Hari telah menjelang pagi, bunyi kokok ayam jantan dapat terdengar dari kejauhan. Burung-burung pada mengepakkan sayap kecilnya, meninggalkan tempat ternyaman mereka. Embun pagi membasahi dedaunan, meninggalkan hawa yang sejuk. Terlihat ada beberapa genangan air di jalan yang berlubang, bekas air hujan yang terjadi subuh tadi.
Sorot dari cahaya matahari, merembes masuk ke sela-sela jendela kamar. Kedua pasangan pasutri baru itu masih terlelap di kasur yang sama. Bunyi burung yang bersiul di atas genteng, mampu membangunkan si pemilik rumah.
Gave, perlahan membuka kedua matanya. Pandangannya buram, beberapa kali ia mengerjakan mata, hingga bisa menyesuaikan pencahayaan. Kini, pandangannya jernih kembali, kesadarannya belum pulih total. Lelaki itu lekas merubah posisi jadi duduk, merenggangkan tangan sambil menguap sebentar, menyisakan sedikit air mata. Disaat dirinya berpaling wajah ke samping, ia terkejut bukan main, sebab melihat Lily yang masih tertidur di sebelahnya.
"HEI, BANGUN!" teriak Gave. Baru saja bangun dari tidur nyenyaknya, ia sudah dibuat emosi. Nampak jelas urat-urat di lehernya pada timbul, serta wajah yang terlihat memerah.
Karena teriakannya itu, Lily tersentak kaget. Ia langsung terbangun, sembari mengucek-ucek kedua matanya, setelahnya, ia bisa melihat dengan jelas raut murka dari sang suami. Lily merasakan sakit kepala, lantaran terkejut bangun. Ia juga bisa merasakan kemarahan dalam diri, Gave.
"KENAPA KAMU TIDUR DISINI?! BUKANNYA SUDAH KU BILANG, AKU TIDAK MAU SEKAMAR DENGANMU!" Amarah Gave sudah meluap-luap, deru nafasnya juga berada di luar batas.
"Kamu salah paham, tadi malam kamu sendiri yang memegang tanganku, dan bilang, jangan pergi," terang Lily, jujur. Kenyataannya, Gave tidak percaya, emosinya semakin dibuat ke ujung tanduk.
"ALASAN, BILANG SAJA KALAU KAMU ITU PENGEN TIDUR DISINI, IYA, KAN?!" bentaknya, lagi. Kedua mata lelaki itu melotot tajam, seakan mau keluar dari tempatnya, dimana tangannya sudah mengepal kuat.
"Aku tidak bohong, Gave," kata Lily, berusaha meyakinkan. Sayangnya, Gave tipe orang yang keras kepala, dan tidak mudah percaya begitu saja, tanpa ada bukti.
"AKU TIDAK PERCAYA, KELUAR DARI SINI, DAN JANGAN PERNAH LAGI MENGINJAKKAN KAKI DI SINI!" Gave turun dari atas kasur, setelah menyibak selimutnya kasar.
Tanpa pikir panjang, Gave menarik kasar pergelangan tangan Lily. Menyeretnya, bagaikan menyeret hewan, hasil dari perburuan. Gadis itu mencoba untuk berdiri, tetapi Gave terus menariknya, membiarkan tubuh Lily bergesekan dengan lantai.
"Maafkan, aku. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi." Lily mulai terisak, dirasakannya sakit pada pergelangan tangannya, yang di cengkram kuat oleh laki-laki itu.
"Berisik!" ketusnya. Di depan pintu, bagaikan melempar sampah, Gave mendorong tubuh Lily begitu kuat. Meninggalkan tanda merah, bekas cengkraman di pergelangan tangan gadis itu.
Lily tersungkur ke lantai, ditatapnya Gave dengan air mata yang tertahan di sudut mata. Dimana lelaki itu tengah memasang wajah angkuh. Menatap Lily begitu hina, layaknya seorang rendahan yang tidak bisa mendapatkan harga diri.
"Dengar baik-baik, mulai detik ini, kalau kamu masih saja berani masuk ke dalam kamarku, aku akan memberikan hukuman berat untukmu. Untuk sekarang, hukumanmu bersihkan rumah ini dua kali, sampai benar-benar bersih, aku tidak mau melihat ada debu sedikitpun, baik itu di pagar sekalipun. Ngerti, kamu?!" bentaknya, memberikan hukuman, serta ancaman.
Gadis itu menganggukkan kepala, patuh, dirinya bagikan sebuah boneka yang diperalat oleh Gave. Tidak bisa berbuat apa-apa, selain menuruti kemauan dari suaminya itu. Lily berusaha agar tetap tegar, supaya rumah tangganya terus berjalan.
"Tunggu apalagi? Sana, kerja!" Tanpa ragu, Gave menendang tubuh Lily. Mengakibatkan gadis itu kesakitan, sampai air matanya lolos begitu saja. Tak merasa bersalah, Gave menutup pintu kamarnya, kencang. Menghasilkan bunyi yang nyaring di telinga.
'Sudah Lily, kamu harus kuat,' batin Lily, perlahan dirinya bangkit berdiri, sambil menyapu pelan air matanya yang luruh. Sebentar ia menatap lekat pintu berwarna kecoklatan tersebut, dan berlalu pergi.
Saat tangannya ingin memutar knop pintu kamarnya, ia teringat akan sesuatu, yaitu lupa untuk memasak pagi ini. Diliriknya jam bulat yang menempel di atas dinding, menunjukkan pukul 06.30 WIB. Itu berarti, sebentar lagi Gave akan berangkat kerja. Lily langsung bergerak cepat, ia berlari kecil ke dapur agar sempat memasak.
Sementara jam masih terus bergerak, rupanya tidak ada waktu untuk memasak ikan ataupun lauk lain. Terpaksa, Lily hanya membuat telur ceplok dua butir, serta memasak nasi goreng, yang tidak menghabiskan banyak waktu. Dan benar saja, tepat ketika Lily meletakkan sepiring nasi goreng, serta telur ceplok di atasnya, Gave sudah memunculkan diri, dengan sudah memakai pakaian lengkap, berupa dasi merah yang menggantung di lehernya.
Ia menarik kursi tersebut, hingga menimbulkan bunyi decitan dari pergesekan antara kayu dan keramik. Lily menggigit bibir bawahnya, takut jikalau Gave masih tidak menyukai buatannya. Sudah dua sendok nasi goreng dilahap oleh lelaki itu, tanpa menunjukkan ekspresi tidak suka ataupun ingin mengeluarkan sumpah serapah. Ia lanjut memakannya, sampai habis, dan meminum secangkir air putih. Diambilnya tissue untuk mengelap bibirnya yang berminyak sedikit, sebentar, lalu diletakkannya ke atas piring kotor.
"Ingat, jangan lupakan hukumanmu, bersihkan rumah ini dua kali!" peringatnya, sembari menampilkan sorot matanya yang tajam.
Lily cuma mengangguk pelan. "Iya, hati-hati di jalan, jangan ngebut," ucap Lily, seraya menguraikan senyum simpul. Disaat dirinya ingin menyalim tangan sang suami untuk berpamitan, laki-laki itu tidak mengindahkannya. Pemilik tubuh kekar itu berpaling begitu saja darinya, bunyi sepatu yang beradu dengan keramik itu mengiringi tiap langkahnya.
Lily hanya bisa menghela nafas panjangnya sebentar. Kemudian memandangi sebuah piring yang tadinya berisi makanan, sudah ludes tak bersisa. Ia tersenyum begitu saja, ada rasa senang dan bangga bercampur menjadi satu di hatinya, sebab kali ini, Gave mau memakan masakannya yang tidak seberapa itu.
"Akhirnya, dia mau makan juga. Oke, setelah makan, aku akan membersihkan rumah ini sampai sebersih mungkin, semangat, Lily!" Gadis itu mengangkat tangannya yang sedang mengepal kuat. Ia semakin semangat menjalankan hukuman yang diberikan oleh suaminya. Dan berharap, Gave akan kagum dengan hasilnya nanti.
Lily segera duduk, dan memakan porsi miliknya sambil sesekali tersenyum. Betapa bahagia dirinya pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Doll Wife [End]✓
RomansaStory 7 Lily Ainsley Abigail, seorang gadis dari anak sang pembantu dinikahkan dengan anak dari seorang yang memiliki kekayaan berlimpah. Kalingga Gave Nagendra, adalah putra sulung dari marga Nagendra, yang dijodohkan dengan Lily. Dikarenakan adany...