12

114 17 2
                                    

Ten masih tak mengerti kenapa Karin memutuskan hubungan mereka.

Nomor telepon maupun LINE milik Ten sepertinya diblokir Karin. Dan sudah dua hari ini Karin tidak masuk sekolah. Wali kelas bilang, Karin perlu istirahat beberapa hari di rumah karena terjatuh dari tangga.

Daripada merasa kesal karena Karin memutuskannya secara mendadak, ia merasa sangat cemas.

Ten ingin mendatangi rumah Karin, memastikan keadaan gadis itu. Tapi wali kelasnya tidak mau memberitahu.

Lalu Karin pun datang ke sekolah setelah tiga hari izin. Ten yang sedang berkumpul dengan teman-temannya di loker kelas, terpaku memandang Karin yang berjalan ke bangkunya. Pandangannya lurus dan dingin. Tapi Ten tidak terpaku karena tatapan Karin yang lebih dingin dari biasanya ...

"Wah, bagaimana bisa wajahnya lebam begitu setelah jatuh dari tangga?" Kata Kira, memandang Karin. "Pasti wajahnya terbentur sangat keras."

"Kalau aku di posisinya, pasti aku bakal tak sekolah dalam waktu lama sampai lebam di wajahku benar-benar hilang." Sahut Inoue. "Tapi murid seperti Fujiyoshi pasti merasa sangat rugi meninggalkan sekolah selama 3 hari."

Benar. Wajah Karin penuh lebam hingga menjadi pusat perhatian teman-teman sekelas. Seorang siswi yang duduk di samping Karin sampai bertanya keadaan Karin dan hanya dibalas senyuman tipis serta gelengan.

Ten ingin mengajak gadis itu bicara, tapi bel masuk sekolah berbunyi dan wali kelasnya datang untuk homeroom. Usai homeroom dari wali kelas, pelajaran olahraga pun dimulai. Tidak seperti murid lain yang segera mengganti seragamnya dengan pakaian olahraga di toilet, Karin malah pergi ke UKS. Ten yang melihat arah pergi Karin tak jadi berbelok ke toilet dan ikut menuju UKS.

Ruangan itu tanpa perawat yang berjaga, satu di antara enam ranjang kosong tampak dikelilingi tirai putih. Ten melangkah ke sana dan masuk ke tirai itu. Ia dapati Karin berbaring membelakanginya.

"Tinggalkan aku sendiri." Pinta Karin.

"Aku tidak akan pergi sebelum kau menjelaskan alasan kita harus putus." Sahut Ten.

Tapi Karin tidak menjawab.

"Kau itu ... bisa-bisanya memutuskan hubungan kita seenaknya!" Kesal Ten. "Bagaimana dengan perjanjian kita? Apa kau memang berniat meninggalkan sekolah ini? Kau tak butuh 5 juta yen lagi? Hubungan kita juga termasuk ke dalam perjanjian, asal kau tahu!"

" ... "

Ten menghela napas, ia menyugar rambutnya dengan frustasi. Air matanya yang sejak kemarin ia tahan akhirnya meleleh.

"Aku menyukaimu. Aku menyayangimu. Aku mencintaimu." Ungkap Ten, suaranya terdengar serak. "Biarkan kita bersama setidaknya sampai hari kelulusan. Setelah itu terserah kau mau mencampakkanku dan melupakanku."

Punggung Karin terlihat bergetar, disusul dengan suara isakan. Ten tertegun, ia mendekati ranjang dan duduk di sana. Ia menyentuh bahu gadis itu yang segera terlentang sembari menatapnya.

Wajah Karin banjir air mata. Di sisi muka dan keningnya tampak memar. Sudut bibir Karin terdapat luka yang kering.

"Maafkan aku ... " isak Karin. "Maafkan aku karena membohongimu ... Wanita itu bukan bibiku ... aku bahkan tidak punya keluarga sama sekali ... Dan aku itu ... kau pasti akan menyesal kita pernah bersama kalau tahu tentang masa laluku."

Ten seketika merasa bingung.

"Maksudmu?"

.

Setelah ibunya pergi ke Taiwan dan ia ditinggalkan bersama ayahnya yang tukang mabuk dan kasar, hari-hari buruknya pun dimulai.

FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang