♤●♤
Jeritan Risya di seberang sana telah menggema sampai ke gendang telinga keduanya, sukses membuat mereka berjengit mendengar suaranya yang berada di kisaran 2 oktaf.
"DANUUUUMMMMM.... KEMANA AJA NYAWA! DI TELEPON KADA MEANGKAT DARI TADI! AWAS NYAWA LAH! JAHARU BANAR!" umpatnya dalam bahasa Banjar. (Danum, kemana aja Lu! Dari tadi ditelepon nggak mengangkat! Awas Lu, ya! Jaharu banget!-tranliterasi red.)¹
"Sorry, A', nggak dengar. Lagi aktivitas soalnya," jawab Danum ngeles. Aslinya dia hanya malas mengangkat telepon dari Risya.
"NGGAK DENGER! NGGAK DENGER! Dimana, nyawa?" tanya Risya di ujung sana dengan suara yang mulai normal.
"Masih, di Derawan ini."
"Hah? Masih di Derawan? Kapan balik?" Suara Risya kembali meninggi.
"Minggu kayaknya."
"Minggu? Gilakah, nyawa!? Nggak ingat kah hari minggu keluarga Suriansyah datang?" Dengan suara makin meninggi.
"Iyakah? Emang mau ngapain?"
"Lah, kok ngapain? Nyawa kada membaca WA grup keluarga kah? Kan udah dibilangin, hari minggu Suri datang, bawa keluarganya, mau ngomongin pertunangan kalian. Kok malah nanya."
"Eh, kok aku nggak tahu?"
"Makannya chat di grup tuh dibaca! Kebiasaan banget cuma di-skip doang. Pokoknya besok, nyawa pulang!" ucap Risya memberi penekanan pada kata pulang. "Soalnya, unda tahu banar, pasti nyawa udah kayak gembel. Jadi hari sabtu harus betimung, rapiin rambut, waxing, lulur, pokoknya you mesti di deep clean, okay?" lanjutnya lagi.
"Ih.. apaan, ogah ah. Lagian siapa juga yang mau kawin ama Suri. Aku udah booking hotel sampek minggu A' ai, gak bisa lagi di-refund. Lagian ku masih banyak kerjaan. Nggak bisa balik," pungkas Danum, hendak mengakhiri teleponnya. Namun ucapan Risya kemudian menghentikan tanganya mengetuk ikon off di handphone-nya.
"Kalau gitu biar mama aja yang nyuruh nyawa pulang. You know what I mean?"
"Janganlah A'!" rengek Danum.
"Ya terserah nyawa sih. Mau pulang baik-baik, apa enggak."
Danum segera mematikan ponselnya dengan jengkel. "Sial!"
Danum berlari ke arah laut dan berteriak sekencang-kencangnya. Tato hornbil yang Papa Arai -- ayah Danum -- rajahkan ditubuhnya selalu menjadi senjata keluarganya untuk membawa gadis pengelana itu pulang. Tato itu berisikan mantra yang disegelkan dalam tiap tusuk tintanya, menyebutkan bahwa Danum tidak boleh menginjakkan kakinya di luar batas wilayah Indonesia. Mereka pikir, itu akan mencegah Danum untuk pergi berkelana terlalu jauh. Mereka juga mempunyai mantra kunci yang bisa mereka rapalkan untuk membawa Danum pulang, terutama saat gadis itu menolak untuk kembali ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Suka Kamu, Tapi Kamu Enggak!
Przygodowe"Dek, aku..." ucapan Kama terputus, karena detik berikutnya Danum menautkan bibirnya pada bibir Kama. Gadis itu, mencium lembut bibir Kama, membungkam kemungkinan apa pun yang akan Kama ucapkan. •••••••••••••••••••••••••••○●○••••••••••••••••••••••••...