🥀MDW-Sakit Hati🥀

2.7K 69 0
                                    

'Cklek!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Cklek!

"Huh, lama sekali, ngapain aja ka---" Gave tidak meneruskan ucapannya, lantaran dirinya terperangah ketika memutar badan ke belakang, dan menjumpai Emily bersama Livy tiba-tiba saja ada di dalam ruangannya. Dimana di tangan Emily terlihat sedang menenteng bingkisan buah.

Emily lekas berlari kecil, diletakannya bingkisan itu ke atas meja, kemudian memeluk Gave dengan ekspresi cemas. "Ya ampun Gave, kamu tidak apa-apa 'kan?" tanyanya, lalu melepaskan pelukan itu.

"Tenang, aku baik-baik saja, seperti yang kamu lihat."

"Syukurlah, memangnya kenapa kamu bisa sampai pingsan?" tanya Emily, sambil menarik kursi untuk duduk.

"Cuma kecapean," jawab Gave, tanpa melirik ke arah Livy yang sedang menatapnya lekat.

"Ngomong-ngomong, darimana kamu tahu kalau aku lagi di rumah sakit?" Emily tersenyum kecil menanggapi pertanyaan itu.

"Tante Fiona yang kasih tahu, soalnya tadi aku ke kantormu tapi kamu nggak ada. Kata sekretaris, kamu udah pulang, makanya aku telfon ternyata nggak diangkat. Ya sudah, aku pergi aja ke rumahmu, ternyata kata tante Fiona kamu lagi dirawat di rumah sakit. Sekalian aja aku ajak Livy buat jenguk kamu, nggak papa 'kan?" Emily menjelaskan, yang disambut Gave berupa helaan nafas panjang sejenak. Ia sudah menduga kalau yang memberitahu dirinya tengah dirawat itu tidak lain ibunya seorang.

"Memangnya, apa ada hal yang ingin dibicarakan?"

"Ah enggak, aku cuma pengen ketemu sama kamu aja," balas Emily, sambil terkekeh pelan sebentar.

Sebetulnya Emily mendatangi ke kantor Gave tidak lain hanya ingin mengajaknya agar datang ke rumahnya malam ini, tidak lain tujuannya ialah ingin mempersatukan Livy agar kembali berhubungan dengan Gave. Tetapi, laki-laki itu malah jatuh sakit, terpaksa Emily harus menunda pertemuan itu malam ini. Dan menunggu sampai sahabatnya itu benar-benar sehat. Juga, Fiona tidak dikasih tahu oleh Emily, kalau ia mengajak Livy untuk datang bersama menjenguk Gave di rumah sakit. Semisal Emily memberitahukannya ke Fiona, sudah pasti Fiona tidak mengijinkannya.

"Uhuk ... uhuk ... uhuk." Gave tiba-tiba saja batuk, segera Livy berinisiatif ingin mengambil lebih dulu secangkir air putih di atas meja, tepat disampingnya berdiri.

Tanpa sengaja kakinya malah tersandung kaki meja, menyebabkan dirinya terjatuh tepat di atas tubuh Gave. Hal itu mengakibatkan mereka berdua saling bertatap-tatapan dalam jarak yang begitu dekat. Detak jantung Gave semakin berdetak lebih cepat, tatkala sorot mata dari wanita itu betul-betul memikat hatinya. Bukan hanya laki-laki itu yang merasakan jantungnya meletup-letup bagikan kembang api, melainkan Livy juga merasakan hal yang sama, sampai-sampai kedua pipinya bersemu merah.

Dibalik ketegangan kedua pasangan yang sudah lama sirna itu, diam-diam Emily tersenyum lebar, inilah pemandangan yang sebenarnya ia tunggu-tunggu. Di luar, Lily baru saja selesai mencuci tangan. Terlihat kedua sudut bibir gadis itu terukir senyum manis. Tanpa basa-basi, ia membuka pintu dimana suaminya lagi istirahat. Tepat pintu terbuka lebar, senyum yang menghiasi bibir Lily seketika sirna dalam sekejap. Ia membeku di tempat, menatap langsung suaminya lagi beradu tatap dengan perempuan lain.

Cemburu? Tentu saja. Istri mana yang hatinya tidak sakit ketika melihat orang yang dicintainya begitu dalam memandang wanita lain selain dirinya. Atas bunyi decitan pintu, mengakibatkan ketiga orang di dalam ruangan itu menoleh ke arah sumber suara. Livy segera membetulkan posisinya seperti semula, kemudian menyelipkan anak rambut ke telinganya. Gave berdehem sebentar, upaya menghilangkan suasana canggung tadi. Meski sudah tidak saling berdekatan seperti tadi, tetap saja jantung keduanya masih berdebar-debar.

"Eh, ada Lily. Ngapain diam disitu? Sini duduk," suruh Emily, sembari melemparkan senyum ramah.  Lily menatap perempuan itu, kemudian membalasnya berupa senyuman juga.

Lily berjalan mendekati ketiganya, dimana ia memandang Gave dengan tatapan sendu. Tetapi lelaki itu tidak peduli, malahan ia membuang muka, menatap ke luar jendela. Nampak hujan sudah mulai mereda, menyisakan gerimis-gerimis kecil, dan meninggalkan cipratan air hujan yang masih melekat di kaca jendela.

"Gimana kabarmu? Senang kita bertemu lagi," ujar Emily, masih tersenyum, tapi tidak bagi Lily.

Tanpa sengaja ekor mata Lily saling bertamu dengan mata Livy. Dari sorotan mata yang tajam dan sinis, sudah jelas mengatakan bahwa Livy tidak menyukai gadis itu. Ada perasaan kesal di dalam hatinya, mengingat Lily satu rumah dengan Gave. Baginya, meskipun Lily itu notabe-nya sebagai pembantu, tetapi bisa saja Gave terpikat pada Lily, sebab gadis itu memiliki wajah yang rupawan dan umurnya masih muda. Bisa dikatakan kalau Livy merasa kalah saing akan kecantikan di antara mereka berdua.

"Baik, kalau kamu?" tanya balik Lily, setelah mengalihkan pandang ke arah Emily.

"Alhamdulillah, baik."

"Ah, iya, ini diminum dulu." Livy mengambil sacangkir air putih yang tidak sempat ia ambil tadi. Baik Emily, juga Lily memperhatikan Livy yang menyodorkan minuman itu ke Gave.

Lelaki itu menerima minuman itu, sambil menatap lekat Livy. "Thanks," ucapnya, tanpa mengalihkan pandang ke lain tempat. Seakan-akan tatapan Livy itu berhasil menghipnotis dirinya sampai tidak berkedip.

Lily mengawasi suaminya yang sangat jelas menunjukkan gerak-gerik dari tubuhnya, bahwa ia seperti menyimpan rasa pada Livy. Dilihatnya Emily lagi menutup mulutnya yang tengah tersenyum. Tentu saja hal itu membuat prasangka timbul dalam benak Lily.

'Ada apa ini sebenarnya?' tanya Lily dalam hati. Hatinya semakin dibuat sakit, ketika Livy menyapu sisa air dari bibir Gave.

Lelaki itu membeku di tempat, sudah lama sekali ia tidak diperlakukan seperti ini oleh wanita itu. Sungguh, ia merindukan perlakuan lembut Livy kepadanya. Jika bisa Gave memainkan waktu, ingin selamanya ia terus bersama dengan mantan kekasihnya itu.

Lily menatap suaminya yang bagaikan kena sihir dari wanita tersebut. Tanpa menyadari bahwa Livy sebenarnya lagi tersenyum meremehkan, dimana sesekali dirinya melirik ke arah Lily yang kini juga lagi menatap ke arahnya. Segera Lily membuang pandang ke sembarang tempat, gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya ke bawah, sembari menggigit bibir bawahnya. Menahan buliran air mata agar tidak merembes membasahi kedua pipinya. Rasa cemburu berhasil membuat hatinya panas, melihat Lily seperti itu, mengolah Livy semakin puas.

'Mampus,' batin Livy, begitu senang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Doll Wife [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang