Another Fact

377 60 16
                                    

~~

Malam ini Naresh memutuskan datang ke apartement Jevano seorang diri, setelah beberapa hari sahabatnya itu tidak terlihat di kampus. Bahkan Fanni, ibunda Jevano itu sampai menanyakan keberadaan lelaki itu padanya.

Sudah hampir seminggu sejak Gauri menghilang dan belum terlihat lagi sekarang, Jevan sama sekali tidak ke kantor sang Ayah dan pergi ke kampus. 

Pada awalnya ia masih sering melihat Jevan mengejar Nindi dan Winola di gedung mereka, tak sampai disitu bahkan Jevan juga beberapa kali mendatangi kantor milik Johny Garyatama namun tetap tidak membuahkan hasil.

Naresh sejujurnya juga sudah mencoba menggali informasi dari kekasihnya, tapi seperti yang sudah bisa ditebak. Winola bungkam bahkan mengancam akan mendiamkannya jika terus memaksa tau dimana Gauri.

Pintu unit apartemen itu terbuka setelah Naresh memencet belnya beberapa kali, Jevan keluar darisana dengan wajah berantakan dan terlihat mengantuk.

"Kemana aja sih lo? Dicariin nyokap lo tuh." Naresh mendorong sahabatnya itu untuk ikut masuk ke dalam, "Orang kalo gak bisa nyari sendiri tuh minta bantuan. Bukan malah dieeeeem aja ngilang bikin khawatir."

"Lo kalo cuma mau ngomel mending pulang, gue lagi pusing." Balas Jevan malas. Lelaki itu kembali duduk di sofa ruang tengah yang sudah tidak berbentuk. Bahkan TV yang tidak bersalah pun sekarang sudah dalam keadaan terbalik mengenaskan diatas lantai.

Naresh meringis melihat keadaan sahabatnya, seberpengaruh inikah cinta?

"Nggak ngomel gue, nanti Regan kesini bawa info. Tungguin aja."

Jevan menoleh antusias, "Info dimana Gauri?"

Naresh menggeleng, "Info tentang kebenaran video lo itu lah. Lo kalo cuman mau ketemu tapi gak bawa bukti apa-apa emangnya kelar apa? Yang ada dimampusin lo sama Johny."

"Gue butuhnya Gauri."

"Lo pikir Gauri mau balik setelah liat video cowoknya dicipok cewek lain?" Ucap Naresh keheranan, "Dimana sih otak lo anjing!"

Jevan tidak menjawab lagi. Yang dikatakan Naresh memang ada benarnya, namun untuk sekarang pikirannya hanya dipenuhi Gauri. Kemana gadis itu? 

Biasanya Gauri akan tetap mengabarinya meskipun mereka sedang bertengkar, tetapi kali ini berbeda. Ponsel gadis itu bahkan sudah tidak tersambung sama sekali.

"Lagian gue tau sebenernya lo bisa nebak kan dia dimana?" Naresh duduk di sebelah Jevan setelah menyingkirkan jaket dan beberapa bungkus roti disana, "Gauri punya siapa sih selain kita-kita? Cuman satu jawabannya."

Jevan mengerutkan alisnya bingung, "Maksud lo?"

"Kan bener tolol." Naresh menggertakkan giginya menahan emosi, "Gauri tuh cuma punya kita. Kalopun dia pergi, paling juga ke SG tuh ikut keluarganya."

"Mau ngapain lo?" Tahan Naresh saat melihat Jevan meraih ponselnya cepat.

"Pesen pesawat ke SG."

"Kan tolol lagi! Udah dibilang sabar dulu. Lo kalo kesana tapi masih keadaan kacau dan salah paham semua begini paling mentok dimampusin si Johny. Dibuang deh mayat lo ke Mariana Bay."

Jevan berdecak sebal, "Terus gue harus gimana?"

Naresh memutar bola matanya malas, "Kita cari tau dulu kebenarannya. Habis itu lo sama Clarine bareng-bareng dah tuh jelasin ke Johny, Sabian, atau siapapun deh yang berhubungan sama Gauri. Setelah mereka ngerti baru lo bisa nemuin Gauri."

"Kelamaan," Balas Jevan tak sabaran.

Naresh menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri agar tidak terpancing oleh keluhan sahabatnya yang terus-menerus. Ia tahu situasi ini sangat rumit, dan Jevan tengah berada dalam kondisi yang sangat sulit, tapi tetap saja, ada batas untuk segalanya.

PotteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang