Normal Day

351 67 21
                                    




~~


Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, kini Gauri sudah kembali sehat dan melakukan aktivitasnya seperti biasa. Namun sekarang yang terlihat aneh justru perlakuan kekasihnya, Jevano.

Bagaimana tidak? Lelaki itu sekarang sangat intens menemani Gauri, bahkan tidak jarang menolak untuk pergi ke kantor meskipun Ayahnya sudah sampai mengirim sekertaris keluarga untuk menjemputnya.

Jevano juga menjadi lebih sering menginap bersama Gauri, mengabaikan tatapan aneh dan curiga dua sahabat gadis itu karena melihat eksistensi Jevano yang hampir setiap hari di kontrakan mereka.

"Kamu nggak ke kantor?" Gauri menoleh menatap jam dinding di tokonya saat Jevan datang dengan kemeja rapi dan jas yang ditenteng di sebelah lengannya. Waktu baru menunjukkan pukul 9 pagi, ini berati Jevan belum pergi ke kantor.

Lelaki itu menarik kursi untuk duduk di sebelah Gauri yang sibuk membentuk tanah di tangannya, "Nanti habis makan siang." tubuhnya mendekat memeluk sang gadis dari samping, menyandarkan kepalanya pada bahu kecil kesayangannya.

Gauri menggerakkan bahunya asal, "Jevan ini aku lagi kotor loh, awas kena apron kemejamu nanti ikut kotor ihh-"

"Sebentar aja mau peluk, semalem kamu dikuasai dua nyai." Balas Jevan menolak melepaskan pelukannya, tidak perduli jika nanti kemejanya kotor lagipula ia akan menutupnya dengan jas saat ke kantor.

Gauri menghela nafasnya pelan, "Bentar deh aku cuci tangan dulu." Ungkapnya kemudian. 

Semalam memang Winola dan Nindi mengusir lelaki itu dari kontrakan dengan paksa, dirinya juga menolak ketika Jevan mengajaknya untuk ikut ke apartemen karena pagi ini ia harus mengejar target pesanan yang sudah tertinggal saat sakit kemarin.

"Tapi nanti peluk sebentar ya?"

"Iya Jevan astaga kayak gak pernah dipeluk aja, minggir dulu sana." Gauri berdiri dari duduknya membuat lingkaran tangan Jevan pada tubuhnya terlepas, lelaki itu kemudian beranjak untuk duduk diatas sofa.

Jevan meraih ponsel miliknya membaca beberapa pesan yang muncul disana, meskipun Sang Ayah sudah berkali-kali mengingatkannya untuk datang ke kantor tepat waktu dan ikut menuruti permintaannya seperti biasa, Jevan tidak perduli.

Ia tidak ingin kejadian beberapa hari lalu terulang kembali, sekali saja hal itu sudah mampu menghantui Jevan setiap harinya. Bahkan hanya melihat sekilas wajah kekasihnya itu, rasa bersalah akan langsung menghantuinya begitu saja.

Detik berikutnya Jevan mengernyitkan alisnya bingung saat satu pesan dari orang suruhannya terlihat janggal,

'CCTV hotel malam itu sudah terhapus lebih dulu mas, mereka sudah tidak memiliki arsipnya'

Bagaimana bisa? Siapa yang lebih dulu mengambil dan menghilangkan rekaman CCTV hotel malam itu? Clarine? Tapi gadis itu terlihat biasa saja dan tidak menuntut apapun padanya, agaknya mustahil jika Clarine yang mengurusnya.

"Kamu kok sekarang jarang bimbingan ?" Gauri kembali dengan keadaan bersih, apron yang tadi membalut tubuhnya sudah hilang kini hanya tersisa baju biru muda cantik dengan rok pendek berwarna putih. Ia juga terlihat membawa segelas susu untuk kekasihnya.

Jevan meletakkan ponselnya keatas meja, menarik Gauri untuk duduk di pangkuannya. "Udah selesai, tinggal nunggu sidang. Lulus, terus kita nikah dehh-"

Gauri bergidik, "Visioner banget kayak udah dapet restu aja." Meski begitu tangannya tetap balas melingkar di leher Jevan.

PotteryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang