8

108 17 2
                                    

Ten menganggap serius perkataan Karin. Tapi sesaat kemudian ia sadar perkataan itu cukup konyol. Dan ia pun yakin Karin sedang bercanda meski raut wajahnya tidak begitu.

"Nanti kita belajar di luar yuk?" Ajak Karin, setelah mereka keluar dari konbini. "Mungkin Sabtu ini. Tapi tidak janji ya?"

Kening Ten mengernyit. "Tumben? Kan waktu itu bilangnya tidak bisa di Sabtu dan Minggu."

Karin mengangkat bahunya. "Kalau tidak mau juga tidak apa-apa."

"Hei, bukan begitu ... " Ten menarik bahu Karin saat gadis itu berbalik badan akan meninggalkannya. "Ya. Boleh. Nanti beritahu aku bertemu di mana dan jam berapa."

"Ya."

"Tapi kan kalau jadi ya, kalau tiba-tiba tidak jadi gimana? Kita harus tukeran id Line."

Ten mengeluarkan ponselnya lebih dulu dan Karin terlihat ragu.

"Aku tidak akan menerormu kok. Kenapa takut sekali sih dimintai id Line nya?" Ten tersinggung.

Mereka akhirnya bertukar id Line.

.

Karin datang lebih dulu dari Ten di tempat janjian mereka, restoran keluarga. Gadis itu sudah duduk dengan sebuah buku terbentang di meja--mungkin itu catatan Biologi nya--dan air soda dingin yang sudah setengah gelas ia minum.

Ten merasa sedikit gugup. Pasalnya selama ini mereka tidak pernah bertemu langsung di luar sekolah tanpa seragam mereka. Karin mengenakan atasan rajut panjang berwarna oren yang dipadukan dengan overall dress semata kaki berwarna putih. Gadis itu juga menguncir sedikit rambutnye ke belakang dan merias wajahnya dengan gaya natural. Ten merasa Karin tampak lebih cerah dari biasanya, ia lupa soal Karin si murid nomor satu di sekolah dengan wajah datar. Karin sangat manis dan Ten merasa malu mengakui itu. Pipinya dan dadanya terasa hangat.

Untuk pertama kalinya pun Ten merasa kurang pede karena penampilannya yang terkesan sembarangan meski ia sering berpenampilan begini. Ia mengenakan kaos kebesaran berwarna putih dari band rock favoritnya dan celana kargo berwarna hijau army. Ia menyanggul rambutnya dan untungnya ia sedikit berdandan dengan menambahkan liptint yang lebih merah.

Karin menyadari kehadiran Ten saat gadis itu menjatuhkan bokongnya ke bangku depan bersama tasnya.

"10 menitku terbuang sia-sia." Sindir Karin.

Ya. Ten memang sengaja tak mau datang tepat waktu.

"Kau saja yang datang keawalan." Elak Ten. "Aku harus pesan sesuatu sebelum kita mulai belajar. Kau tak mau pesan sesuatu? Masa cuma minum cola?"

"Terserah. Aku ikut-ikut saja."

Melihat raut kesal Karin yang sedang membalikkan lembar bukunya, Ten memiringkan kepala dan sedikit mendekat ke Karin. Ia sumringah.

"Marah? Cuma 10 menit kok."

"Lebih baik kau mengeluarkan bukumu sekarang, Ten. Kalau kau terus begini waktumu semakin terbuang banyak."

Dia benar-benar marah, pikir Ten.

Selesai belajar di restoran keluarga selama dua jam, mereka akhirnya keluar dari sana. Sebelum Karin berpisah arah dengannya, Ten menarik lengan Karin.

"Ayo jalan sebentar." Ajak Ten

"Tidak bisa. Aku harus pulang."

FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang