Bab 17

8 2 0
                                    

Bagaskara memenuhi tugasnya menyinari sisi lain bumi, digantikan sang ratu malam dengan keelokan anggun bertabur beribu bintang. Beberapa pengunjung masih ada yang terlihat berjalan-jalan di area taman.

Begitu pula Eldhar dan Aria. Mereka duduk di kursi kayu fasilitas taman.

Tidak ada yang berbicara. Hanya suara gemerisik reranting yang berembus angin.

Aria masih terdiam menenangkan diri usai hatinya berkecamuk melihat kondisi Eldhar yang babak belur. Sungguh begitu sakit rasanya melihat pemuda yang disukainya terluka parah. Aria tidak ingin Eldhar terluka lagi. Dia tidak ingin pemuda itu kembali berurusan dengan anak-anak nakal.

Sebelumnya, berkali-kali Eldhar berucap maaf, tetapi tidak ada satu pun yang dapat membuat Aria tenang.

Melihat dia yang membisu, Eldhar mengembuskan napas. Ia kehabisan akal untuk menghibur gadis tersebut. Sebenarnya sikap Aria yang begitu mengkhawatirkannya melihat dirinya terluka sangat menyentuh hati. Belum pernah ada yang sangat ketakutan hingga menangis sepertinya.

Tidak salah bukan jika Eldhar merasa senang karena Aria mencemaskannya?

Eldhar menarik napas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. "Tau gak.... ibu aku udah gak ada dan ayah jarang pulang, bahkan hampir gak pernah pulang. Hari-hari rasanya suram dan sunyi karena aku gak punya siapa-siapa. Meskipun ada Andre, tapi aku masih merasa sendiri."

Baris kalimat Eldhar sukses membuat Aria terfokus kepadanya. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Pemuda itu menyunggingkan senyum tipis dan melanjutkan perkataannya.

"Karena gak ada yang namanya kasih sayang orang tua, akhirnya aku jadi nakal.... Aku jadi sering tawuran dan main sama preman-preman. Andre juga ikutan nakal gara-gara aku. Cuman setidaknya dia masih pinter, jadi orang tuanya gak ngomong apa-apa soal itu. Kalau aku.... Bahkan buat belajar atau baca buku saja ogah, gimana mau dapet nilai bagus?" Kemudian Eldhar tertawa remeh melihat kondisinya sekarang.

Mendengar ceritanya membuat Aria paham.

Eldhar sebenarnya hanya kesepian. Dia memilih menjadi nakal, berharap agar orang-orang bisa menaruh perhatian kepadanya. Berinteraksi dengan Eldhar membuat Aria paham bahwa pemuda itu tidak seburuk dari rumor yang beredar.

Eldhar adalah pria yang tangguh dan mandiri. Dia bekerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri bahkan ketika ayahnya masih ada.

Meski tertinggal dalam hal akademik, tetapi dengan kerja keras, Eldhar bisa membuktikannya dengan nilai bagus yang ia peroleh.

Banyak hal positif dari pemuda ini yang tidak banyak orang tahu.

Hanya saja mereka terlalu fokus pada kulit luar hingga tidak menyadari bahwa ada isi di dalamnya.

"Dan aku ketemu kamu. Gadis manis yang begitu mengkhawatirkan aku, membantu dan mendukung aku buat dapet nilai bagus, muji masakan aku dan kerja keras aku. Ketika orang lain takut sama aku, cuman kamu yang masih bertahan di samping aku."

Netra hitam Eldhar menatap mata Aria yang berlindung dibalik lensa kacamata. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman manis dan matanya menyipit bagai bulan sabit. Ini adalah senyuman Eldhar paling tulus yang pernah dilihatnya.

"Maaf, ya, bikin kamu khawatir.... Dan maaf, karena lelaki ini begitu menyukaimu dan ingin menjagamu hingga akhir napas."

Mendengar kata-kata itu, Aria tidak mampu berkata apa pun. Menggigit bibir bagian bawahnya, sekuat tenaga ia menahan tangis harunya, tetapi itu usaha yang sia-sia. Air mata menetes mengenai punggung tangan Aria.

Setulus ini perasaan pemuda di depannya.... Kebahagiaan besar yang tidak bisa ia utarakan lewat kata-kata. Sungguh, betapa beruntungnya Aria bisa menyukai Eldhar. Ia bersyukur mendengar perasaan Eldhar kepadanya juga sama besarnya.

Tidak ada lagi yang bisa ia pinta dari Eldhar. Semuanya sudah cukup baginya. Rasanya ia sudah menetapkan keputusannya akan pernyataan perasaan Eldhar waktu itu.

[END] I Love You ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang