PMK 22 - CANCEL

52 15 5
                                    

Hari yang dia tunggu akhirnya datang. Pagi ini ibunya—Lastri akan sibuk mengurusi pesanan Bu Jihan yang sore ini akan dia ambil.

Kebetulan Lisa hari ini mau membantu ibunya untuk memasak sekaligus menyiapkan sampai selesai. Ayara hari ini gugup dengan hari pertama kerja.

Selalu. Semua orang pasti akan merasa gugup di hari pertama kerja. Mereka seakan tenggelam dengan pemikiran mereka yang malah mempengaruhi untuk aktifitas mereka.

Ayara berdiri di depan kaca. Ia sudah mengenakan pakaian layaknya pekerja yang baru. Hitam dan putih. Bedanya, Ayara mengaplikasikan dengan blazer hitam sebagai outer luar.

"Oke, ini yang kamu tunggu. Kamu harus bisa, kamu harus semangat karena ini hari pertamamu." Ayara menyemangati diri sendiri di depan kaca. Mengepalkan kedua tangan semangat dan tersenyum.

Seperti apa yang Ayara katakan dulu, dia sering bergumam untuk diri sendiri. Memberi ucapan semangat, terima kasih untuk diri sendiri. Bagai sesuatu yang berbeda untuk Ayara sendiri.

Menghela napas kasar, Ayara lalu keluar kamar. Disambut seperti biasa oleh Sheza dan Lastri yang sudah menyiapkan bahan-bahan di meja kabinet. Dapur seakan penuh oleh bahan masak untuk pesanan hari ini.

"Lisa kira-kira jam setengah delapan sampai sini. Kesiangan nggak ma?" tanya Ayara mendekati sang ibu mengintip.

"Nggak papa jam segitu udah cukup. Jangan terlalu pagi. Kasihan. Jamnya sibuk kalau pagi itu," ujar Lastri mencuci daging ayam.

"Sana. Jangan ikutan di sini. Nanti baju kamu kena bau," usir Lastri. Bambang pun sudah mengetahui perihal anaknya yang sudah diterima di salah satu perusahaan di bidang properti.

Ayara kembali duduk di meja makan. Melihat Sheza yang lahap menikmati pancake. "Kakak mau dong satu itu pancake-nya," ujar Ayara menunjuk piring berisi pancake bersusun tiga.

Sheza beranjak ke dapur mengambil pancake yang masih ada. Pancake ia taruh di tudung saji kecil di kabinet atas. Sengaja ia taruh di sana, sewaktu-waktu jika dia ingin memakan pancake setelah pulang sekolah, dia tidak harus memasak terlebih dahulu.

Sheza mengangsurkan piring pancake tersebut ke Ayara dan kembali duduk. Ayara tersenyum lebar, memajukan tubuh, "Thank you adek," canda Ayara dan kembali memundurkan tubuh melahap pancake tersebut.

"Kak ... Bang Abian kenapa?" bisik Sheza setelah melirik sang ayah yang sudah beranjak dari meja makan.

"Duuhh ...! Udah jangan bahan Abian dulu! Kakak mau fokus ke kerjaan kakak nanti ini," sungut Ayara ikutan menyusul sang ayah untuk segera berangkat.

Seperti biasa, hari pertama kerja tidak boleh ada kata terlambat. Sebaik mungkin membangun citra diri yang baik kepada rekan kantornya nanti.

"Udah, aku berangkat dulu," pamit Ayara pada kedua orangtuanya juga Sheza yang masih melahap sarapan dengan santai.

Baru saja mengeluarkan motor, ia sudah bertemu dengan Bu Jihan dan Bu Nilam.

"Pagi-pagi begini mau kemana?"

"Bajunya rapi lagi. Itu bajunya keliatan baru terus ngutang nggak itu?"

Ayara memejamkan mata sekejap mendengar kata-kata dari dua ibu-ibu di depan. Telinganya seketika panas mendengar hal itu.

Dibilang duo demit, tapi itu sangat tidak sopan. Tapi, kelakuan dan bicaranya yang membuat Ayara semakin hari semakin malas.

"Mau jalan-jalan, Bu, cari angin di pagi hari." Sekalian saja Ayara menjawab dengan jawaban yang sembarang. Biar mereka sendiri yang makin kepanasan dan gatal.

Pengangguran Masa Kini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang