Bab 2

155 47 251
                                    

Bab 2

Aria pikir dia tidak akan bertemu Eldhar lebih awal. Nyatanya, pemuda itu tampak duduk santai di barisan kursi paling belakang di bus sekolah yang biasa Aria naiki setiap berangkat dan pulang sekolah.

Sejak Aria menggunakan alat transportasi ini dari tahun pertama, dia belum pernah melihat Eldhar menaiki bus. Melihat hal tersebut, berarti semua perkataannya adalah benar?

Memikirkan kejadian kemarin membuatnya sering kehilangan fokus. Bagaimana tidak kehilangan fokus jika gebetan yang hanya bisa kau tatap dari jauh tiba-tiba membuat pengakuan cinta. Mereka tidak pernah ditempatkan di kelas yang sama, baik di tahun pertama maupun di tahun kedua sekarang. Belum lagi mereka berada di dunia yang benar-benar berbeda.

“Aku suka kamu. Boleh gak aku deketin kamu?”

Kalimat kemarin masih terngiang-ngiang di kepala Aria.

Dengan langkah pelan Aria mengambil posisi berdiri jauh dari tempat Eldhar duduk. Hati kecilnya bersusah payah menahan rasa malu dan tidak menjerit setelah mendapat fakta dia berangkat bersama gebetan.

Namun, berangkat bersama terasa tidak cukup untuknya. Ia berpikir keras bagaimana caranya agar bisa memandang Eldhar tanpa ketahuan. Memejamkan mata mencoba lebih fokus memutar otak, seseorang sudah berdiri di sebelah Aria, memandanginya dalam diam.

Melihat Aria terus menutup mata sambil membuat raut wajah lucu, orang di sebelah Aria yang sedari memerhatikannya menemukan itu lucu dan tidak bisa menahan senyum. Begitu Aria membuka mata dan menoleh ke samping, dia disuguhkan dengan wajah yang familier. Refleks Aria mengelus dadanya kemudian memalingkan wajah.

Sejak kapan Eldhar di sini? Aduh, malu bener mau coba liatin dia diem-diem.

“Ria.”

Perbedaan tinggi yang cukup jauh membuat Aria harus mendongak untuk menatap wajah Eldhar. Jika Aria perhatikan, kira-kira tingginya selisih sekitar 20 senti dengan Eldhar. Seketika hatinya merasa sedikit panas mendapati dirinya begitu kecil bila disandingkan dengan pemuda di sebelahnya.

Sebentar, apa barusan Eldhar memanggilnya Ria? Bukan Aria? Mempertahankan kewarasannya, Aria mengedipkan mata beberapa kali untuk menenangkan diri. “Y-ya, kenapa?”

Eldhar tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari Aria. Seolah-olah hanya ada mereka berdua di dunia. “Aku mau ngobrol sama kamu, tapi aku belum punya nomormu. Mau tukeran nomor?”

Lagi, Aria merasa jiwanya telah keluar dari tubuhnya. Dia yang berpikir hanya bisa melihat dari jauh tanpa melihat ada kesempatan untuk berpapasan dan mengobrol, justru bisa mendapatkan nomor gebetan. Kesempatan emas yang tidak datang dua kali!

“Boleh, kok,” jawabnya dengan malu-malu. Aria merogoh saku dan mengeluarkan ponsel berbalut phone case berwarna biru muda bergambar awan. Aria menyodorkan ponselnya agar Eldhar bisa mengetikkan nomornya langsung di bagian kontak.

Aria menatap layar ponsel yang menampilkan kontak baru yang diberi nama “Eldhar Amuzaki”. Mengerjapkan mata beberapa kali, Aria ingin beranggapan bahwa kejadian kemarin sampai hari ini adalah mimpi.

Saat itu, bus membuat pemberitahuan bahwa mereka telah sampai di lingkungan sekolah sebanyak dua kali. Perlahan kecepatan bus berkurang dan berhenti sepenuhnya kemudian pintu terbuka secara otomatis. Para murid SMA berbondong-bondong keluar dari bus dan berjalan kembali sebentar menuju gerbang sekolah.

Eldhar dan Aria turun bersama. Salah seorang teman Eldhar kebetulan melihat segera berlari menghampirinya. “El!” Pemuda itu bersiul kagum akan jam berangkat Eldhar yang tidak biasa. “Tumben jam segini udah nyampe sekolah. Biasanya telat.”

Aria mengalihkan pandangan dan hendak melarikan diri diam-diam sebelum lengan Eldhar melingkari lehernya.

“Gue berangkat bareng dia,” ucapnya penuh keyakinan dan bangga disertai senyuman lebar di wajah. Rona merah menyelimuti muka Aria yang membuatnya menunduk menahan malu yang bergejolak. Ini terlalu intim! Aria menjerit dalam hati.

Teman Eldhar memiringkan kepala mencoba menggali ingatan di mana dia pernah bertemu dengan gadis ini. “Oh, yang kemarin!” serunya lalu menaik-naikkan kedua alis berniat menggoda Eldhar. “Wih, gercep bener udah berangkat bareng.”

Aria menyadari jika ia tidak segera lari, dia akan semakin dibuat malu oleh obrolan Eldhar dengan temannya. “Aku ... Pergi dulu.”

“Hm? Oh, oke. Nanti jangan lupa chat aku.”

Aria mengangguk singkat dan dalam beberapa detik dia sudah menghilang dari pandangan Eldhar. Apa dia malu? Eldhar merasa hatinya tertimbun lautan madu. Senyumnya begitu lebar hingga matanya menyipit bagai bulan sabit.

Eldhar menyenggol temannya menggunakan siku. “Manis, kan? Namanya Aria, inget itu. Suruh Andre sama yang lain jagain dia kalo gue gak ada.”

Ada satu hal yang Eldhar rahasiakan dari Aria. Sebenarnya dia sudah memiliki nomor Aria. Yang tadi hanya basa-basi agar dia bisa mengobrol dengannya.

[END] I Love You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang