Di ruang tamu, kedua orang tua Alan sedang duduk bersama menikmati teh pagi mereka. Ibu Alan tiba-tiba memegang tangan suaminya, wajahnya terlihat gusar.
"Suamiku.. Menurutmu kalau Alena itu salah satu mata-mata yang dikirim oleh musuh mu... " Ibu Alan merasa khawatir dengan keselamatan satu-satunya pewaris di keluarga mereka.
"Menurutku tidak. Selama ini Alena tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan menyakiti putra kita, walau dia sering menghilang secara tiba-tiba. " Ujar Ayah Alan pada istrinya.
"Bagaimana kalau kita kirim Alan ke Inggris saja? Kakek-nya pasti akan senang menjaganya. "
"Melisa... " Jonathan memanggil nama istrinya dengan nada sedikit ditekan. "Apa kamu tidak menyadari betapa pentingnya posisi gadis itu di hati putra kita? Kamu ingin memisahkan Alan dengan gadis itu malah akan menimbulkan kekacauan yang sama saat di rumah kemarin."
Deg!
Melisa memegang dadanya karena rasa khawatir berlebihan membuatnya hampir melakukannya sebuah kesalahan yang besar.
"Kamu benar." Wanita itu mengangguk berusaha menghilangkan kegusaran di dalam pikirannya.
Yang tidak di sadarin keduanya adalah sosok yang berdiri diam dibalik tirai ruang tamu. Alena mengedipkan matanya lalu berbalik pergi dari sana dengan langkah diam agar keduanya tidak menyadarinya.
"Alena! "
Alan berlari dari arah taman ke depan gadis itu dengan senyum bahagia di wajahnya. Dia perlahan mulai kembali ke kondisi normalnya setelah menjalani rehat penuh di rumah.
"Aku lapar~" Rengeknya sambil memeluk tubuh gadis itu erat.
"Kita makan siang di rumah kaca saja. " Ujar Alena dan memegang tangan remaja itu pergi dari sana.
"Wajahmu pucat. " Alan menyentuh wajahnya gadis itu dan memperhatikan perubahan wajah Alena yang semakin pucat seperti orang sakit. "Kita harus ke dokter! "
"Hentikan. Aku baik-baik saja. Cuaca semakin panas makanya aku sedikit dehidrasi. Ayo pergi ke rumah kaca. "
Sesampainya di rumah kaca, para pelayan sudah selesai menyajikan makanan untuk keduanya. Alan langsung duduk di samping Alena dan menunggu gadis itu memberikannya suapan seperti biasa. Tetapi tangan Alena tetap diam di atas meja tidak bergerak mengambil makanan satupun..
"Alena?"
Gadis itu berbalik memandang remaja di sampingnya beberapa saat lalu menghela nafas berat.
"Ayo makan."Alan ingin bertanya tetapi tidak bisa karena gadis itu seolah tidak akan mengatakan apapun. Mata Alena juga terlihat kurang fokus, dia menjadi penasaran dan kesal dengan apa yang sudah terjadi sebelum mereka bertemu tadi.
Setelah keduanya selesai makan, Alena pergi ke sisi lain untuk memeriksa tumbuhan racun miliknya. Dia memandang bunga berdaun ungu gelap dengan 3 tangkai daun saja.
"Dia tumbuh dengan baik rupanya." Alena tersenyum tipis.
"Oh bunga ini yang kamu tanam beberapa tahun lalu akhinya mekar juga, dia cantik... " Tangan remaja itu langsung ditahan oleh Alena dengan sekali gerakan cepat.
"JANGAN SENTUH!" Alena memarahi remaja itu yang hampir membunuh dirinya sendiri jika tidak di hentikan memegang bunga beracun itu.
"K-Kenapa kamu marah? " Alan terkejut dan sedikit tidak nyaman dengan tindakan Alena padanya.
"Aku pernah bilang padamu kan untuk tidak sekalipun memegang ataupun menghirup tanaman di sebelah sini. Walau terlihat indah dan memukau, bunga dan tanaman lain disini memiliki racun yang mematikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT'S YOU !!!MY VILLAINS
Fantasia"SAYA BUKAN PENJAHAT!!" Alena memeluk tubuhnya yang penuh luka dengan tubuh gemetar. Dia tidak pernah mengharapkan di berikan kehidupan baru yang begitu mengerikan semacam ini. Dia hanya ingin hidup dengan damai di dunia ini tanpa menganggu siapapu...