III. Bebek terenak di Surabaya

84 23 58
                                    

Jam 2 siang mereka keluar dari apartemen. Seperti janji Danum tadi, ia mengajak Kama makan di depot nasi bebek yang menututnya paling enak di Surabaya. Tempat ini mudah dicari karena terletak di sebelah Hotel & Apartemen Bess Mansion Surabaya, Jemursari, Wonocolo. Saat mereka tiba, depot yang mereka tuju ini sedang ramai pengunjung, apalagi di jam makan siang seperti sekarang. Danum memesan nasi bebek dan es jeruk untuk berdua. Namun mereka harus menunggu agak lama karena memang depot sedang banyak yang antre.

Saat menu yang mereka pesan datang, Kama berseru, "Mantap ini, porsinya besar juga ya!"

"Iyap, tapi karena enak, dan jenis nasinya itu pulen lembut, jadi nggak bikin eneg. Cobain deh," lanjut Danum sambil mulai menyuap nasinya.

Mereka berdua diam menikmati makanan yang mereka pesan. Tidak terganggu oleh lalu langan pengunjung yang seperti tak ada habisnya. Setelah ada yang keluar, akan ada lagi yang menggantikan, mustahil ada kursi kosong dalam waktu lama. Hal yang sedikit mengganggu menurut Danum hanyalah pengamen yang kadang tak tahu waktu menyurung kaleng donasi. Manalah nyaman, saat sedang asik makan harus merogoh kantong untuk mencari uang receh. Membuatnya harus bolak-balik cuci tangan.

Tak butuh waktu lama, kedua makanan di depan mereka masing-masing telah habis tandas. Mungkin karena enak atau mungkin juga hanya karena lapar.

"Gimana Nasi bebeknya? Enak nggak?" tanya Danum, ingin tahu komentar Kama untuk makanan yang dia rekomendasikan.

"Enakkk..."

"Enak, enak, doang... enak gimana?" Kurang puas dengan jawaban Kama.

"Ya enak... nasinya enak, sambalnya enak, bebeknya enak, bumbunya enak. Beda sih sama nasi bebek lain kebanyakan. Biasanya kan kayak kering gitu kan... kayak bebek Haji Slamet. Kalau yang ini tuh kayak moist." jawab Kama lebih menjiwai.

"Gitu dong, harus ada ulasannya," timpal Danum puas mendengar penjelasan Kama.

Ia tertawa mendengar ucapan danum. "Emang harus gitu ya?"

"Iya donggg"

"Wah, travel vloger memang beda. Kalau aku mah yang penting kenyanggg."

"Gak ada seninya donggg."

"Iya sihh... datar banget hidupku ternyata," ucap Kama diikuti cengiran lebarnya.

"Bebek Wachid Hasyim ini memang beda dari nasi bebek kebanyakan di Surabaya yang biasanya disajikan dengan serundeng dan sambal pencit. Di sini, nasi bebeknya disajikan dengan bumbu kuning hasil residu dari bumbu ungkep bebek yang ngaldu banget dan berempah. Bumbu ungkep bebeknya juga ngeresap sampai ke dalam. Dannn... yang paling penting, nggak ada bau-bau amis bebeknya." terang Danum memperjelas ulasannnya tentang nasi bebek yang mereka makan barusan.

"Iya betul... nggak ada amis-amisnya, nggak kayak di lalapan a la Lamongan yang biasa di pinggir jalan itu. Kadang amis bebeknya." Kama menimpali ulasan Danum.

"Yups... kebanyakan bebek di sini kan juga referensinya dari nasi Bebek Sinjay yang ada di Madura sana. Rempah hasil ungkepnya tuh digoreng jadi serundeng. Terus sambalnya pakai sambal mangga muda atau sambal pencit. Segar juga sih. Tapi aku lebih suka yang ini. Ya, selera orang beda-beda lah." Sambil menyeruput habis es jeruknya, Danum berdiri ke meja kasir untuk membayar pesanan mereka.

Nggak enak duduk lama di sini karena sudah banyak wajah cemas menunggu kepergian keduanya. Ingin menggantikan posisi duduk mereka.

"Aku aja yang bayar, Dek." ucap Kama mencegah Danum.

"Udahh.. aku aja. Kama nunggu di mobil aja. Nih kuncinya. Langsung nyalain AC nya, biar dingin." Danum melempar kunci pada Kama yang sigap menangkapnya.

Aku Suka Kamu, Tapi Kamu Enggak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang