Kamu tidak pernah menyadari betapa kesepiannya kamu, sampai hari itu tiba dan kamu punya banyak hal untuk dibicarakan dan tidak ada orang yang bisa diajak bicara.••••
"Hei kalian, sedang apa malam-malam seperti ini masih berkeliaran di luar. Terlebih kalian masih remaja."
Jelas Dita sama sekali tidak menggubris kehadiran polisi yang sudah keluar dari mobil lalu mendekati mereka. Ia hanya berusaha untuk membantu Rangga--korban Eilan tadi.
"Dia korban aniaya pak." Adu Dita pada polisi yang berdiri menjulang tinggi di sampingnya. "Tadi saya liat dia di keroyok sama banyak orang, makanya saya tolongin." Jelasnya.
"Di keroyok?"
Dita mengangguk atas pertanyaannya.
"Apakah kamu kenal dengan korban ini?" Tanyanya lagi, membuat Dita jelas menggeleng. "Lalu, tahu siapa yang mengeroyoknya?" Lagi, polisi itu bertanya.
"Umm ... Saya tahu sih pak, dia salah satu murid yang satu sekolah dengan saya, tapi hanya sebatas tahu saja, tidak terlalu mengenalnya." Jelas gadis itu berusaha tidak terpengaruh dengan suara introgasi si polisi.
"Baiklah, saya akan membawa anak ini ke rumah sakit, seterusnya akan saya antar dia pulang." Dita mengangguk lega jika polisi itu mau menolongnya. "Saya kebetulan sedang berpatroli, tidak sengaja menemukan kalian. Kamu sebaiknya cepat pulang, orangtuamu pasti khawatir anak gadisnya tidak ada di rumah." Polisi itu malah jadi menceramihnya pikir Dita.
"Baik pak polisi, terimakasih atas bantuannya." Ucap Dita tersenyum kaku, dan polisi itu hanya mengangguk sekali untuk balasannya.
••∞••
Kedua kakinya benar-benar di pacu sangat keras agar ia berlari tanpa henti. Tak ada celah yang dapat menghentikannya untuk terus berlari. Berulangkali kepalanya harus tertoleh kebelakang hanya untuk memastikan kedua orang yang mungkin sekarang sudah bertambah jumlah mengejarnya. Kaki Dita benar-benar tidak henti berlari. Detak jantung memacu begitu kencang seakan bisa meledak di dalam.
"Anjing, anjing."
Memang sudah sejak kecil ia keseringan mengumpat, hingga umpatan demi umpatan terus terlontar dari bibirnya.
"Entahlah brengsek."
Walaupun ia sudah berada di jalanan raya, namun orang-orang seakan tidak peduli padanya yang masih saja di kejar oleh segerombolan orang jahat. Kakinya sudah benar-benar bergetar lemas meminta berhenti. Harus kemana sekarang ia berlari?
Masuk kedalam sebuah gedung kosong hanya membuatnya bisa bernapas tak lebih dari dua menit. Para pengejar itu masih tak melepaskannya. Ia hanya bisa melompat dari jendela untuk keluar dari gedung kosong tak berguna yang sempat ia kira akan aman jika bersembunyi disana.
Kembali berlari dengan adrenalin yang memacu, Dita mencoba mengejar bus angkutan kota untuk bisa masuk kesana--berlari dari kejaran. Namun semakin kuat ia berusaha menggapainya, kakinya justru terasa semakin berat untuk melangkah. Bus kota yang ia kejar akhirnya melaju dengan kencang meninggalkan dirinya pada jalanan malam yang sunyi.
"Sial, sial--"
Berhenti di sebuah jalanan sepi, ia dilihatkan sebuah mobil terparkir di tepian jalan. Tak melewatkan kesempatan, ia berusaha bersembunyi masuk kedalam mobil itu.
"Yes, akhirnya."
Mendapati pintu mobil yang tak terkunci, ia masuk kedalam dan bersembunyi di kursi bagian penumpang di samping pengemudi. Dirinya benar-benar membungkuk berusaha tidak terlihat dari luar. Mencoba menetralkan detak jantung, keringatnya bercucuran dari dahi. Rasa dingin menyeruak hati saat mengetahui para pengejar itu berniat menghabisinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Girl
Fiksi RemajaGADIS RUSAK Gadis yang patah, dia duduk sendirian, Kenangan telah membanjiri, Dia ingin merangkak ke dalam lubang, Dia tidak tahu harus mulai dari mana. Dia menangis dalam hati, sedikit hancur lagi. Dia berusaha keras untuk bernapas. Dia merasakan a...