🥀MDW-Ribut di Pagi Hari🥀

3K 70 0
                                    

Pada keesokan harinya, sudah pagi-pagi sekali Lily menyiapkan makanan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada keesokan harinya, sudah pagi-pagi sekali Lily menyiapkan makanan. Kali ini, ia sudah mencicipi rasanya agar tidak keasinan seperti malam tadi. Ia segera mengambil pel dari dalam kamar mandi, dan mulai mengepel ruang makan lebih dulu.

"Ah iya, aku belum membangunkannya." ucapnya ke diri sendiri. Saat ingin beranjak, orang yang dimaksud sudah menghampiri ruang makan, dengan memakai setelan jas yang lengkap.

Gave menatap Lily dari bawah sampai atas, seperti sedang mengintimidasi. Lily yang diperhatikan seperti itu menjadi kikuk, namun, ia tetap mengembangkan senyum.

"Apa kamu belum mandi?" tanyanya, sembari menutup hidung menggunakan jas.

Senyum Lily seketika pudar, ia mengendus-endus badannya sendiri. Memang, karena terlalu sibuk mengurus rumah, ia belum sempat untuk membersihkan diri. Lily menganggukan kepalanya lemah.

"Pantes saja awal masuk ke sini aku mencium bau busuk. Apa kamu itu tidak bisa mandi pagi?! Baunya sangat menyengat, pagi-pagi sudah merusak mood-ku. Aku tidak mau memakan bikinanmu kalau kamu belum mandi seperti ini. Semua makanan ini pasti banyak kumannya, lebih baik aku makan di luar yang terjaga kebersihannya." ucapnya, memaki.

Lily menundukkan kepalanya ke bawah. "Maaf," sesalnya.

Gave berdecak, di pagi hari ini emosinya sudah dibuat naik ke ubun-ubun. Tak ragu-ragu, ia menendang ember berisikan air kotor bekas pel. Sontak saja Lily terkejut dibuatnya, air itu berhasil mengenai kakinya yang tidak mengenakan alas kaki.

"Air itu, pantas digunakan untukmu mandi." Habis berkata demikian, Gave melongos pergi begitu saja, sambil memegang tas kantornya. Meninggalkan Lily yang sudah berurai air mata, tanpa ada rasa bersalah, Gave sama sekali tidak ada niatan untuk menengok ke belakang sedikitpun.

"Sabar Lily, kamu jangan cengeng seperti ini." gumamnya. Sebenarnya bisa saja ia mengadu ke orang tuanya, tetapi ia tidak mau membuat beban pikiran mereka semakin bertambah. Lagipula, ia sudah berjanji kepada orang tuanya, akan berusaha mempertahankan pernikahan ini sampai seumur hidupnya.

Lily sendiri juga tidak akan menyangka, bahwa pernikahan ini membawakannya ke lubang neraka. Awalnya Lily juga menolak perjodohan ini, namun, apa boleh buat, ini kemauan ibunya. Ia tidak bisa membantah ucapan sang ibu, mau tidak mau, ia menerimanya.

Cepat Lily menghapus kasar air matanya yang masih bersisa di sudut mata. Bergegas ia menyelesaikan mengepel lantai di rumah yang terbilang besar ini.

Sebetulnya, Fiona menawarkan agar mempekerjakan pembantu saja, akan tetapi, ditolak langsung oleh Gave. Tanpa sepengetahuan Lily, ia mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan pembantu, dengan alasan, semisal ada pembantu, Lily hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa-apa. Fiona juga mengatakan semisal Lily saja yang beberes sendirian, sudah pasti ia akan kecapekan.

Bukan Gave namanya kalau kemauannya belum tercapai, maka ia akan menyerah begitu saja. Ia meyakinkan sang ibu, kalau dirinya akan senantiasa memperhatikan istrinya, semisal capek, maka harus menyuruhnya beristirahat. Kebohongan terbesarnya ialah, ia mengatakan bahwa dirinya akan membantu sang istri, supaya hubungan mereka juga semakin dekat. Pada ujungnya, Fiona mempercayai ucapan putranya itu.

Selesai beberes rumah, Lily langsung membaringkan diri ke sofa. Dapat dirasakannya punggung yang pegal karena sedari subuh tidak ada beristirahat, tak butuh waktu lama, ia kembali mencuci pakaian yang menumpuk di ember cucian. Lebih cepat jika menggunakan mesin cuci, sayangnya, tidak ada mesin cuci di rumah. Padahal, Gave bisa saja membelinya sekarang juga. Namun, lelaki itu sengaja tidak membelinya, supaya Lily melakukan semuanya dengan sendiri. Fiona juga ingin membelikan mesin cuci, saat pertama kali mengangkut barang-barang ke rumah ini, lagi-lagi Gave menentangnya, tentunya dengan alasan yang mampu mengelabui ibunya.

***

Di kantor, tidak biasanya Gave mengacuhkan sapaan dari para karyawan di sana. Semenjak menginjakkan kakinya di kantor, raut wajahnya sangatlah datar, tidak ada senyuman yang menghiasi bibir, membuat para bawahannya menjadi keheranan. Beberapa orang yang awalnya ingin menyapa, langsung mengurungkan niatnya. Lantaran ekspresi yang ditampilkan Gave, seolah-olah siap menerkam siapa saja yang mengganggunya.

Langkah kaki yang panjang dari pria bertubuh jakung itu mengarah ke ruangan pribadinya. Di depan pintu berwarna kecoklatan itu terdapat papan nama yang bertuliskan:

KALINGGA GAVE NAGENDRA
JABATAN: DIREKTUR UTAMA

Langsung saja ia masuk ke dalam ruangannya, kemudian duduk di kursi ergonomis yang dingin karena belum ditempati. Gave membuka laptop sambil berdecak pelan, sebab laptopnya ternyata kehabisan baterai. Segera ia mencari charger yang lupa dimana letaknya.

"Sialan, dimana sih?!" Bagi Gave hari ini sangat memuakan. Emosinya yang belum reda semakin bertambah kuat karena tidak menemukan benda penambah daya tersebut.

Disaat lagi sibuk-sibuknya mencari charger, ponselnya berdering di dalam saku jas. Gave memukul meja lumayan keras, kemudian mengangkat telepon tersebut dengan marah.

"APA?!"

"Gave ... Kamu kenapa tiba-tiba marah?"

Raut wajah Gave langsung berubah menjadi kaget, ia mengecek nama panggilan tersebut, seketika kedua bola matanya melotot sempurna. Sebab yang menelponnya adalah teman dekatnya, yang bernama 'Emily.

Gave seakan merutuki dirinya sendiri karena tidak mengecek terlebih dahulu. Ia hanya bisa memijat batang hidung sebentar, kemudian menjawab, "Oh, maafkan aku. Aku hanya sedikit kesal karena ada masalah di kantor. By the way, ada apa? Apakah ada masalah?"


Dari sebrang sana terdengar helaan napas yang lumayan jelas. Hingga baru terdengar suara dari Emily lagi.

"Iya, ada masalah. Aku akan ke kantor kamu sekarang. Oh iya, aku ingin memberimu makanan. Kebetulan aku lagi berada di restoran ku."

"Ah, terimakasih. Maaf, jadi merepotkan."

"Tidak, aku yang ingin memberinya padamu. Kalau begitu aku berangkat dulu, bye!"

Telpon dimatikan, Gave menghela napas panjang. Kemudian kembali mencari charger dengan perasaan lumayan tenang sekarang. Beruntung saja ia sudah menemukannya, dan kembali duduk ke kursi untuk memulai pekerjaan sebelum Emily tiba d kantor.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Doll Wife [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang