🥀MDW-Pisah Kamar🥀

3.5K 92 0
                                    

"Mau apa kamu kemari?!" bentak Gave, saat melihat Lily masuk ke dalam kamarnya dengan masih memakai gaun pengantin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau apa kamu kemari?!" bentak Gave, saat melihat Lily masuk ke dalam kamarnya dengan masih memakai gaun pengantin.

Gadis itu menundukkan kepalanya semakin dalam, merasa takut, mendengar suara keras dari sang suami. "Kata mama, kamarnya di sini." jawabnya pelan, namun masih bisa di dengar.

"Tidak bisa! Pokoknya, aku tidak mau satu kamar denganmu. Keluar dari sini, kamu tidur saja di kamar pembantu!" suruhnya, sambil menunjuk ke luar.

"Tapi, aku tidak tahu dimana kamarnya." balas Lily, masih tidak berani mendongakkan kepala, barang sedikit pun, membuat Gave berdecak sebal.

"Ck! Kamu ini memang benar-benar merepotkan, cepat, ikuti aku!" pintanya, Lily pun mengikuti langkah besar Gave dari belakang, hingga tiba di depan sebuah kamar.

"Dengar, jangan pernah mengadu sama orang tua, kalau aku menyuruhmu tidur di kamar lain, ngerti kamu?!" peringatnya, Lily hanya menganggukkan kepala sebentar.

"Sebelum kamu tiduran, bersihkan dulu itu muka, seperti ondel-ondel saja." Habis berkata demikian, Gave beranjak pergi. Baru Lily bisa mengangkat kepala, ia menengok ke belakang, dimana punggung Gave sudah menghilang dari pandangannya.

Lily hanya bisa membuang nafas beratnya, kemudian masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri, barulah ia nanti membereskan barang-barangnya yang masih berada di ruang keluarga. Sedangkan orang tuanya, serta mertuanya sudah pergi, meninggalkan Lily bersama suaminya di rumah baru mereka.

Setelah beberapa saat, akhirnya Lily sudah selesai beberes. Ia melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 malam, sudah saatnya untuk makan malam. Lily beranjak ke dapur, dibukanya kulkas yang isinya banyak bahan makanan yang sudah diisikan oleh Fiona. Lily tersenyum melihatnya, ibu mertuanya memang sangat baik. Lily mengambil potongan ayam yang sudah di rebus, tinggal di goreng saja.

Setelah minyak panas, ia mulai menggoreng ayam tersebut, sekalian juga menanak nasi, tak lupa, ia memasak sayuran. Seperti biasa, tiap memasak, ia pasti akan selalu mencicipi makanannya sedikit agar mengetahui bagaimana rasanya. Lily mengulum senyum, berharap Gave dapat menikmati makanan yang sudah ia masak seenak mungkin. Tak lama kemudian, lauk-pauk sudah tertata rapi di atas meja makan, Lily pun melepas celemeknya, kemudian di gantung ke tempat semula.

Sebentar ia memantapkan hati untuk mengetuk kamar Gave. Saat sudah di depan pintu, hatinya menjadi bimbang. Ragu-ragu mengetuk pintu tersebut, Lily pun mendekatkan telinganya ke pintu, barang kali saja mendengar suara. Namun, hanya kesunyian saja yang ia dapatkan.

'Tok!

Dengan pelan ia mengetuk pintu tersebut, karena tak mendapatkan jawaban, kembali ia mengetuk untuk kedua kalinya, kali ini sambil menyebut namanya. Alhasil, mengundang suara seseorang yang berada di dalam.

"Ada apalagi sih?!"

Detak jantung Lily semakin berpacu lebih cepat, mendengar suara tegas dari sang suami.

"Makan malam sudah siap." jawabnya, terdengar agak gemetar.

'Cklek!

Pintu pun terbuka, menampilkan Gave yang awut-awutan. Nampak bahwa dirinya sangatlah lelah, sampai kantong matanya sangat jelas terlihat. Entah kenapa, secara spontan Lily menundukkan kepala lagi, sembari memainkan jari.

Gave tidak peduli akan hal itu, ia melongos pergi begitu saja, berjalan lebih dulu ke ruang makan. Lily menutup kembali pintu kamar suaminya, bergegas ia menyusulnya. Ketika sampai, Gave segera duduk, dilihatnya berbagai macam lauk-pauk di atas meja. Melihat Lily yang ingin duduk juga, cepat Gave menepuk meja, sehingga menimbulkan bunyi yang lumayan nyaring. Sontak, Lily terkejut, dan tidak jadi mendudukan dirinya.

Gave menatap istrinya begitu tajam, tidak ada sedikitpun rasa suka pada perempuan tersebut. "Aku tidak memintamu untuk duduk disini." tegasnya, mengolah Lily semakin tidak berani menatap langsung mata Gave.

"Maaf," Hanya itu yang bisa Lily lakukan, secara pelan ia berjalan mundur. Gave memutar kedua bola matanya jengah melihatnya, tanpa bicara lagi, sesendok makan berhasil masuk ke dalam mulutnya.

Lewat ekor mata, Lily dapat melihat Gave yang kini sudah mengunyah makanan buatannya, jantungnya berdetak lebih kencang, lantaran ekspresi yang ditampilkan laki-laki itu berubah seketika.

"Huwek!"

Dalam hitungan detik, Gave memuntahkan makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Lily tersentak kaget dibuatnya, lelaki itu segera bangkit berdiri. Ia melototkan matanya, memandang Lily yang kini badannya terlihat gemetar.

"Apa kamu tidak bisa memasak, hah?! Ini sangat asin!" ketusnya, sembari menunjuk ke arah lauk yang baru saja ia makan tadi.

Lily berusaha agar berani menatap suaminya, dan dapat dilihatnya wajah Gave yang nampak memerah, menahan amarah. "A-aku sudah mencicipinya tadi, dan rasanya enak, tidak asin." jawabnya, terbata-bata.

Rupanya, ucapan Lily berhasil memuncakkan amarah Gave. "MENCICIPI APANYA?! COBA KAMU RASAKAN SENDIRI!" Gave menarik Lily, memaksanya memakan makanan buatannya sendiri.

Lily mulai meneteskan air mata, ketika Gave memperlakukannya begitu kasar. Memaksanya untuk membuka mulut. Dengan emosi, Gave menyumpalkan makanan ke dalam mulut Lily secara brutal. Sekuat mungkin Lily berusaha melepaskan cengkraman kuat dari sang suami. Nihil, kekuatan Gave jauh lebih kuat ketimbang dirinya.

"KAMU RASAKAN SENDIRI BAGAIMANA RASANYA, ENAK KAMU BILANG?!" bentaknya nyaring, sambil masih terus memasukkan makanan ke mulut Lily yang sudah penuh. Mengabaikan tangisan dari istrinya tersebut.

Lily menggelengkan kepala, barulah Gave melepaskan cengkramannya. Lily langsung terjatuh ke bawah, mulutnya memuntahkan isi makanan tadi. Gave memandangnya begitu jijik, tak segan-segan ia menendang tubuh istrinya.

"Besok, masak yang benar!"

Lily menganggukan kepala, meski masih sesegukan. Barulah Gave beranjak pergi, meninggalkan Lily yang semakin terisak-isak dibuatnya. Padahal, perasanya makanan yang dibikinnya tidaklah asin.

Lily sangatlah yakin soal itu. Ia mengiyakan ucapan Gave yang mengatakan asin tadi juga terpaksa, karena tidak mau membuatnya semakin marah lagi, dan kapan saja bisa semakin lebih menyakitinya. Lily berusaha bangkit berdiri, ditatapnya meja makan yang berserakan, air matanya terus mengalir membasahi pipi. Ia sudah bersusah payah memasakan semua ini, tapi ternyata usahanya tidak dihargai.

Tidak ada rasa lapar lagi, Lily segera membereskan semuanya, sambil masih menitihkan air mata. Secara kasar ia menghapus cairan bening yang menghangati pipinya itu dengan punggung tangannya. Hatinya sangatlah sakit diperlakukan seperti tadi.

Baru kali ini ia disakiti secara fisik, bukan orang lain lagi menyakiti, tapi suaminya sendiri.  Seorang suami yang seharusnya menjaga dan menyayangi dirinya, ini malah sebaliknya. Orang tuanya saja tidak pernah memperlakukan Lily seperti tadi, suaminya malah begitu. Betapa perih hatinya, tidak bisa diucapkan dengan kata-kata lagi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Doll Wife [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang