"Ka... Kama, bangun, Ka... sudah hampir sampai." Danum mencoba membangunkan Kama yang tertidur bersandar di bahunya.
Wajah Kama yang tertidur terlihat sangat polos. Kaca matanya sedikit melorot, membuat wajahnya terlihat lucu, namun terasa tenang dan meneduhkan. Ingin sekali rasanya Danum mengelus pipi Kama, atau membelai rambutnya yang acak-acakan itu. Wajah yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya. Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk memendam rasa. Banyak laki-laki ia tolak hanya untuk menunggu Kama melihanya, merasakan apa yang ia rasakan juga. Kadang dadanya terasa sakit saat mengingat Kama. Sering kali perasaan sepi tiba-tiba datang menyerangnya bahkan di tempat riuh sekali pun. Perjalanan menjadi tempat ia lari dari sepi yang ia rasakan. Bertemu orang baru, tempat baru, budaya baru membantunya mengisi kekosongan hatinya.
Danum sering bermimpi berlayar berdua dengan Kama dan menjalani hari yang indah bersama. Namun saat perahu mereka berlayar semakin jauh, ia akan selalu terbangun karena Kama akhirnya selalu berubah menjadi Kraken, si monster laut. Dia akan menjerat banyak jiwa dan menenggelamkannya ke dalam samudra dengan tentakelnya. Untuk bertemu Calypso, si penjerat! Bukankah Sebuah mimpi yang berulang harusnya menjadi sebuah pertanda? Tapi Danum tak pernah dapat memikirkan apa pun kemungkinan di balik mimpinya.
Tangan Danum mengayun di depan wajah Kama, hampir saja dia meletakkannya di atas pipi laki-laki tersebut. Namun akhirnya ia urungkan. Sebagai gantinya, Danum menguncang tangan Kama pelan.
"Ka... bangun, kita hampir sampai Balikpapan. Bangun yok!" ucapnya lembut.
"Hemm..." Kama mulai sadar, ia mendongakkan wajahnya menghadap Danum dan menyunggingkan senyum yang sanggup membuat Danum meleleh seperti lava pijar. Matanya bertemu dengan mata Danum, membuat wanita itu salah tingkah.
"Nggak mau lihat Balikpapan dari atas sini?" tanya Danum.
"Emm... mau." Kama mengangkat kepalanya sambil mengerjap dan menggosok matanya. "Aku nyender di bahu kamu dari tadi, Dek?"
Danum menjawab pertanyaan Kama dengan menganggukan kepalanya.
"Pasti pegel ya? Sorry... harusnya mah cewek ya yang nyender di bahu cowok", ujar Kama merasa tidak enak.
"Ya nggak apa-apa. Orang tidur mana sadar," tenang Danum. "Tuh Balikpapan!" tunjuknya ke luar jendela pesawat.
"Wah... padat juga ya ternyata. Itu gedung yang gede di pinggir pantai gedung apa, Dek?" tunjuk Kama takjub melihat ke hamparan pulau Kalimantan dari atas pesawat.
"Oh! Itu BSB, Balikpapan Super Block. Isinya apartemen, hotel, mall, sekolah, waterboom, perkantoran, ya gitu lah," terang danum.
"Oh, gitu. Kalau kilang minyak di sebelah mana?"
"Nyariin kilang minyak? Nggak kelihatan lah kalau dari sini! Harusnya di sebelah sana tuh!" tunjuk Danum. "Sayangnya kita cuma transit di sini. Nggak bisa jalan-jalan dulu. Entar deh pulangnya. Kita mampir sehari. Kulineran sama liat sunset di pantai Banua Patra yang deket kilang minyak."
"Wahh... mau banget. Gass lah entar ke sana juga!"
"Okeee..."
Pesawat terasa mulai melandai, tandanya mereka akan merasakan guncangan seperti saat take off tadi. Kama mengencangkan pegangan tangannya pada kursi. Solar plexusnya kembali merasa tergelitik seperti ada kupu-kupu terbang di sana saat gravitasi menariknya dengan cepat. Dahinya berkerut menahan ketegangan yang dia rasakan.
"Rileks, Kama..." ucap danum yang melihat Kama mulai panik. "Take a deep breathe," lanjutnya menenangkan.
Kama menghela nafas, meringankan bebannya. Menurunkan bahunya, mengendurkan pegangan tangannya. Dengan begitu dia menjadi lebih santai dan menikmati pendaratan kali ini. Saat pesawat sudah berhenti sempurna di landasan pacu, Kama tersenyum lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Suka Kamu, Tapi Kamu Enggak!
Dobrodružné"Dek, aku..." ucapan Kama terputus, karena detik berikutnya Danum menautkan bibirnya pada bibir Kama. Gadis itu, mencium lembut bibir Kama, membungkam kemungkinan apa pun yang akan Kama ucapkan. •••••••••••••••••••••••••••○●○••••••••••••••••••••••••...