Bab 8

9 2 0
                                    

“Mau tau sesuatu?”

Aria dan Ema duduk bersama menikmati makanan secara kompak menatap bingung Andre yang tiba-tiba datang membawa pertanyaan. Ema mewakili menjawab sementara Aria sedang menyantap kotak bekalnya.

Andre mengambil satu kursi kosong dan duduk di antara mereka berdua. “Kalian gak akan percaya ini.” Nada suara Andre begitu pelan sehingga mereka berdua refleks mendekatkan telinga. “Si Eldhar Amuzaki sekarang lagi di kelasnya lagi belajar.”

Hampir Ema akan menyemburkan minumannya. Tetesan air yang tidak sengaja keluar membuatnya tersedak dan terbatuk-batuk. Ema mengambil sapu tangan dari saku bajunya kemudian mengusap pelan mulut dan dagunya yang basah.

“Enggak salah tuh?”

“Enggak salah.” Raut wajahnya dan nada suara Andre begitu serius menunjukkan bahwa perkataannya asli tidak dibuat-buat. Ema dan Aria saling bertatapan. Ema mengerjapkan mata beberapa kali. Sungguh dia tidak ingin memercayai apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin anak yang pada awalnya nakal dan suka berbuat onar mendadak tekun belajar? Kecuali jika ada hal yang dapat membangkitkan semangatnya....

Ema menatap Aria. Yang ditatap memasang tanda tanya besar di atas kepala. “Kenapa?”

“Eldhar belajar di kelas pasti disemangatin kamu, kan? Cuman kamu satu-satunya yang bisa bikin dia begitu.”

Bahkan Andre ikut menyetujui omongan Ema. Memang benar, ketika Eldhar melakukan sesuatu yang bukan dirinya seperti biasa, rasanya agak janggal. Semua orang pasti akan berpikir apakah dia disuruh seseorang atau ada yang memotivasinya.

“Tapi, emang bener begitu, Aria,” ujar Andre mencoba meyakinkan Aria. “Pas di kelas tadi, si El inisiatif jawab soal di papan tulis. Udah gitu dia ngerjain tugas bahkan datengin guru buat tanya-tanya soal.”

Yang mendengar ini saja akan terkejut, apalagi mereka yang sekelas dan menyaksikan langsung perubahan mendadak Eldhar. Mereka merasa dunia akan hancur dengan perubahan tersebut.

Teman-teman satu kelas Eldhar bertanya-tanya apakah yang membuatnya begitu termotivasi mengejar akademiknya yang tertinggal. Sebagian besar menduga itu berkat gadis yang disukai Eldhar. Tidak mungkin Eldhar yang awalnya enggan masuk kelas bahkan mendengarkan pelajaran tiba-tiba berubah rajin dan disiplin.

Namun, tidak seperti reaksi Ema dan Andre yang tampak biasa saja akan perubahan sikap Eldhar yang lebih baik. Aria bersikap sebaliknya. Mendadak wajahnya berubah memerah padam dan mulai menunduk pelan.

Sepertinya Aria mengetahui alasan dibalik semua itu.

Dua hari sebelumnya.

Pagi-pagi, Eldhar telah sampai di sekolah dan menghampiri Aria di kelasnya sebab dirinya tidak bisa berangkat bersama gadis pujaan hatinya. Karena sering berangkat bersama, Eldhar bisa mengetahui di jam berapa Aria akan sampai di sekolah dan sudah duduk manis di kursi. Benar saja, tepat setengah jam sebelum bel masuk berbunyi, Eldhar sudah melihat Aria di kursinya. Tanpa ba-bi-bu ia langsung mendatangi Aria.

“Pagi, manisku.”

Aria yang sedikit mulai terbiasa dengan panggilan tersebut, segera menyelesaikan menulis dan memberikan bukunya kepada Eldhar. Diliputi rasa kebingungan, Eldhar membuka lembar pertama dan disuguhi oleh ringkasan materi beserta contoh soal dan cara pengerjaannya.

Eldhar mengedipkan mata beberapa kali. “Ini apa?”

“Buat kamu belajar. Aku udah rangkum semua materi biar kamu gampang bacanya, sekalian aku juga kasih contoh soalnya.”

Membantu dari timur ke barat. Karena Eldhar meminta bantuan dia untuk mengajarinya, tidak ada salahnya untuk memberikannya satu buku materi untuknya bisa memudahkan proses pembelajaran.

Apakah Eldhar akan menerimanya? Jantung Aria berdegup kencang. Ia mempersiapkan diri bila hasilnya tidak sesuai ekspektasi.

“Wah, Aria rangkumin semua materinya buat aku? Baik banget.” Senyum Eldhar begitu lebar dan cerah seperti baru memenangkan lotre. “Makasih, sayang. Aku bakal belajar keras pake rangkuman kamu.”

Aria mengangguk pelan. Dalam hati ia menghela napas lega karena bantuannya diterima dengan naik oleh Eldhar. Tanpa sadar Aria ikut memasang senyum manis. Senyum yang belum pernah diliat Eldhar sebelumnya hingga membuatnya terperangah.

Merasa hubungannya dengan crush semakin dekat membuatnya berdebar bahagia. Rasanya Aria ingin menghentikan waktu dan menikmati momen manis berdua ini.

Begitu senangnya ketika crush menerima dengan senang hati bantuan kita tanpa mempermasalahkan apa pun. Andai saja keinginan ini terwujud lebih awal, mungkin Eldhar sudah mengubah seisi bumi menjadi lautan madu yang manis.

Mendapat satu ide, Aria refleks menarik tangan Eldhar. “Sama itu.”

“Hm?”

Sepertinya akan baik-baik saja jika mengatakan ini. Aria menelan salivanya kemudian berkata dengan suara pelan. “Kalau nilai kamu bisa di atas KKM, aku bakal wujudin satu keinginan kamu.”

Tidak ada yang berbicara. Tidak butuh waktu lama bagi Eldhar untuk bisa memahami maksud dari gadis yang disukainya. Perlahan senyum manis itu mengembang, menampilkan sisi menawan dari jejaka berambut hitam legam tersebut.

“Yakin? Ria mau kabulin satu keinginan aku?” tanyanya seraya mengikis jarak hingga hidung mereka hampir bersentuhan. “Yakin, nih?”

Aria dibuat bingung. Hanya satu permintaan saja. Tidak akan begitu sulit. Namun, melihat reaksi Eldhar, mendadak Aria diselimuti rasa cemas. “Y-yaa bener. Kan aku yang nawarin.”

Merasa gemas, Eldhar mengusap kepala Aria. “Apa aja, kan? Oke, janji kalau nilai aku di atas KKM, kamu kabulin satu keinginan aku.”

Mengingat kejadian di hari itu, Aria yakin bahwa motivasi Eldhar belajar lebih giat adalah karena dirinya yang menjanjikan akan mengabulkan satu keinginan Eldhar. Hanya satu keinginan tetapi berhasil membuat Eldhar belajar.

Kalau begini Aria tidak perlu khawatir Eldhar akan dimasukkan ke daftar merah.

Tetap saja, dia merasa malu karena alasan Eldhar belajar keras adalah dirinya. Perlahan Aria menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah malu.

[END] I Love You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang