Hidup terlalu singkat untuk kita sebut perjalanan.
°°°°
Ternyata, Adit dan Dita tiba di rumah sekitar jam sembilan malam. Namun ternyata, maminya Dita tak terlihat keberadaannya--tanda maminya belum pulang.
"Mau nunggu di rumah gue aja?" Cowok itu menawarkan sebelum gadis itu benar-benar akan pulang ke rumahnya.
"Gak usah."
Adit memperhatikan bagiamana cara Dita membuka pintu mobilnya, beranjak dari kursi tempat dirinya duduk sedari perjalanan, lalu kembali menutupnya.
"Makasih udah bawa gue jalan-jalan malem." Ucapnya tersenyum simpul.
"Besok malam mau jalan-jalan lagi gak? Cari angin gitu ... " Tawarnya.
"Kita liat besok aja."
"Oke." Cowok itu mengangguk-angguk.
Lalu Dita, gadis itu berjalan keluar dari halaman rumah Adit, menyebrang untuk menuju rumahnya. Tak ada yang gadis itu pikirkan selain perlakuan Adit yang terasa begitu baik, hingga membuatnya merasa aneh. Hingga pada saat ia sudah berada di kamar pun, cowok itu tak hentinya mengganggu pikirannya.
"Adit."
Terlentang bagai boneka, gadis itu sungguh-sungguh merasa memiliki teman yang begitu dekat. Saking dekatnya, ia merasakan hal baru dalam pertemanan mereka. Baru kali ini ia memiliki teman, teman lawan jenis pula.
"Aditia Putra Hallen."
"Adita Fal Dara."
Lalu gadis itu tersenyum sendiri seakan-akan menjadi gila. Dan hal serupa juga terjadi pada cowok yang tinggal di depan rumahnya.
••∞••
"Masih lembur?"
Wanita dewasa dengan tampilan blazer beserta kemeja polos biru gelap itu tengah di sibukkan dengan kerjaannya. Lantas sebuah anggukan menjadi jawaban.
"Tidak usahlah bekerja sampai selarut ini, masih ada besok untuk mengerjakannya." Pria dengan jas berwarna serupa dengan Adara berjalan menghampiri.
"Yah, mau bagaimana lagi? Besok siang udah harus presentasi. Kalo enggak di kerjain sekarang mau kapan." Adara menjawabnya.
Pria yang duduk di sofa tak mau mengganggu lebih dalam. "Memang susah jika sudah di kejar deadline dan Client."
"Yah, itu benar." Timpal Adara sangat menyetujui.
"Tapi ini sudah jam sepuluh malam. Mungkin putrimu sudah menunggumu pulang?" Mendengar kata 'putri' dan 'menunggu' membuat Adara berhenti berkutat dengan pekerjaan. Kepalanya terangkat dengan selintas bayangan Dita muncul di kepalanya.
"Tapi saya perlu kerja agar putriku bisa makan, bukan begitu?"
Pria disana mengangguk.
"
Saya benar-benar salut denganmu Adara." Walau ada perbedaan usia antara mereka, Tom bahkan tak ragu untuk memanggilnya nama.
Wanita itu hanya bisa tersenyum mendengarnya. "Perlahan-lahan saya belajar bahwa hidup lebih baik dijalani jika ada." Balasnya. "Saya menyadari bahwa tidak bereaksi terhadap setiap hal kecil yang mengganggu adalah bahan pertama untuk hidup sehat dan bahagia." Imbuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Girl
Teen FictionGADIS RUSAK Gadis yang patah, dia duduk sendirian, Kenangan telah membanjiri, Dia ingin merangkak ke dalam lubang, Dia tidak tahu harus mulai dari mana. Dia menangis dalam hati, sedikit hancur lagi. Dia berusaha keras untuk bernapas. Dia merasakan a...