Mendapatkan Tugas

55 20 6
                                    

Kehidupan Di sebuah Kota

Hidup di kota tentunya sangat berbeda dengan kehidupan yang berada di sebuah pedesaan. Di hari itu cuaca sangat cerah, seorang gadis cantik bernama Ajeng Kusuma Dewi sangat optimis dan penuh semangat ketika dirinya bersiap-siap untuk pergi ke kampus.

Di waktu pagi sebelum berangkat, Ajeng menikmati sarapan yang sudah disediakan oleh sang Ibu. "Wenak ndak, Nak?" tanya Ibu ketika menghampiri Ajeng yang sedang menyantap makanan. "Wuenak poll, Buk," sahut Ajeng. Ibu tersenyum menatap anak gadisnya yang sudah beranjak dewasa.

Selesai sarapan, Ajeng pamit kepada orangtuanya. "Pak, Buk, Ajeng berangkat," pamitnya. Bapak berpesan, "Yowes, hati-hati di jalan." Ajeng tersenyum. Ia bersaliman kepada orangtuanya. Ajeng mengucapkan salam. "Assalamualaikum," ucapnya. Bapak dan Ibunya serentak menjawab, "Waalaikumussalam." Ajeng terlihat begitu senang, ia berangkat ke kampus mengendarai sepeda motor seorang diri.

Jarak kampus dari rumahnya tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu lima menit saja dari rumahnya. Sesampainya di parkiran, Ajeng memakirkan kendaraan sepeda motornya. Tak lupa Ajeng mengambil jaket almamater berwarna biru tua dari jok motor, ia memakai almamater lalu bergegas masuk ke dalam kampus.

Seperti biasa, Ajeng bertemu beberapa teman satu jurusan dengannya. "Hei, Ajeng," sapa seseorang yang memanggilnya. Ajeng menoleh ke belakang ternyata teman-temannya yang telah menyapa dirinya. Di antara teman-teman Ajeng ada yang bernama Pandawati, Maharani, Sinta, Salindri, Raka, Dimas, Fajar, dan Sanca.

Sinta yang menyapa Ajeng ketika hendak berjalan masuk menuju kampus, Sinta beramai-ramai dengan teman yang lain.

"Ono opo, Sin?" tanya Ajeng. "Ndak, kami semua ingin bareng karo kowe," sahut Sinta. Ajeng tersenyum dan mereka berjalan masuk ke dalam ruang kelas. Masing-masing mahasiswa dan mahasiswi duduk di kursinya seorang diri, mereka menunggu Dosen datang. Di antara mereka yang berada di dalam ruang kelas, ada yang sedang berkumpul dengan teman-temannya yang lain, ada yang mendengarkan musik memakai earphone, dan ada juga yang sibuk membaca buku.

Sedangkan Ajeng bersantai seorang diri melihat kegiatan teman-temannya yang berada di dalam ruangan. Sesampainya Dosen masuk ke dalam, mahasiswa dan mahasiswi langsung tergesa-gesa duduk di tempatnya masing-masing.

"Hari ini ada materi tentang apa?" tanya Dosen. Salah satu di antara mahasiswi menjawab, "Ndak ada, Buk. Hanya saja kemarin yang di bahas tentang pemograman kuliah kerja nyata." Dosen yang bernama Santika itu menerangkan tentang referensi program studi untuk kuliah kerja nyata sekaligus menjelaskan perihal apa saja yang harus di lakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi ketika diberi tugas KKN.

Ajeng hanya menyimak yang di jelaskan oleh sang Dosen. Tiba-tiba saja Sinta yang satu ruangan dengan Ajeng ia bertanya, "Apakah Miss ingin memberikan kepada kami tugas KKN?" Dosen Santika menjelaskan, "Benar. Nanti akan diberi beberapa kelompok." Ajeng sontak bertanya, "Tetapi kami di tugaskan di daerah mana saja, Miss? Kelompoknya Miss yang atur atau kami sendiri yang mengatur?" Dosen Santika memberikan jawaban, "Miss saja yang akan mengatur kelompok tugas KKN untuk kalian."

Di saat itu, Dosen Santika membuat kelompok untuk mahasiswa dan mahasiswi tersebut. Mereka terbagi menjadi tiga anggota kelompok, dan masing-masing kelompok terdiri ada sepuluh orang. Mereka diberikan tugas masing-masing oleh Dosen Santika, tugas mengenai kuliah kerja nyata di bagi kepada mereka yang ditugaskan untuk mengabdi kepada masyarakat.

Tugas yang mereka lakukan nantinya yaitu kerja bakti, melakukan sosialisasi pada pertanian pekarangan, dan melakukan penghijauan untuk alam. Ajeng terpilih di kelompok dua dan dia satu kelompok dengan Sinta, Salindri, Pandawati, Sanca, Fajar, Raka, Sulis, Wulan, dan Dani. Ajeng berkumpul dengan teman sekelompoknya, mereka berdiskusi satu sama lain mengenai desa yang akan mereka kunjungi untuk tugas KKN.

"Kampung endi sing arep kita kunjungi? Kanggo tugas kuliah kita?" Mereka berdiskusi satu sama lain mengenai desa yang akan mereka kunjungi untuk tugas KKN. Tiba-tiba saja Ajeng celetuk, "Kepriye yen dolan ing Desa Sutarjo? Ing kana pemandangan sing apik lan apik banget, malah panorama ing desa kasebut banget antik lan kentel karo tradisi Jawane. Soale omah mbahku ada di sana." Mereka setuju dengan pendapat Ajeng.

Kecuali Fajar, dia kurang setuju dengan pendapat Ajeng.

"Kenapa harus di desa itu?" tanya Fajar memastikan. Sanca celetuk, "Lho? Kenapa kamu kurang setuju dengan keputusan kami?" Sanca melontarkan pertanyaan kepada Fajar.

"Aku ikut kalian saja tetapi bisa dijamin tidak keamanan desanya? Aku tidak ingin ada hal buruk yang menimpa kita semua," ujar Fajar memiliki firasat tak enak.

Ajeng merespon, "Aman, Jar. Soale desa Sutarjo ana omah mbah lan kakungku di sana bahkan lingkunganne juga sangat enak ditempati." Fajar hanya terdiam tanpa berkata-kata.

Sanca melihat wajah Fajar yang tampak khawatir lalu dia kembali melontarkan pertanyaan, "Kamu merasakan firasat tak enak? Atau ada hal lain yang membuat kamu bimbang seperti ini?"

"Tidak ada apa-apa ... Aku ikut kalian saja bagaimana baiknya," respon Fajar. Sanca merangkul pundak Fajar dengan perasaan gembira.

"Nah, baru kawan aku," celetuk Sanca. Fajar menoyor kepala Sanca dibaluti dengan candaan.

Seketika Suci berubah pikiran, ia memberikan usulan kepada teman-temannya yang lain.

"Untuk tugas kuliah bisa tidak kalau ditempat lain? Atau di sekitar wilayah sini saja," usulan Suci.

Ajeng sontak bertanya, "Kenapa  tiba-tiba jadi berubah pikiran? Bukankah tadi kamu setuju dengan keputusan yang aku buat?" Suci menatap Fajar lalu menunduk ke bawah.

"Raut wajahmu kenapa cemas seperti itu?" tanya Wulan notice wajah Suci.

Suci diam tanpa menjawab pertanyaan salah satu temannya. Namun, teman-temannya yang lain ikut melontarkan pertanyaan kepada Suci dan mendesaknya agar memberikan jawaban.

Suci kala itu terpaksa berbicara setelah didesak oleh beberapa temannya.

"Baiklah ... Aku memiliki firasat buruk jika kita tetap pergi ke desa Sutarjo dan aku tidak tahu firasat ini sangat kuat sampai aku pun heran dengan diriku sendiri," jelasnya. Suci memberikan penjelasan mengenai perubahan pikiran dan niatnya pada desa Sutarjo.

Tak sengaja Fajar celetuk, "Firasatmu sama dengan firasatku."

Ajeng menenangkan Suci agar tidak terlalu khawatir dengan firasat.

"Kamu tidak usah memikirkan hal-hal buruk yang belum tentu terjadi pada kita semua ... Tenangkan pikiranmu dan coba positif thinking saja," nasihat Ajeng untuk Suci.

Salindri celetuk, "Suci, Suci, jangan kebanyakan nonton film horror jadinya terbawa suasana begini hanya karena pikiranmu sendiri." Raut wajah Suci terlihat bimbang.

Ajeng memberikan pilihan kepadanya.

"Sekarang kamu mau ikut kelompok bersamaku atau tidak? Kalau kamu merasa bimbang dan khawatir dengan keputusanku silakan kamu cari kelompok lain!" tegas Ajeng.

MALAPETAKA (KUTUKAN) <masih berlanjut>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang