Ujian bulan September telah berakhir. Nilai ujian mereka telah keluar dan Ten berada di peringkat 110. Karin mengejek Ten kalau angka itu cocok untuk Ten sampai ia kesal--meski tak kesal-kesal benar. Ten menagih janji Karin, tapi Karin berkata ia belum sempat.
Bulan pun berganti ke Oktober. Cara mengajar Karin sedikit berganti di mana ia mengajari materi-materi saat ini dengan cara singkat dan jitu. Menurut Ten cara mengajar Karin lebih gampang dipahami daripada para guru atau tutor yang pernah ia temui. Ia tanpa sadar merasa senang dan menantikan bimbel dari Karin.
Aneh. Sejak kapan ia bersemangat begini karena seorang gadis yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan untuk berteman dekat dengannya?
Karin menepati janjinya setelah seminggu ujian berlalu. Usai bimbel di kelas sekitar satu jam, mereka pergi ke Shibuya dan mengantre minuman boba.
Ten sebenarnya tidak terlalu suka minuman manis, tapi entah kenapa ia menuruti ajakan Karin tanpa penolakan. Ia bahkan mengikuti pesanan Karin, cup besar dengan gula tambahan. Lalu saat mereka menikmati minuman itu sambil berjalan tanpa tujuan arah, ia berhenti meminumnya saat menuju 2/3 isi di cup.
Menyadari tingkah Ten, Karin memiringkan kepalanya dengan mulut sedikit penuh. Raut wajahnya bertanya.
"Ini terlalu manis ... Yah, sebenarnya aku tidak terlalu suka minuman yang manis." Sahut Ten seketika tak enak hati.
Ia tak bisa membuangnya, sebab minuman itu dibayar oleh Karin. Meski suka membuat orang sebal, Ten tak berniat melukai kebaikan Karin.
"Kau seharusnya bilang lebih awal agar aku memesankan less sugar untukmu." Ujar Karin. "Daripada dibuang, mending beri aku saja."
"Memangnya mau? Ini bekasku loh." Ten semakin tak enak hati.
"Em. Tak apa." Karin pun menerima cup dari tangan Ten. Ia tahu-tahu sudah menghabiskan minuman bobanya dan sekarang berganti meminum boba pemberian Ten.
Ten mengamati Karin yang menikmati minuman manis itu.
"Kau suka mengonsumsi sesuatu yang manis?" Tanya Ten.
"Iya. Kalau boba aku bisa minum sampai 1 liter sehari."
Ten tertawa. Berbicara santai seperti ini sebenarnya tidak cocok untuk Karin yang tampak dingin dan serius--atau tidak cocok untuk mereka. Tapi sekarang Karin terlihat seperti seorang teman akrab yang sedang membicarakan sesuatu yang ia sukai.
"Kau bisa sakit bila berlebihan mengkonsumsi sesuatu yang manis."
"Aku tahu. Tapi aku tak bisa menahannya. Kalau kau gimana? Apa yang kau suka?"
"Baru-baru ini aku ketagihan makan kerupuk udang rasa plum. Btw, aku suka sekali makan plum."
"Ah ... " Karin tampak paham. "Ternyata selera kita berbeda ya. Aku tak bisa makan sesuatu yang asam ... Bisa sih, tapi tidak dalam jumlah yang banyak."
"Oh ya? Haha. Kalau aku sih bisa makan plum setoples besar dalam sehari."
Karin memandangnya sangsi. "Bohong dan tidak lucu."
Tanpa ada yang mengusulkan, langkah mereka membawa tubuh mereka ke bawah jembatan. Sambil menikmati langit senja dan melihat air sungai mengalir tenang mereka merokok.
Lagi-lagi Ten mengamati sebatang rokok yang diberikan Karin padanya. Rokok mahal. Dapat dari mana sih? Dan sejak kapan dia merokok?
"Sebenarnya kau dapat rokok ini dari mana?" Tanya Ten, rasa penasarannya sudah terlalu memuncak.
"Kenapa sih kau mau tau?" Jawab Karin sambil terkekeh.
"Karena kau tidak bisa membeli sembarangan kan. Kau harus menunjukkan KTP."
"Dapat dari orang dewasa."
"Hah? Orang dewasa? Siapa?"
Karin tidak menjawab. Walau Ten masih penasaran, ia juga tak bisa memaksa Karin. Mari ganti pertanyaan lain.
"Sejak kapan kau mulai merokok?"
"Apa aku sedang diwawancara?"
"Aduh, jawab saja. Aku penasaran. Orang sepertimu kok bisa begini."
Karin tertawa. "Aku pasti lebih lama darimu, kupikir ... Saat SMP."
Ten terkejut. "Pasti kau bercanda."
"Kalau kau melakukannya pasti setelah hari itu kan?"
Ten memiringkan kepalanya. "Hari itu?"
"Hari di mana kau ribut dengan ibumu di halaman sekolah setelah acara Festival Budaya tahun lalu."
Deg.
Rasa kesal Ten di hari itu seketika memenuhi kepala. Suasana hatinya seketika menurun drastis saat tahu murid seperti Karin ternyata masih ingat hari itu.
"Kau tahu?"
"Tentu saja ... Aku pikir semua murid tahu ... Setelah penampilanmu bersama teman-temanmu di atas panggung, kau berlari keluar gimnasium mengejar ibumu. Ibumu marah-marah dan kau menangis hingga ditonton orang-orang ... Aku bahkan masih ingat pembicaraan--"
"Memangnya harus diingatkan selengkap itu?" Kesal Ten.
"Aku hanya ingin membuktikan kalau aku melihatnya. Kau kan sebenarnya murid baik-baik, tapi setelah kejadian itu kau jadi murid badung. Tapi sangat disayangkan dengan sikapmu itu. Kau jadi menyia-nyiakan banyak hal."
Ia melempar rokok yang tinggal sedikit lagi ke tanah, lalu menginjak apinya hingga padam.
"Kau menyebalkan, kau tahu?! Jangan mentang-mentang kau dipandang baik sama orang-orang, kau berhak menghakimiku! Memangnya apa yang bagus darimu? Bahkan murid teladan seperti kau saja bisa merokok! Kau tidak sebaik yang orang-orang pikirkan, jadi jangan sok benar dan paling suci!"
Ten meninggalkan Karin dengan amarah yang terus tersulut.
Duduk di bangku bus menuju kawasan tempat tinggalnya, Ten termenung di luar jendela. Setelah diingat Karin, kejadian hari itu malah bersemayang di kepalanya.
Setelah menjadi murid SMA Sakurazaka, Ten tidak memberitahu ibunya kalau ia benar-benar masuk Klub Tari Modern karena ibunya selalu mendesaknya untuk ikut Klub Fisika atau Bahasa Asing. Ten akhirnya berbohong, tetapi ia tak mau berbohong lama. Ia akan menunjukkan penampilan terbaiknya agar ibunya mengerti kenapa ia lebih memilih Klub Tari Modern.
Tapi harapannya tidak sejalan dengan kenyataannya. Ibunya yang berdiri di kerumunan penonton memandangnya eneg dan tak suka, lalu meninggalkan gimnasium. Ten pun mengejar ibunya dengan rasa sesal bercampur khawatir. Ia tak suka mengecewakan ibunya, selama ini ia menuruti semua keinginan ibunya agar ibunya tidak membuangnya.
"Ibu ... Ibu maafkan aku karena telah berbohong ... Tapi aku menyukai semua ini. Aku suka menari ... Tapi, sungguh aku berjanji--"
"Tidak bisa! Kau tidak akan bisa menyeimbangi belajar dan hobimu yang tak berguna itu! Kau akan lebih sering menghabiskan waktumu dengan menari hingga nilai-nilaimu jelek. Kalau sampai seperti itu bagaimana? Memangnya ada universitas yang mau menerimamu? Terus kalau kau melanjutkan dengan sekolah seni, kau yakin akan sukses? Kalau misalnya kau melukai dirimu karena menari, apa yang akan kau lakukan? Hanya akan ada penyesalan karena kau ketinggalan banyak hal dan membuang-buang waktumu, Ten!"
Ten terisak. "Tapi ... Ibu sudah berjanji akan membiarkanku menari kalau aku lolos di SMA ini ... Aku juga selalu menuruti kemauan Ibu sejak--"
"Kau mau Ibu membuangmu seperti ayahmu?"
Bus berhenti. Ten mendengus. Ia membuang jauh-jauh ingatan itu.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Freedom
FanfictionTen membuat perjanjian pada Karin, bila Karin berhasil membuatnya masuk ke peringkat 10 besar seangkatan, ia akan membayar 5 juta yen pada gadis itu. Tetapi bila gagal, Karin harus keluar dari SMA Sakurazaka. Semenjak perjanjian itu diresmikan, Ten...