XV

1.4K 146 5
                                    

Suhu udara di kamar Haechan semakin meningkat dirasa oleh keduanya. Kala menguar aroma dari feromon dari sepasang yang sudah terikat takdir. menggelapkan pandangan karena saling memburu untuk memuaskan hasrat. kilatan mata yang memancarkan warna membias pada netra keduanya.

Entah kekuatan apa yang ada pada alpha yang sedang sekarat ini. tubuhnya seolah terambil alih oleh insting buasnya, mengambil alih tautan dari sang omega yang kini terbaring gelisah.

tubuhnya yang memanas seakan minta untuk terus disentuh bahkan menguarkan feromon dengan begitu kuat untuk menarik alphanya. Kendali Mark sudah terambil alih penuh oleh insting alphanya, ia terus mencumbu Haechan seakan tak ada lain waktu. membuat sang omega semakin resah bahkan tak kuasa menahan hasrat dirinya yang ingin dipuaskan.

Mark lantas mengigit titik feromon Haechan yang langsung saja membuat kepala omega itu berdenyut sakit. Hingga penyatuan pun terjalin dan mengikat keduanya.

Johnny hanya bisa mengepal tangan di depan pintu pondok milik adiknya, suara keduanya bersautan hingga terdengar di luar. Bukan Johnny ingin melawan takdir yang sudah di tetapkan sang dewi bulan untuk Haechan, namun rasa tak rela masih mengganjal di batinnya. 

Sebuah tangan muncul, dengan jemari lentik yang begitu indah dari omega milik Johnny. memeluknya dengan begitu erat dari belakang, melepaskan feromonnya untuk menenangkan keresahan sang alpha terhadap adiknya itu. 

“Haechan akan baik-baik saja.” tuturnya. Meski tak menjawab, namun kata-kata itu cukup menenangkan batinnya. 

“ku patahkan lehernya bila berani menyakiti Haechan.” Ten tersenyum dengan kekehan kecil keluar dari mulutnya. 

Alpha kesayangannya memang seperti itu, meski sedikit kasar Johnny adalah sosok yang memiliki hati lembut dan penyayang terlebih pada Haechan, adiknya ia rawat sendiri sejak kecil. 

“Aku sudah amankan Chenle, agar tidak mendengar suara ini. ia terlalu banyak ingin tau." lanjut Ten melapor pada alphanya. Johnny hanya mengangguk, suara kedua pasangan ini memang terlalu seductive bahkan banyak yang memilih meninggalkan markas sementara dan mengamankan anak-anak mereka yang belum cukup matang. 

.

.

.

AiBe Jisung membuka kelopak matanya setelah beberapa jam tubuhnya non aktif. Hal pertama yang ia liat ada sosok Renjun yang jauh lebih kecil darinya. duduk menatap wajahnya dengan cukup senang.

"kau sudah sadar?" ucapnya yang terlihat cukup berkeringat karena ikut berjemur bersama. AiBe muda itu tak menjawab menatap nanar wajah Renjun yang kini melihatnya bingung “Kau tidak rusak kan?” 

“Paman Renjun!!” Suara melengking itu memanggilnya dengan berlari membawakan sekeranjang buah. “ini buat paman Renjun dari paman Jaehyun.” Lanjutnya, sosok Jaehyun yang memang di belakangnya hanya tersenyum. 

“Terima kasih lele, kamu datang sendiri?" 

“Un,” Lele mengangguk. “tadi aku di ajak mama jalan-jalan, terus ketemu paman Jaehyun yang lagi metik buat untuk paman Renjun. Terus paman Jaehyun ajak aku metik buah yang banyaaak sekali. kita naik pohon yang tinggi tadi, Lele senang dia ajak petik buah.” ceritanya. Renjun pun hanya membalas dengan anggukan, pikirannya masih terpecah akan sosok AiBe dihadapannya ini. 

“wah ini manusia aneh yang dibilang oleh Jaemin hyung dan Nono hyung ya?” tanyanya kembali usai memberikan keranjang buah itu pada Renjun. Ia pun mendekatkan diri cukup penasaran. AiBe Jisung terdiam sejenak, matanya merekam sosok mungil di depannya itu. 

“Lele, paman boleh mohon jangan ganggu dia dulu ya…” Renjun cukup panik karena memang sejak sadar AiBe Jisung belum memberi respon apapun, ia takut tiba-tiba AiBe ini bertindak aneh. 

Who Am I? [JaeRen] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang