Setelahnya

1.4K 172 13
                                    

**

11.00 AM

Jevan memakirkan motornya pada garansi rumahnya. Hari ini minggu, pantas saja dia melihat mobil Ayah dan Ibunya berada dirumah. 

"Dari mana kamu Jevan?" Suara sang Ayah menginterupsi Jevan yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Lelaki itu menoleh pada Ayahnya, "Habis nginep dirumah Regan." Jawabnya singkat.

"Balapan lagi kamu?" Jevan mengangguk. Malas untuk mencari alasan, lagi pula mau berbohong sekalipun Ayahnya pasti sudah tau.

"Berita kamu balapan bulan lalu itu belum cukup bikin jelek nama keluarga? Kenapa masih diulang?" Jevan hanya diam. Ia lelah sekali dan  terlalu malas untuk mendebat Ayahnya. 

Hardi Diratama, Ayah Jevano. Lelaki itu memang dikenal sangat disiplin, sejak kecil Jevano sudah memiliki banyak aturan. Misalnya hal simpel seperti hobi apa yang harus ia tekuni, semuanya sudah diatur oleh Ayahnya. Ia diajarkan untuk bermain piano padahal Jevan lebih suka gitar. Dirinya diikutsertakan dalam les renang padahal minatnya adalah basket. Semua yang ada dihidupnya, adalah aturan sang Ayah.

Termasuk menekuni bidang bisnis untuk kuliahnya sekarang, padahal yang ia inginkan adalah arsitektur. Meskipun nakal, Jevan akan menjadi anak yang cukup penurut dirumah. Apalagi pada Ibunya. 

"Jawab! Sampai kapan mau bikin jelek nama keluarga kamu! Bikin malu Ayah sama Bunda!!"

"Maaf." Hanya itu yang Jevan ucapkan. Sekali lagi, ia lelah dan malas berdebat. 

"Kam-" 

"Haishhhh udah ah diem jangan ribut-ribut. Jevan sana mandi terus istirahat." Ucap Fani memotong perkataan suaminya. Jika tidak, perdebatan itu mungkin akan berlangsung sampai sore.

"Belain aja terus anakmu, makin lama makin nggak jelas hidupnya." Jevan mengabaikan perkataan itu kemudian melangkah ke lantai atas. Jika tau Ayahnya sedang ada dirumah mungkin ia lebih memilih untuk pulang ke apartementnya tadi, atau justru dia diam saja terus di toko Gauri.

Di dalam kamar Jevan tidak segera mandi, lelaki itu malah berguling di kasur kemudian membuka ponselnya. Sebelum pulang tadi ia sempat mampir ke toko kue milik neneknya kemudian mengirimkan beberapa kue untuk Gauri. Seharusnya sudah sampai dan wanita itu pasti akan segera menghubunginya.

Dengan penuh senyuman Jevan menunggu pada kolom chat milik Gauri. Foto profil perempuan itu sudah terlihat, berati nomornya sudah disimpan kan?

Benar saja, tidak lama Gauri mengirimkannya pesan. Gadis itu bilang jika ia menyukai kue yang Jevan kirim. Senyumnya semakin lebar, sepertinya jalannya akan terbuka lebar. Ia sudah memutuskan akan mulai mendekati Gauri.

"Ngapain di tunda-tunda ntar keburu dia digondol orang, gue kan bukan sekte si Regancok." pikir Jevan.

Mungkin mulai saat ini, toko Gauri akan menjadi tempat favorit yang akan sering dia kunjungi. Mau tidak mau gadis itu akan menerimanya kan? Mana mungkin mengusir pelanggan?

~~

Siang itu waktu menunjukkan pukul 2. Gauri baru saja selesai mengirimkan semua pesanan gelasnya. Sekarang gadis itu sedang duduk sambil meminum segelas air putih, tangannya meraih kotak kue yang tadi dikirimkan Jevan. 

Lelaki itu tadi berkata jika ia sengaja mengirimkan kue sebagai ucapan terimakasih. Kuenya cantik, dan rasanya juga enak. Gauri menyukainya.

Namun ingatannya kembali berputar pada pesan Jevan beberapa jam lalu. 

"Hati gue aneh setelah ketemu lo." Pesan lelaki itu.

Gauri heran. Aneh kenapa? Memangnya dia membawa penyakit hati?

PotteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang