II. Kenapa harus Surabaya?

88 21 47
                                    

Suasana Stasiun Pasar Turi Surabaya terlihat lengang, tidak seperti biasanya yang selalu berjubel. Mungkin karena masih pagi jadi tidak terlalu banyak aktivitas di sana. Danum bergegas berdiri sambil melirik Suunto Core di tangannya. Kama harusnya akan sampai 10 menit lagi jika kereta datang sesuai jadwal. Danum melangkahkan kakinya menuju pintu keluar stasiun, celingukan mencari keberadaan Kama yang tak kunjung datang. Setelah beberapa menit menunggu yang terasa seperti berjam-jam akhirnya Kama keluar dari pintu kedatangan.

"KAMAAA!" Danum meneriakkan nama Kama, memanggilnya sambil mengangkat tangan melambai kearahnya.

Melihat Danum di pintu kedatangan, Kama langsung menghampirinya dengan senyum lebar.

"Hai... apa kabar? Lama ya nggak ketemu." Ucapnya bersemangat walau terlihat ada sisa-sisa kantuk di wajahnya. Hoodie yang ia kenakan menyembunyikan rambutnya yang berantakan. Danum tahu rambut Kama nggak pernah rapi. Rambutnya memang tipikal seperti itu walau sudah di sisir.

"Iya, lama banget nggak ketemu, aku baik, Ka," Danum menjawab dengan kalem, walau hatinya terasa hampir meledak karena terlalu bersemangat ketemu Kama setelah sekian lama.

"Gimana perjalannya?" sambung Danum.

"Capekkk... ampun deh, duduk 10 jam di kereta. Rasanya pantatku tepos banget. Tapi karena kamu pesenin kursi eksekutif jadi ya mending lah. Keretanya juga cepet dan nggak ngaret," ucapnya lega.

"Iya, kalau yang KA Argo Wilis tuh memang lebih cepet, karena semua gerbongnya eksekutif. Jadi nggak terlalu sering berhenti. Daann... udah pasti nggak ngaret. Sistem perkereta apian Indonesia sekarang mah udah bagus. Udah tertib, nyaman deh pokoknya. Aku sih selalu prefer naik kereta dari pada bus. Bebas macet kan yang jelas," timpal Danum.

"Bener banget sih... sudah better banget dari pada dulu."

"This way" tunjuk Danum ke arah parkiran mobil.

Mereka berjalan di area parkir yang mulai dipadati kendaraan. Keduanya berhenti di depan mobil HRV putih milik Danum.

"Widihh... mobilnya eyy. Cakep bener!" Kama takjub melihat HRV Danum.

"Iya dong... buat bawa barang banyak kan enak, bagasinya gede. Lagian elegan kan, cocok buat cewek anggun kayak akuuu," jawab Danum sambil tertawa.

"Iya dehhh.."

Mereka keluar stasiun menuju apartemen Danum di daerah Ciputra World. Jalanan kota Surabaya mulai ramai. Mobilitas Surabaya memang tidak pernah rendah. Sebagai salah satu kota perdagangan, Surabaya memang terlihat selalu sibuk. Namun perjalanan mereka menuju apartemen Danum lancar saja karena tatanan lalulintas Surabaya tergolong tertib jadi tidak menimbulkan kemacetan parah seperti di titik tertentu Jakarta sana.

Setelah Danum memarkir mobilnya di basement apartemen, mereka menaiki litf ke lantai 30 tempat apartemen Danum berada.

"Wellcome..." sambut Danum sambil membuka pintu apartmennya.

"Kama istirahat di sini aja dulu, nanti habis makan di luar aku antar ke hotel," lanjut Danum mempersilakan Kama masuk.

"Loh, aku tidur di hotel malam ini? Ku pikir di sini," ucap kama sambil menaruh ranselnya di kaki sofa.

"Emang Kama mau tidur di sini? Kalo mau boleh aja sih. Tuh ada kamar nganggur. Biasanya mama yang pakai kalau lagi ke Sby," ucap Danum menunjuk kamar yang tertutup di sebelah kamar utama.

"Mau lah, lagian lebih hemat dan simpel kan? Jadi nggak bolak-balik kamunya antar jemput aku."

"Emm.. bener juga sih. oke lah. Kalau gitu Kama tidur di sini aja." Danum setuju dengan ucapan Kama.

Aku Suka Kamu, Tapi Kamu Enggak!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang