Bab 5

156 64 453
                                    

Bab 5

Aria berlari cepat ke kelas sebelum Eldhar menemukan dan membuatnya meleleh dengan kata-katanya yang manis. Hati Aria belum cukup siap untuk menerima rayuan dari Eldhar, gebetannya sendiri. Di mana image Eldhar yang kasar dan menakutkan? Sekarang dia tampak sangat manis dan lembut.

Sebelum Aria mengatur napas usai duduk, gadis yang duduk di depannya berbalik badan dan menunggu Aria lebih tenang. “Aria.”

“Ya?” Aria mengangkat kepala. Gadis ini bernama Ema. Rambutnya hitam legam dan ikal. Panjang rambutnya mencapai pinggang sehingga Ema harus mengikatnya untuk kerapian. Dari wajah dia terlihat seperti gadis polos yang manis. Tetapi, Ema adalah ketua ekstrakurikuler voli. Dengan kata lain, jago olahraga.

Ema mengulas senyum. “Minum dulu.”

Karena jarang berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya, Aria sedikit canggung dengan Ema. Terlebih Ema bisa dibilang orang yang ekstrover. Bersemangat dan dikelilingi banyak orang. Berbanding terbalik dengan Aria.

Setelah memuaskan dahaga, Ema merasa suasana di antara mereka menjadi lebih santai sehingga dia bisa bersandar lebih dekat. “Gimana caranya kamu bisa bikin si Eldhar itu suka sama kamu?”

Hah? Otak Aria mendadak dalam kondisi macet. Apa yang baru saja dia dengar? Aria mengerjapkan mata beberapa kali mencoba mempertahankan kewarasannya. “Gak tau. Aku gak ngapa-ngapain.”

“Kamu gak ada ngobrol atau apa gitu sama dia sebelumnya?”

Aria menggeleng pelan. Sebenarnya dia juga ingin tahu apa yang membuat Eldhar tiba-tiba mengejarnya. Walau Aria merasa senang karena perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan, tetap saja membingungkan. Rasanya dia dengan Eldhar tidak pernah saling bertemu atau mengobrol sebelum ini.

Dia bisa berasumsi bahwa Eldhar jatuh cinta pada pandangan pertama, kan? Aria menggeleng kuat. Dia tidak ingin berpikir terlalu jauh. Nanti hanya akan membuatnya jatuh.

Ema menatap Aria dalam diam kemudian menyunggingkan senyum. “Sini aku kasih tau sesuatu.”

Mereka saling bertatapan. Aria memasang raut wajah bingung, membuat Ema yang melihatnya merasa gemas.

“Aku punya temen sekelas sama Eldhar tuh. Kemarin dia gak sengaja nguping Eldhar ngobrol sama temen-temennya. Tebak dia ngobrolin apa.”

Bagaimana dia bisa tahu apa yang biasa dibicarakan anak laki-laki ketika mereka berkumpul. Mungkin membahas game atau olahraga yang paling umum. Aria sering melihat teman-teman sekelasnya, terutama yang laki-laki sering berbicara dan bermain game mobile populer.

Mendapat beberapa jawab, Aria mencoba menebak kuis dadakan Ema. “Game?

Ema menggeleng kemudian menyunggingkan senyum. “Dia ngobrolin kamu.”

Jawaban yang tidak terduga. Aria hanya bisa termangu mendapat jawaban di luar benaknya.

Hari kemarin saat jam istirahat hampir berakhir, dua gadis yang merupakan teman baik Ema memasuki kelas usai dari kamar mandi. Di sisi belakang kelas banyak anak laki-laki dengan Eldhar sebagai pusat duduk di tengah mereka.

Kebetulan tempat duduk kedua gadis itu cukup dekat dengan posisi Eldhar dan kawan-kawan berkumpul sehingga dapat terdengar jelas pembicaraan mereka.

“Rasanya gue pengin mati.”

“Lah? Kenapa lu, El?”

Perkataan yang dilontarkan Eldhar tidak hanya mengagetkan Andre, melainkan mereka berdua yang tidak sengaja menguping. Mereka berpura-pura sedang memainkan ponsel dan memasang telinga untuk mendengarkan lebih lanjut.

Eldhar mengembuskan napas panjang melalui mulutnya. Ia terduduk lesu dengan kepala dibiarkan menengadah. “Gue gak kuat liat Ria yang gemesin.”

Beberapa teman Eldhar memberikan seruan panjang seolah sedang mengejeknya, termasuk Andre. Pemuda itu segera menggeleng pelan. “Dasar bucin. Heh, kalo lo mati, lo gak bisa liat dia lagi.” Andre mencibir penuh emosi.

“Ya jangan, dong! Itu cuman candaan!” Eldhar mengerucutkan bibir. Kedua lengannya dilipat di atas dada. Ia menatap ke luar jendela. “Ria gue terlalu manis. Gue gemes pengin meluk gitu. Yah, gue sadar diri sekarang belum bisa meluk dia.”

“Kecuali diizinin?”

“Iya,” balas Eldhar penuh keyakinan. “Kan gue mesti menghormati dia. Kalo dia gak ngizinin atau gak mau, ya gue gak bisa maksa.”

Andre mendengus geli. Dia merasa aneh mendengarkan kata-kata yang biasa diucapkan pria romantis itu datang dari mulut sahabatnya sendiri. “Gak cocok lo ngomong begitu, El.”

Kedua teman Ema saling bertatapan. Mereka menyebut nama yang sama–Aria. Mereka tidak pernah mendengar nama itu. Mungkin orang yang Eldhar maksud adalah orang yang cukup tertutup dan tidak terlalu aktif baik di organisasi maupun ekstrakurikuler.

Mereka harus menanyakannya kepada Ema. Dia adalah social butterfly yang tahu semua orang di sekolah.

“Tapi gue serius, Dre. Karena gue suka dia dan pengin deket sama dia, sebisanya gue gak melakukan hal yang bikin dia gak nyaman,” ucap Eldhar sambil mengetuk pahanya dengan jari. Dia sedang membayangkan Aria yang nyaman dan tersenyum saat bersamanya, dan itu membuat hatinya berdebar bahagia. “Kan bahaya kalau nanti dia menjauh karena gue.”

Andre mengangguk paham. “Segitu sukanya lo ke dia?”

“Banget.” Tidak ada keraguan dari Eldhar. “Gue suka dia. Lo nyuruh gue teriak suka Aria seribu kali bakal gue lakuin.”

“Entar Aria gak mau berangkat sekolah lagi gara-gara lo.”

Pembicaraan itu diakhiri dengan tawa dari Andre dan teman-teman yang memerhatikan. Satu teman Ema segera mengirimkan pesan ke Ema untuk menanyakan siapa Aria yang berhasil membuat Eldhar menjadi bucin, lembut, dan penuh kemanisan gula.

Ema yang mendapat pesan itu hanya bisa terkagum. Dia sudah mendengar kabar berandal sekolah melakukan pengakuan cinta di kelas. Kejadian itu ditonton oleh banyak orang dan yang menjadi topik adalah salah satu anak terkenal, maka rumor dengan cepat menyebar.

Mendengar cerita dengan saksama sampai akhir, Aria menunduk seraya menyentuh kedua pipinya. Dapat dirasakan panas yang tiba-tiba menjalar dari dalam ke seluruh tubuh Aria. Jika dia tidak menundukkan kepala, mungkin Ema bisa melihat dengan jelas wajah Aria yang memerah padam.

Ya Tuhan, tolong katakan ini semua mimpi! jeritnya dalam hati. Andai Aria berada di  kamar, dia sudah meraung-raung kesenangan.

Sejak awal, Aria tidak mengharapkan Eldhar memiliki perasaan yang sama. Sebelum interaksi ini mereka bukan siapa-siapa. Hanya orang asing yang kebetulan berada di tahun yang sama bersekolah.

Memandangi dan mengagumi Eldhar dari kejauhan bagi Aria sudah cukup. Sekarang mereka berada di hubungan yang sangat dekat. Berkat pengakuan cinta mendadak Eldhar yang membawa mereka di tahap hubungan ini.

Jika Aria yang menyatakan perasaan lebih dulu kepada Eldhar, akankah Eldhar menerimanya?

[END] I Love You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang