🥀MDW-Cemburu🥀

2.6K 76 0
                                    

Setibanya di rumah, Gave membuang nafas kasarnya saat menemui mobil sang ibu terparkir di halaman rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setibanya di rumah, Gave membuang nafas kasarnya saat menemui mobil sang ibu terparkir di halaman rumahnya. Setyo menegur pemuda jangkung berjas itu, dan dibalas dengan senyuman simpul. Gave masuk ke dalam rumah, tanpa pikir panjang kedua tungkai kakinya bergerak menuju ruang makan. Didapatinya sang ibu serta istrinya lagi duduk di kursinya masing-masing, sambil mengobrol ringan. Dimana di atas meja makan sudah tersedia berbagai makanan, termasuk makanan kesukaannya, yaitu daging panggang.

Mendengar bunyi pintu dibuka, kedua perempuan itu kompak menoleh ke arah sumber suara. Senyum lebar langsung mengembang di kedua sudut bibir Fiona, ia segera bangkit dari duduknya untuk menghampiri putranya. Namun tidak bagi Lily, gadis itu masih saja duduk ditempatnya, tanpa mau menatap suaminya. Gave melirik ke arah Lily yang membuang muka darinya, pemuda itu tidak peduli jika istrinya marah kepadanya. Baginya, hal itu bukanlah masalah besar yang harus ditakuti.

"Ayo, Gave, duduk. Lihat, semua makanan ini bikinan istrimu, dia sangat pandai memasak," puji Fiona kepada menantunya itu, membuat Lily menjadi tersentak kaget.

"Bukan, ini kita berdua yang masak," sanggah Lily cepat.

Fiona terkekeh pelan mendengarnya, kemudian meminta Gave agar duduk di tempatnya. Selang beberapa menit tanpa obrolan, yang hanya terdengar suara sendok beradu piring sajalah, membuat Fiona berdehem sebentar untuk memecahkan kesunyian di ruangan tersebut.

"Kok diem-diem aja, kalian nggak ada masalah 'kan?" tanya Fiona, memulai topik pembicaraan.

Lily tidak menjawab, Gave membuang nafas panjangnya sebentar, kemudian menjawab pertanyaan sang ibu. "Enggak, Ma. Kami berdua baik-baik saja, iya 'kan sayang?" Gave menguraikan senyum paksa, kepada Lily yang lagi menatap dirinya.

"Iya," jawab gadis itu, sembari tersenyum palsu. Ia sendiri tahu, bahwa Gave sebenarnya tidak sudi memanggil dirinya dengan sebutan 'sayang' seperti itu. Jikalau bukan karena ada orang tuanya, tidak mungkin pemuda itu bersikap manis terhadapnya.

Fiona menghela nafas lega mendengarnya. "Syukurlah, terus gimana makanannya? Enak nggak?" Lagi, Fiona bertanya, yang diangguki oleh Gave.

"Gitu aja? Seharusnya kamu berterimakasih dong sama istrimu," ujar Fiona, mengolah Gave berdecak pelan. Lily yang sedari tadi memperhatikan suaminya itu sadar, bahwa Gave sedang dalam keadaan mood yang tidak stabil. Terlihat jelas dari raut wajah yang ia tunjukkan, tapi Fiona tidak terlalu memperhatikan hal sekecil itu.

"Makasih," balas Gave, tanpa melirik sedikitpun ke arah Lily. Bahkan, nada bicaranya pun terdengar ogah-ogahan, membuat dahi Fiona mengkerut.

"Kamu yakin tidak apa-apa? Atau ada yang terjadi di kantormu?" Pertanyaan ibunya barusan berhasil mengingatkan Gave pada apa yang dilihatnya saat dalam perjalanan menuju rumahnya tadi.

Gave tidak jadi memasukkan  makanan ke mulutnya lagi karenanya, lantaran teringat jelas saat itu tanpa sengaja ia melihat mantan kekasihnya sedang berpelukan di pinggir jalan, dengan seorang pria yang tidak ia kenal. Jujur saja, Gave sangat cemburu melihat Livy dekat sama laki-laki lain, selain dirinya.

Meskipun Livy yang notabe-nya sudah jadi mantan, tapi perasaan cinta itu masih membekas dalam hati juga pikirannya. Tidaklah mudah melupakan Livy, sebab dulu tak jarang mereka selalu berpergian berdua, saling bermesraan. Tapi kini, memori kebersamaan itu hanya tinggal kenangan.

Melihat putranya yang melamun, Fiona lekas mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Gave. "Gave, hei!" tegurnya. Hal itu sukses mengolah Gave terkejut, dan kesadarannya mulai kembali.

"Kamu kenapa melamun?"

"Tidak ada, tiba-tiba saja aku tidak enak badan. Aku mau ke kamar dulu," sahutnya, lalu bangkit dari duduknya. Tanpa bicara lagi, ia beranjak pergi begitu saja tanpa mau menghabiskan makanan miliknya.

"Lho, Gave!" teriak Fiona, memanggil. Tetapi putranya itu sudah menghilang dari pandangannya.

"Ly, coba kamu susul dia, mama jadi khawatir," pintanya kepada Lily. Gadis itu juga ikut cemas, takut terjadi sesuatu kepada suaminya itu. Tanpa pikir panjang, ia segera menyusulnya. Meninggalkan Fiona sendiri sambil memijit batang hidungnya sebentar.

Gave yang saat itu ingin memutar knop pintu kamar langsung tertahan, sebab tangannya langsung diraih Lily secara tiba-tiba. Pemuda itu menjadi terkejut karenanya, dan segera memberontak, membuat pegangan Lily terlepas dari tangannya.

"Jangan pernah menyentuhku!" ketusnya, disertai akan mata yang melotot tajam.

"Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat."

"Tidak usah sok peduli!" Disaat Gave memegang knop pintu, pandangannya langsung berubah jadi memburam. Sebisa mungkin ia menguatkan tubuhnya agar tidak ambruk, tetapi tidak bisa. Dalam sekejap ia ambruk, tak sadarkan diri. Lily panik dibuatnya, dikarenakan juga dirinya tidak sempat menahan tubuh suaminya, sehingga mengakibatkan kepala Gave bertubrukan dengan dasar lantai keramik, sehingga menimbulkan bunyi lumayan keras.

"MAMA TOLONG!" teriak Lily, sambil meletakkan kepala suaminya ke pahanya.

Fiona yang mendengar teriakan itu sontak terkejut. Tanpa basa-basi ia segera berlari ke arah sumber suara. Sesampainya dimana Lily berada, Fiona menutup mulutnya, melihat sang anak terbaring di lantai dengan wajah yang sangatlah pucat.

"Ya ampun Gave, apa yang terjadi?!" panik Fiona, sembari memeluk Gave.

"Aku tidak tahu, Ma, dia tiba-tiba pingsan," jawab Lily, tak kalah panik.

"Cepat panggil Setyo, kita harus ke rumah sakit sekarang!" titahnya, yang disanggupi Lily. Secepat mungkin Lily berlari keluar dan meminta Setyo agar membantu mengangkat Gave, agar segera dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Degup jantung Lily berdebar sangat kencang, takut terjadi sesuatu hal yang tidak-tidak kepada suaminya. Walaupun Gave tidak pernah menunjukkan kasih sayang kepadanya, tapi Lily tidak mempermasalahkan hal itu. Bagaimanapun juga, Gave sudah menjadi suami sahnya.

"Sayang, bangun, Nak." Fiona terisak, sembari mengusap pipi putranya.

Kini, mereka berempat lagi berada di dalam mobil, sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, disertai akan perasaan was-was. Tanpa sadar, Lily turut menitipkan air matanya. Rupanya, ia telah jatuh hati pada pemuda itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Doll Wife [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang