~~
"Beneran gapapa kalo nggak pulang?" Tanya Gauri pada Jevan, sore tadi setelah berenang ia tidak sengaja membuka pesan masuk di ponsel lelaki itu. Isinya pesan dari Hardi yang meminta Jevan untuk segera pulang dan beberapa panggilan tidak terjawab. Padahal jadwal mereka pulang adalah besok sore.
Gauri juga tidak keberatan, gadis itu bahkan menyarankan agar mereka pulang sesuai permintaan Hardi. Namun Jevan justru menolak, lelaki itu berkata tidak ada hal penting yang mengharuskan untuk pulang saat itu juga.
"Iya sayang gapapa. Kamu kayak nggak tau Ayah aja."
"Maksud aku kan siapa tau penting."
Jevan menggeleng, "Paling acara-acara murahan kantornya." Ia mengambil posisi duduk bersandar pada kepala ranjang lalu meminta Gauri untuk duduk disampingnya, "Sini duduk."
Gauri mengangguk sebentar kemudian melepaskan ikatan rambut terlebih dahulu sebelum menyusul Jevano, "Jangan terlalu ngelawan orang tua Jevan, nggak baik." Nasihat itu keluar begitu saja dari bibir Gauri.
Gadis ini menyadari perubahan Jevan. Pertama kali ia dibawa bertemu keluarga lelaki itu, Gauri bisa merasakan bagaimana dekat dan hangatnya sang kekasih dengan Fanni. Namun beberapa waktu lalu saat pertemuan itu terjadi kembali, Gauri melihat Jevano menjadi sosok yang jauh lebih dingin.
Ia merasa membawa pengaruh buruk untuk Jevan. Maka setelah ini ia akan mencari cara bagaimana membuat suasana kembali damai,
"Enggak ngelawan, aku masih nurut kok." Elak Jevano santai, pada kenyataannya memang bukan hanya ia yang berubah. Tetapi juga sang Ayah dan Ibunda, Jevano bahkan tidak bisa lagi menemukan kehangatan sang Ibu. Perempuan itu berubah dingin dan jahat, apalagi ketika ia membawa Gauri.
"Nathan bilang Bunda kamu sering nangis loh gara-gara kamu udah nggak semanja dulu, padahal kan belum nikah." Gauri memulai pembicaraan lebih serius. Gadis itu meluruskan kakinya nyaman kemudian meminta Jevan untuk berbaring, "Sini sambil aku pijitin kepalanya."
"Bunda juga berubah." Jevan merebahkan diri berbantalkan paha Gauri, memeluk erat perut ramping gadis itu.
"Iya tapi kan yang beliau pikirin cuma kebahagiaan kamu, Bunda pasti takut kalo anaknya salah pilih."
"Bunda udah nggak mau dengerin aku babee, dia nggak mempertimbangkan pilihanku."
Gauri menghembuskan nafas pelan, "Kamu bisa bilang gitu karena belum pernah jadi orang tua. Coba deh pelan-pelan ajakin mereka ngobrol, bukan malah ngejauh gitu. Kok kesannya malah aku yang jahat ngambil kamu dari mereka." Ucapnya cemberut.
"Sayanggggg kok gitu.." Jevan mendongak menatap Gauri, "Kamu nggak jahat."
"Iya tapi kan kalo kamu jadi berjarak sama mereka gara-gara aku kesannya aku yang jahat?" Gauri menyisir pelan rambut Jevan yang mulai panjang, "Kita udah berapa lama pacaran? setengah tahun lebih nggak sih?"
Jevan mengangguk.
"Yuk pelan-pelan kita usahain lagi. Tapi inget jangan ngelawan orang tua mulu dosa." Gauri menjepit pelan hidung mancung Jevan. Lelaki itu mengerucutkan bibirnya sebal, padahal aksi menjauh ini adalah bentuk memberikan peringatan awal pada Ayah dan Bunda.
Jevano bisa bergerak lebih dari ini kalau dia mau, andai saja Gauri tau.
"Tapi janji dulu?"
"Janji apa?"
"Kalo tetep gak ada hasil kita kawin lari aja, tahun depan aku lulus." Jevan menatap Gauri serius.
"Mana bisa begitu!" Balas Gauri kaget, pikiran Jevan memang terkadang diluar kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pottery
RomanceJevano Diratama adalah putra pertama dari pengusaha ternama Hardi Diratama yang namanya sudah sangat dikenal di dunia bisnis. Seperti konglomerat pada umumnya, dari kecil Jevan selalu diajarkan untuk bersikap terhormat. Belajar bisnis sejak kecil da...