11

87 13 1
                                    

Hari Minggu pun datang. Kencan mereka jadi. Karin bertemu Ten di sebuah halte, lalu mereka pergi bareng ke taman hiburan dengan naik bus. Selama mengelilingi taman hiburan, Ten tak melepaskan jemari mereka yang saling terpaut. Karin menyukai itu.

Mereka pergi ke toko aksesoris, membuat gelang manik-manik. Saat keluar dari sana, mereka saling menukar gelang. Ten memasangkan gelang buatanya ke pergelangan tangan Karin. Karin juga menyematkan gelang buatannya ke pergelangan tangan Ten.

"Dengan ini kita resmi menikah." Ucap Ten dengan tawa.

"Hm? Menikah?" Karin memiringkan kepalanya. "Aku tidak menyangka Ten berpikir sampai sejauh itu."

"Karena aku menyukaimu, aku pasti akan berpikir ingin menikahimu. Memangnya kau tak memikirkan itu?"

Karin tersenyum usil sambil menggeleng. "Tidak."

"Ehhhh?! Jahatnya." Ten kecewa.

Setelah jajan makanan ringan sebentar, mereka naik roller coaster, masuk ke rumah hantu, bermain bumper car, kemudian di akhiri dengan naik bianglala.

Setelah turun dari bianglala, mereka singgah ke photobox. Banyak pose yang mereka lakukan, tapi pose tertawa lepas dan mereka sedang berciuman yang paling mereka sukai. Bagi Karin, pose tertawa lepas mereka tampak sangat bahagia dan pose sedang berciuman terlihat jelas bahwa mereka saling menyayangi.

Ia dan Ten tak berhenti memandang foto-foto itu sembari tertawa.

"Karin, aku lapar. Kalau kita makan di restoran keluarga, mau?" Usul Ten.

Karin mengangguk, "Boleh."

Belum ada mereka sampai ke gerbang taman hiburan, langkah Karin spontan berhenti. Ia membeku melihat seseorang di ujung sana. Ia segera menarik tangannya dari Ten, rautnya tegang bukan main.

Di sisi lain Ten tampak kebingungan. "Karin? Ada apa?"

Wanita yang dipandang Karin akhirnya mendekati mereka.

Itu Risa. Entah kenapa bisa ada di sana. Bukankah dia sedang berada di Ibaraki? Karin ingat betul pagi tadi Risa meninggalkan rumah bersama kopernya untuk pergi ke Ibaraki karena pekerjaannya.

"Risa ... " gumam Karin. Membuat Ten semakin mengkerutkan keningnya.

Ten sepertinya tidak terlalu ingat wajah wali Karin meski beberapa kali datang ke sekolah mengambil rapot setelah ujian semester dan kenaikan kelas. Tapi Ten akhirnya mulai ingat dan segera berbisik di telinga Karin.

"Bibimu kan? Kok dia ada di sini sih?"

Karin hanya diam. Ia juga ingin tahu kenapa Risa tiba-tiba ada di hadapan mereka ...

Apa Risa mengikutinya?

"Aku ada janji bertemu temanku sebentar di sini." Ucap Risa, lalu tersenyum. "Tanpa sangka aku bertemu kalian."

Ten tersenyum dan memberi salam dengan membungkukkan punggung. "Selamat siang, bibinya Karin."

Risa balas tersenyum. "Ya." Sahutnya singkat. Lalu beralih pada Karin yang hanya mematung di tempatnya. "Aku tunggu di mobil."

Risa pun melangkah pergi lebih dulu.

"Ten ... aku harus pergi. Kencan kita sampai di sini ya." Pamit Karin terburu-buru.

Ten tiba-tiba saja merasa bingung. "Eh? Sudah selesai? Bibimu marah kalau kau lama-lama bermain di sini?"

"Ya. Begitulah. Sebentar lagi kan UAS, makanya ia membatasi jam mainku. Maaf ya. Aku harus pergi sekarang."

Ten tampak ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi Karin segera pergi menuju parkiran.

Karin masuk ke dalam mobil merah yang ia kenal. Risa sudah duduk di kursi pengemudi. Pandangnnya lurus ke depan meski Karin sudah berada di sampingnya. Raut wajah wanita itu tak terbaca, tapi Karin yakin bahwa sesuatu akan meledak pada diri Risa.

FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang