3

104 17 2
                                    

Ten kebingungan saat lembaran-lembaran soal Matematika berada di atas mejanya alih-alih materi-materi Matematika yang disusun Fujiyoshi dengan ringkas, jelas, dan membantu.

Tapi yang membuat Ten semakin bingung, soal-soal itu tampak lebih gampang dari yang biasa ia lihat di papan tulis akhir-akhir ini ...

"Hah? Bukannya ini soal-soal anak SD?" Kening Ten mengkerut dalam saat mengangkat lembaran soal di depan wajahnya.

"Aku ingin menguji seberapa jauh kau memahami pelajaran Matematika sebelum sampai ke materi yang diajari Sensei saat ini. Jadi aku memulainya dari soal yang termudah." Jelas Fujiyoshi.

"Huh? Bahkan aku harus memulai dengan pengurangan dan perkalian yang tidak ada apa-apanya ini?"

"Kerjakan saja. Masih ada soal dengan materi SMP yang menunggu sebelum soal materi kita saat ini."

"Wah, aku seperti sedang dikerjai olehmu, Karin." Gumam Ten yang mulai mengerjakan soal-soal tersebut.

"Aku tidak pernah mengizinkanmu memanggil nama kecilku." Tegur Fujiyoshi.

"Kau tak sadar ya tiba-tiba memanggilku dengan nama kecilku?"

Fujiyoshi tampak berpikir.

"Baiklah. Agar semua ini berjalan lancar, aku izinkan."

Ten mendengus tak percaya. "Apaan banget sih ... " Lalu ia melanjutkan mengerjakan soal.

Soal Matematika dari materi SD kelas satu hingga enam sebanyak 30 soal telah ia selesaikan hingga memakan waktu setengah jam. Di saat itu juga Karin langsung mengoreksinya dalam sekejap membuat Ten terkejut.

Ah, tapi kan ini soal buatan Karin sendiri, untuk apa Ten merasa terkejut?

"Salah satu." Ucap Karin, ia menunjukkan soal mana yang salah.

"Aku yakin itu benar. Rumus luas tabungnya benar kok."

"Iya. Rumusnya benar. Tapi kau salah hitung."

Karin membenarkan dengan mencoret lembar jawaban Ten dengan pulpen merah. Karin juga membuktikannya dengan menghitung menggunakan kalkulator. Ten merasa sebal karena ia seakan dikalahkan.

"Hanya salah hitung kok."

"Ya, baguslah. Kuanggap kau berhasil menyelesaikan soal Matematika SD dengan sempurna. Aku sebenarnya sangat yakin kau akan menyelesaikan ini, murid SMA Sakurazaka mana sih yang tidak bisa mengerti materi Matematika anak SD? Tapi kau tidak boleh membiasakan dirimu salah hitung."

"Ya, ya, Sensei."

"Sekarang soal-soal dari materi SMP."

"Hah? Sekarang juga?"

Karin mengangguk, segera memberikan lembar soal.

"Aku harus pergi dan main bersama temanku."

"Lupakan kata main, seminggu lagi ujian bulanan dan kau harus mengejar ketertinggalanmu yang aku sendiri tidak tahu di mana. Jadi tolong kerjakan ini, aku akan menunggumu sampai penjaga sekolah datang untuk mengunci pintu kelas."

Ten mendengus, merampas lembar soal yang disodorkan Karin.

Jumlah soal itu sama seperti tadi, 30. Soal matriks dan aljabar, masih bisa dikerjakan Ten. Namun saat soal ke-11 Ten mulai pening.

"Arghhh! Soal macam apa ini?! Aku menyerah, aku tidak mau mengerjakannya! Ini juga tidak ada kan di ujian nanti? Ini kan materi yang sudah lama berlalu. Untuk apa dikerjakan lagi?" Keluh Ten.

"Oke. Aku akan memberitahumu cara yang cepat dan benar menjawab soal ini. Trigonometri gampang kok."

"Tidak tidak! Aku harus pergi sekarang. Pertemuan kita hari ini segini saja. Oke?"

Karin menahan tangan Ten yang hendak mengemasi tasnya.

"Hei, jika kau pergi, kau memang Pengecut Bodoh yang Tidak Tahu Diri."

"Hah? A-apa?" Ten mulai tersulut emosi.

"Diam di sini Pecundang dan lihat caraku menemukan jawaban dari soal ini."

"Ternyata orang sepertimu bisa berkata sekasar itu." Kesal Ten. "Apa gunanya pelajaran Moral yang kau hadiri selama ini? Dasar si Belagu Sok Pintar."

Karin tampak tak peduli dan mulai menjelaskan cara mendapatkan jawaban di soal nomor 11. Nyatanya Ten tak memperhatikan penjelasan Karin dan ia malah memperhatikan wajah Karin.

Wajah Karin yang bulat itu tampak mungil, ditambah pula mata mungil yang tajam, hidung yang mancung, bibir yang lumayan tipis, dan kulit yang sangat putih.

Ia tak bisa bohong kalau gadis di hadapannya ini manis, bila dikesampingkan sikap belagunya.

Selama ia sekelas dengan gadis itu di tahun kedua mereka, mereka tidak pernah berinteraksi. Tapi Ten sudah tahu gadis itu sejak awal masuk sekolah. Saat upacara masuk sekolah, Karin naik di atas podium sebagai murid baru terbaik karena menjawab ujian tertulis dengan sempurna. Saat upacara pergantian semester dan upacara kenaikan kelas, Karin juga naik ke atas podium sebagai murid terbaik seangkatan mereka. Ekspresinya selalu datar, seakan sudah biasa dengan apa yang dia capai.

Melihat Karin yang berambisi akan prestasi, ia yakin kehidupan Karin hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Aduh ... Kalau ibunya punya anak seperti Karin pasti sudah dipuja-puja layaknya dewa.

"Hei, aku ingin bertanya." Ucap Ten.

Karin berhenti menulis sesuatu di lembar soal dan menatap Ten

"Melihat kau orangnya rajin belajar, apa kau tidak punya kehidupan lagi selain itu? Seperti berpacaran dengan seseorang?"

Karin mendengus kesal. "Bukan urusanmu. Kembali fokus, Ten. Aku tak mau membuang waktuku dengan sia-sia hanya untuk--"

Ten mencondongkan tubuhnya dan mengecup pipi Karin. Ia tersenyum usil sambil menarik tubuhnya menjauh.

Karin tampak terdiam menatapnya dengan kedua pipi samar-samar bersemu.

"Agar kau ingat kalau aku tidak suka diatur dan biarkan aku menentukan waktu berakhir bimbel sesuka hatiku." Ujar Ten, ia mengemasi buku dan alat tulisnya ke dalam tas. "Waktu bimbelku tak boleh lebih dari 45 menit. Aku harus main dengan temanku dan yah, merokok. Mengerti?"

Ten memiringkan senyum dan Karin tanpa menjawab, berdiri dari bangkunya, mencondongkan tubuhnya pada Ten, menunduk, memiringkan kepalanya, dan menempelkan bibirnya tepat pada bibir Ten.

Ten seakan disengat listrik, tubuhnya terkejut tapi ia tak bisa mundur. Benda lembut, lembap, dan manis di bibirnya pun menjauh. Rasanya sangat membekas di bibirnya dan wajahnya tahu-tahu seakan terbakar.

Karin sedikit memberi jarak hingga Ten dapat melihat jelas mata mungil Karin memiliki retina kecokelatan yang terbilang indah.

"Jangan macam-macam denganku." Ucap Karin. "Kau tidak akan bisa melupakanku dan akan selalu mengingat rumus trigonometri."

Tbc

FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang