~~
Sudah seminggu sejak kejadian makan malam di rumah Jevan, hari ini Gauri menjalani harinya seperti biasa. Bedanya sore nanti ia sudah membuat janji untuk bertemu Johny, kakak sepupunya itu menyanggupi dan berkata akan datang ke toko.
Sejujurnya tidak ada hal urgent yang perlu Gauri bicarakan, gadis itu hanya ingin meminta mereka untuk berhenti ikut campur urusan pribadinya.
"Berati nanti lo nggak pulang bareng kita?" Tanya Nindi setelah tadi Gauri berpamitan akan bertemu dengan sepupunya.
Gauri menggeleng, "Enggak. Kalo mau pulang aku bisa naik taksi, atau minta Bang Jo anterin kok. Tenang."
Nindi mengangguk paham, "Tapi inget Ri jangan terlalu gimana-gimana sama Bang Jo, dia tuh cuma mau yang terbaik aja buat lo. Nggak mau ada yang nyentuh adeknya."
"Iyaa, aku juga nggak akan ngapa-ngapain. Mana berani sih orang dia badannya gede gitu."
"Yakin tapi nggak mau ditemenin?" Kali ini Winola yang bertanya, sekedar memastikan. Karena biasanya jika seperti ini Gauri akan minta ditemani.
"Yakin." Jawab Gauri mantap. Gadis itu kemudian beralih menatap Yessa yang terlihat sangat serius membuat gelas.
Beberapa jam yang lalu memang Jevan dan Taksa serta teman-teman mereka lainnya pamit untuk pergi ke sirkuit. Entah untuk apa, sehingga Yessa ikut menunggu disini bersama mereka sampai nanti Taksa menjemputnya kembali.
"Gauri ini nanti bisa dibawa pulang?" Tanya Yessa menunjuk keramik setengah jadi diatas meja.
Gauri mengangguk, "Bisa. Tapi nggak sekarang, soalnya nanti harus dikeringin dulu. Kalo mau lusa bisa aku titipin Jevan atau mereka." ia menunjuk Nindi dan Winola yang duduk manis sambil memakan brownis.
"Yahhh berati nggak kering hari ini ya? Gue pengen gambarinn."
Winola berdecak sebal, "Mana bisa njirr, lumayan lama tuh keringnya. Apalagi sekarang noh almari pengeringnya masih penuh sama pesenan lain."
"Yaudah deh lusa gue kesini lagi aja buat gambarin ini." Balas Yessa kemudian.
"Emang mau digambar apa?"
"Yessa love Taksa."
Winola bergidik ngeri, "Bucin lo udah kronis."
Yessa mengendikkan bahunya acuh, tidak perduli. Memang faktanya ia bucin dengan Taksa, dan itu terbalas. Jadi tidak masalah.
"Btw Sa masalah si Serena kemaren gimana? Jadinya drop out?" Nindi memulai topik lain. Kelanjutan kasus keluarga Serena sejujurnya sangat membuat penasaran, namun Gauri selalu melarang mereka mencari tau lebih jauh.
"Ohh iya Serena. Gauri dia bilang ke gue mau ketemu lo, tapi nggak mau ada Jevan." Bukannya menjawab pertanyaan Nindi, Yessa justru membawa topik yang lebih mengejutkan.
"Ngapain?? NGGAK BOLEH." Winola yang menjawab, "Gauri nggak boleh ketemu titisan lampir kayak dia."
Gauri mengernyitkan dahinya bingung. Memangnya untuk apa Serena meminta bertemu? Selama ini mereka tidak pernah terlibat urusan langsung, Gauri juga tidak pernah secara terang-terangan mendeklarasikan permusuhan.
Dan apa katanya tadi? Tanpa Jevan? Mana bisa, sudah bisa dijamin 100% Jevan pasti tidak akan mengizinkan Gauri pergi sendiri.
"Mau ngapain?" Tanya Gauri pada akhirnya.
Yessa menggeleng, "Gue liat dia sempet ngejar-ngejar Jevan juge kemaren di kantin FEB tapi nggak digubris."
Masalah ini Jevan belum bercerita pada Gauri, karena memang seminggu ini ia cukup sibuk dan berakhir tidak memiliki banyak waktu mengobrol dengan kekasihnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pottery
RomanceJevano Diratama adalah putra pertama dari pengusaha ternama Hardi Diratama yang namanya sudah sangat dikenal di dunia bisnis. Seperti konglomerat pada umumnya, dari kecil Jevan selalu diajarkan untuk bersikap terhormat. Belajar bisnis sejak kecil da...