Bab 11
“Liburan yuk! Jalan-jalan ke mana gitu.”
Libur semester telah tiba. Eldhar dan Aria berkumpul bersama Andre dan Ema di sebuah kafe. Mereka sengaja berkumpul di hari kedua libur semester untuk membahas rencana masing-masing selama liburan berlangsung. Tentu saja Ema sudah memiliki beberapa rencana di hari tertentu bersama teman-temannya. Andre sendiri akan pergi berlibur di pertengahan dengan keluarga. Tersisa Eldhar dan Aria yang tampak tidak memiliki rencana apa pun.
Eldhar mendengus. “Gue gak pergi ke mana-mana, lah. Lagian gue harus kerja.”
Kedua alis Aria terangkat, dia menatap Eldhar dengan raut wajah terkejut. “Kamu kerja?” tanyanya. Pertama kalinya Aria mendengar ini. Mengejutkan sekali Eldhar yang masih menduduki bangku sekolah sudah bekerja.
Mengembangkan senyum manis, Eldhar berkata, “Iya, kerja paruh waktu di kedai makanan gitu. Lumayan buat nambah uang jajan.”
“Padahal si Eldhar ini udah dikasih duit sama ibu gue. Cuman dia ngotot mau kerja, akhirnya ibu gue setuju,” timpal Andre membuat dua gadis tersebut semakin tercengung.
Ema mengerutkan kening, pandangannya ia arahkan kepada dua pemuda yang duduk bersama di satu meja dengannya. “Kalian kawan baik?”
Pertanyaan tersebut ditanggapi dengan anggukan singkat oleh Andre. “Eldhar sama gue udah bareng dari... Kapan ya, El? SD bukan, sih? Sekitaran situ lah pokoknya. Terus gue kenalin Edlhar ke ibu gue dan gitu, deh. Banyak hal terjadi.”
Ema mengangguk paham. Pantas saja Andre seperti tahu luar dalam Eldhar, begitu pula sebaliknya. Ternyata mereka memang sudah bersama sejak lama.
Di sisi lain, Aria termenung. Agaknya dia mengetahui apa maksud dibalik perkataan Andre. Diam-diam dia melirik ke arah pemuda di sampingnya. Eldhar masih tetap bersikap seperti biasa seolah itu bukan masalah besar.
“Soalnya di rumah aku sendiri, sih.”
“Ibu udah pergi, Ayah ... Gak tau ke mana. Jarang pulang.”
Pasti itu yang dimaksud Andre. Perihal orang tua Eldhar. Hati Aria berdenyut nyeri. Ah, rasanya ia ingin menangis memikirkan bagaimana Eldhar selama ini melewati semua hal yang menimpanya hingga ia bisa berdiri tegap sekarang.
Menyadari keheningan gadis di sebelahnya, Eldhar mendekatkan wajahnya kepada Aria. “Ria, kenapa?”
Jarak di antara mereka hanya tersisa beberapa senti. Aria bisa merasakan napas Eldhar menerpa kulit wajahnya. Dia dapat mencium sensasi dingin dari permen mint yang tadi dimakan Eldhar. Rona merah menyelimuti kedua pipi Aria, refleks ia memalingkan wajah. “G-gapapa, lagi kepikir sesuatu.”
Rasanya Aria seperti baru saja berlari memutari lapangan tiga kali. Jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya mulai memanas. Dalam diam, Aria berusaha menenangkan diri ketika suara panggilan datang dari ponsel Eldhar. Melihat nama penelepon pada layar, Buku-buku Eldhar pergi dari meja untuk menerima telepon.
“Halo?”
Memastikan Eldhar jauh dari jangkauan mereka, Ema menjulurkan kepalanya lebh dekat kepada Aria. “Aria.”
“Hmm?”
“Eldhar udah nembak kamu belum?”
Aria tersentak. Pertanyaan mendadak yang membuat Aria hilang kata-kata. Bagaimana bisa waktunya begitu tepat? Perlahan gadis itu menunduk dan mengangguk kecil. Andre dan Ema sama-sama tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa Eldhar akan secepat itu mengajak Aria berkencan setelah Ema menanyakan hal tersebut di hari pembagian rapor.
Merasa tertarik, mereka mengubah posisi duduk menjadi lebih nyaman untuk mendengarkan ceritanya lebih lanjut. “Terus terus? Gimana?” tanya Ema menggebu-gebu.
“Gimana.... “
Aria mengalihkan pandangan. Ia kembali teringat pada ingatan dua hari sebelumnya.
“Ria, aku suka kamu. Kamu mau gak jadi pacar aku?”
Suasana kembang api yang ramai dan indah menjadi saksi dari pernyataan cinta Eldhar kepada Aria. Siluet Eldhar jauh lebih bersinar dibanding biasanya. Senyumnya begitu memesona hingga Aria merasa dibuat ingin meleleh karena senyum itu.
Aria sudah pernah mendengar pernyataan cinta dari Eldhar sebelumnya, dan sekarang dia belum terbiasa dengan itu. Kini ia mendapat yang kedua. Rasanya seolah ia akan mati karena serangan jantung.
Lidah Aria terasa kelu. Ia ingin mengucapkan sepatah kata, tetapi tidak ada satu pun yang keluar.
“A-aku.... “
“Gak perlu dijawab sekarang, kok.”
Perkataan Eldhar membuat Aria kebingungan. Apa maksudnya tidak perlu dijawab sekarang? Aria semakin tidak mengerti.
Tangan Eldhar perlahan mendekat dan bersatu dengan tangan Aria. Dielus lembut tangan gadis itu seolah ia tengah merawat sebuah boneka mahal. Mata mereka saling bertemu dan senyum Eldhar semakin melebar tatkala ia menatap gadis yang disukainya.
“Aku gak masalah nunggu sampe kamu yakin dengan perasaan kamu sendiri. Kapan pun kamu mau jawab, aku sudah siap dengan semuanya.”
Tepat setelah Eldhar mengatakan itu, kembang api telah usai dinyalakan. Suasana menjadi hening kembali dan orang-orang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing lagi. Tersisa dua insan yang tengah bertatapan. Eldhar mendekat, menyatukan kening mereka. “Ria pasti tahu betapa besar perasaan aku dan sayang aku ke Ria. Cuman Ria yang bisa merasakan ini, bukan orang lain.”
“Karena itu, Ria juga gak perlu ragu dengan perasaan Ria ke aku.”
Begitulah yang terjadi di pasar malam tempo hari.
Cerita singkat itu berhasil membuat Andre dan Ema bengong. Aria memasang tanda tanya besar di atas kepala. Ada apa dengan reaksi tidak biasa itu?
Andre mendengus geli. Seluruh bulu kuduknya berdiri dan tubuhnya terasa bergetar tipis. “Ngeri. Gue bayangin El ngomong gitu udah merinding sendiri.”
Ema mengangguk mengiyakan. “Bener banget. Gak nyangka anak seliar dia bisa ngomong gitu. Gak nyangka banget aku.”
Mereka yang mendengarnya dari cerita saja terheran-heran, lalu bagaimana dengan Aria yang mendengar dan melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri? Namun, ada perasaan lega dalam hatinya. Eldhar memiliki perasaan sebesar itu kepadanya, dan dia sangat yakin perasaannya juga sama besarnya. Hanya saja saat itu Aria tidak mampu menjawab pernyataan cinta Eldhar.
Mungkin karena Aria tidak sempat menjawabnya, Eldhar jadi berpikir bahwa Aria tidak balik menyukainya dan memintanya tidak menjawabnya langsung.
Padahal bisa saja Aria menjawab langsung saat itu.
Eldhar kembali usai berbincang panjang dengan seseorang di telepon. Ia melihat situasi di meja dan merasa curiga. “Ngapain kalian?”
Andre mendengus. “Gak ada apa-apa. Gue cuman pengin nangis.”
“Hah? Nangis gegara apa?”
“Gegara lo.”
"Lah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] I Love You Forever
RomanceAria Wulandari menyukai seseorang. Namun, yang disukainya adalah berandal yang sering tidak mematuhi peraturan sekolah dan suka mengintimidasi para siswa. Banyak orang tidak menyukai pemuda itu, bahkan untuk mendekatinya enggan, termasuk Aria sendir...