There are no words for this part°°°°
Hari sudah menjelang sore. Anye mengajak Adit dan Dita untuk segera bermalam di rumah neneknya. Langkah kaki Dita, dan Adit terus mengikuti Anye yang berjalan paling depan. Mobil di parkir kan sedikit jauh karna akses untuk mobil tidak masuk.
Bangunan rumah bernuansa Vila serba dari kayu berwarna coklat dengan tangga kayu sebagai jalan menuju pintu utama, terlihat sudah saat mereka bertiga berdiri berjajar di halaman. Sebuah halaman yang begitu luas, lebih mirip seperti taman, dengan pohon besar di sebelah kiri yang terdapat danau cukup besar. Hanya tas ransel yang mereka pakai. Tak banyak barang yang mereka bawa, hanya keperluan biasa berisi pakaian ganti dan alat-alat mandi masing-masing.
"Ini--lebih mirip Vila hantu yang ada di film-film." Bisik Dita yang berdiri di samping Adit. Dengan rambut yang di ikat tinggi, tentu Dita merasakan hawa dingin menusuk kulit lehernya.
"Kita gak salah tempat Nye?" Tanya Adit saat gadis itu hanya diam saja, ikut memandangi rumah neneknya yang sudah kelihatan tua.
Susana sore dengan angin pegunungan yang dingin sangat mendominasi. Langit yang sudah nampak kelabu mulai meneteskan rintik yang lebat.
"Sebaiknya kita masuk--"
Krieettt
Suara pintu utama yang terbuka perlahan-lahan sungguh cukup mengejutkan. Bahkan langkah kaki Anye yang sudah terangkat pun kembali berpijak tanah.
"Anjim. Gue kaget." Bisik Dita yang mengumpat begitu jelas.
Adit cukup mengelus dadanya menetralkan keterkejutan yang lumayan. Cowok yang berdiri jangkung di tengah kedua perempuan disana menatap sosok yang datang dari balik pintu. Seorang nenek tua, dengan rambut memutih seutuhnya cukup tergerai kriting. Sebuah kain batik menjadi bawahan yang di pakai, dengan baju putih atasannya.
"Itu neneknya?" Dita kembali berbisik, dan Adit menanggapi bisikan itu dengan kedua bahunya yang terangkat.
"Haha ... " Nenek tua itu terkekeh Lamat, dengan berjalan lebih depan dari pintu. "Ayoo, silahkan masuk kalian. Nenek sudah menunggu." Lalu kekehan itu terdengar lagi.
Sementara Anye, gadis itu diam untuk sesaat memperhatikan sosok wanita tua disana. Ia seperti tengah memikirkan sesuatu yang aneh.
"Ayo, ... Nenek sudah menunggu." Ucapnya kembali mengulangi, membuat ketiga remaja disana berjalan lamat menaiki tangga kayu yang seperti akan patah ketika di injak. Namun ternyata tidak, tangga kayu itu masih aman, hanya menimbulkan suara tak enak saat mereka melewatinya.
Lalu, suasana tak jauh berbeda saat mereka sudah berada di dalam. Udara yang terasa lembab dengan penampakan kursi goyang yang berada di pojok ruangan, berhasil membuat Dita merasa depresi melihatnya.
"Itu, kamar untuk kalian. Hanya ada satu kamar yang tersisa ... " Anye nampak sekali merasa anehnya. Masih ada dua kamar lagi yang tersisa seharusnya. "Ah ... Kamar yang kosong hanya tinggal ini, kamar yang lain terisi barang-barang yang sudah tidak di pakai." Lanjut nenek tua.
Adit dan Dita mengangguk saja memahami. Melonggokkan kepalanya untuk memindai sebuah ruangan yang akan mereka tempati untuk bermalam.
"Kalian ... " Suara nenek tua yang terdengar kembali, membuat ketiga remaja disana menatapnya. "Jika ada yang ingin keluar dari sini, hanya bisa untuk satu orang." Ucapan yang tidak di mengerti itu jelas menimbulkan tanya, terlebih dari Dita--yang merasa aneh sejak awal dengan nenek temannya ini, begitu juga dengan rumah kayu tua beserta kursi yang di pojok--oh ini cukup menyeramkan baginya.
"Kenapa?" Tahu-tahu Adit ternyata menatapnya sedari tadi, cowok itu seperti cemas padanya.
"Engga eh--neneknya Anye ... "
Adit yang mengerti akan tatapan mencari dari gadis itu segara bersuara. "Udah kembali ke kamarnya. Anye juga udah masuk ke kamar. Lo gak papa? Gue perhatiin daritadi lo keringetan." Ucapnya memberitahu.
"Ah, gue cape aja habis perjalanan." Jawabnya seraya menggeleng, mengusap pelipisnya yang benar berkeringat.
"Ayo kita istirahat." Ajaknya, mulai melangkah lebih dulu masuk kedalam kamar yang ternyata cukup luas.
Terdapat satu ranjang berukuran sedang, lalu satu jendela berkayu di seberangnya. Sebuah rak cermin juga menempati pojok ruangan. Dua kursi bersebalahan di sudut lainnya, dan satu tikar yang Adit temukan masih tergulung.
Anye diam sudah duduk di tepian ranjang. Sementara Dita meneliti ruangan, lalu berhenti pada bingkai jendela. Sekilas ia melihat Adit yang sedang menggelar tikar ntah untuk apa.
"Jendela ini," tak ada gorden yang menutupi membuat Dita melihat bagaimana angin di luar yang berubah begitu kencang. "Ternyata langsung menghadap ke pohon di tepian danau." Ucapnya.
Adit yang sudah selesai dengan pekerjaannya beberapa waktu tadi, kini mendekati Dita, mengikuti arah pandang gadis itu.
"Ouya Nye, danau itu--Anye." Panggil Dita ketika menoleh, karna gadis itu tak menyahuti. "Lo kok diem aja?" Tanyanya merasa heran.
"Apa Ta?" Sahutnya sekarang.
"Lo kayanya butuh istirahat juga." Ucap Adit pada Anye. "Gue perhatiin, lo juga jadi banyak diem ngelamun sendiri sejak kesini, bahkan gue liat lo enggak ngobrol atau sapa nenek lo, sekedar bertanya kabar?" Iya, ini aneh sekali.
Anye memeluk dirinya sendiri.
"Apa, lo juga ngerasain hal aneh sama kaya gue?" Tanya Dita begitu tertarik, dan mendekati Anye untuk duduk di sebelahnya.
Anye menggeleng. "Entahlah. Aku ngerasa asing sama nenek, bahkan untuk mengajaknya bicara seperti dulu, rasanya ragu. Aku juga ngerasa jadi berbeda sama tempat tinggal nenek ini." Ungkapnya.
"Apa lo juga ngerasa kalo rumah nenek lo ini angke--"
"Dita." Panggil Adit memperingati.
"Apa sih Dit?!" Gadis itu terlihat garang.
"Emang, terakhir lo berkunjung ke sini kapan?" Tanya Adit menatap Anye.
"Waktu gue masih SMP." Jawabnya, yang tentu mendapatkan reaksi mata lebar dari Dita.
"Anjim. Itu sih udah lama banget." Ucapnya benar-benar berlebihan sekali.
"Orang tua aku pernah ngajak berkunjung saat nenek sakit waktu itu, pas aku masih kelas sebelas, cuma aku gak ikut. Dan sekarang aku berkunjung atas inisiatif aku sendiri, ya walau dengan alasan ingin menenangkan diri di hari weekend Minggu ini. Cuma rasanya, aku ngerasa banyak perbedaan juga, ntah dari suasana rumahnya ataupun--nenek." Dita yang mendengar jelas penuturan cucu dari nenek tua tadi, hanya bisa menguatkan dirinya dengan berjalan kembali pada Adit.
Adit yang menyadari gelagat aneh temannya itu hanya menaikan sebelah alisnya.
"Gue merinding sumpah. Pulang aja yuk Dit." Ajak gadis itu berbisik pelan, tak mau di dengar Anye--yang merasakan detak jantungnya memompa keras di dalam.
Adit tak mengindahkan permintaan Dita. Cowok itu justru berjalan mendekati Anye, dan memintanya untuk tidur berbaring saja. Ia hanya berkata bahwa gadis itu mungkin kelelahan dengan perjalanan mereka, yang walau tidak di rasa jauh. Namun karna ia tak mau semakin banyak pikiran-pikiran aneh, terutama dari Dita--gadis itu benar-benar penakut dan parno-an sekali, hal yang baru ia ketahui.
"Lo tidur juga sama Anye." Titahnya pada Dita yang masih berdiri di dekat jendela. "Gue di sini aja." Cowok itu duduk pada tikar yang sempat ia sendiri bukakan di lantai kayu. "Udah tenang, gue jagain kalian di sini." Tambahnya.
Hari semakin larut dan malam pun tiba.
••∞••
PART SEVENTHEEN
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Girl
Teen FictionGADIS RUSAK Gadis yang patah, dia duduk sendirian, Kenangan telah membanjiri, Dia ingin merangkak ke dalam lubang, Dia tidak tahu harus mulai dari mana. Dia menangis dalam hati, sedikit hancur lagi. Dia berusaha keras untuk bernapas. Dia merasakan a...