mbak Roro memberi peringatan.

Dimas bersama temannya mematuhi peringatan yang di berikan oleh mbak Roro. Saat itu Roro berpamitan untuk meninggalkan mereka di rumah miliknya. "Yowis aku ada urusan di rumahku yang berada di depan sana kalian istirahat saja di sini," pamitnya. Dimas berkata, "Terimakasih, mbak. Sudah menampung kami di sini." Roro hanya tersenyum tanpa berkata apapun kemudian pergi begitu saja.

Mereka berlanjut merebutkan kamar yang akan mereka tempati, dalam satu kamar masing-masing di tempati dua orang. Riska bersama Siska di kamar pertama, Cinta bersama Raisa di kamar ke dua, Dimas bersama Dilan di kamar ke tiga, Bayu bersama Akmal di kamar ke empat, Reno bersama Ridwan di kamar ke lima.

Masing-masing di antara mereka merapihkan perlengkapan yang telah mereka bawa. Setelah itu Dimas dan Dilan satu persatu mengunjungi kamar temannya. Setelah itu mereka berkumpul di ruang tamu sembari duduk santai di sofa.

Mereka berunding untuk menentukan pelaksanaan tugas KKN. "Menurut pendapat kalian mengenai perihal tugas sebaiknya kita laksanakan sekarang atau esok hari?" tanya Dimas meminta pendapat. "Esok hari saja lagi pula kita semua pasti sangat lelah dan butuh istirahat juga," usul Bayu. Satu persatu mereka setuju dengan usulan yang di lontarkan oleh Bayu.

"Aku setuju dengan pendapat kamu," ujar Dilan. "Aku juga," celetuk Reno. Dimas kembali bertanya, "Menurut kalian yang lain gimana? Apakah setuju juga?" Riska menyahut, "Aku sih ikut aja gimana baiknya kalian yang penting kita bisa menjalani tugas ini." Siska dan Raisa hanya menganggukan kepala saja tanpa berkata-kata.

Setelah berdiskusi mengenai tugas, mereka bergegas masuk ke dalam kamarnya masing-masing dan beristirahat.

Dalam kamar, Raisa merasa ada yang mengawasi dirinya. Hawa begitu mencekam, ia tidak bisa tidur. Untuk memejamkan matanya saja Raisa tidak bisa.

"Ana opo iki? Hawane ora biasa," celetuk Raisa sambil memandangi seluruh ruangan kamar. Raisa berusaha melawan rasa takutnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki. Raisa menyelimuti wajahnya dengan selimut, ia seringkali mengulang ulang bacaan doa.

Dengan suara lirih ketakutan ia berucap, "A'uzubillahiminnasyaitonirrajim." Suara misterius mengikuti ucapan Raisa berulangkali.

"Percuma saja kau membaca doa jika hatimu merasa takut denganku tidak ada gunanya jika kau tidak takut dengan Tuhan mu," ejekan bergema suara misterius.

Raisa berusaha menahan rasa takutnya dengan terus menerus membaca doa berulangkali sampai suasana dan suara-suara menyeramkan yang mengganggu dirinya lenyap hilang dari pandangannya.

MALAPETAKA (KUTUKAN) <masih berlanjut>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang