Alena kembali ke taman itu dan menyentuh pohon akasia di depannya. Tubuhnya mulai menghilang menjadi cahaya dan dia kembali ke dunianya. Saat Alena membuka matanya dia baru sadar bahwa dia berada di dalam kereta. Di luar tidak ada suara apapun, saat dia mencoba membuka pintu. Sesuatu melesat kuat dan langsung memeluk tubuh mungil gadis itu.
"ALENA!"
Gadis itu mengedipkan matanya berulang kali lalu segera mendorong Evan agar menjauh darinya.
"Kakak kenapa sih?!""Kamu menghilang selama 3 jam! Bagaimana aku tidak panik?!" Wajah Evan benar-benar terlihat pucat.
Bahkan pakaian yang biasa terlihat rapi kini berantakan karena tanah dan bekas robek seperti tersangkut pohon.
"Saya baik-baik saja sekarang. Sepertinya itu adalah kemampuan dimensi pemilik hutan Kabut ini. Dia segera mengembalikan saya jadi semua baik-baik saja sekarang."Saat Alena berkata seperti itu, aroma hangus tercium kuat di luar. Dia memiringkan kepalanya ke samping terlihat Evan gugup dan berusaha menghalang-halangi pandangan gadis itu.
"Kakak hentikan itu!"
"Ugh."
Saat Alena akhirnya bisa melihat hal di depannya. Wajahnya seketika berubah menjadi terkejut dan bahkan bibirnya terbuka saking melongo hanya dengan minat pemandangan di depannya. Seluruh hutan Kabut hampir rata dengan tanah karena di bakar dan di tenang dengan membabi buta.
"Kakak!" Teriaknya sambil menarik kerah pemuda itu dengan kesal. "Kakak tahu apa yang kakak lakukan bisa membahayakan semua orang?"
"Aku khawatir padamu! Kenapa kamu malah memarahiku!" Pemuda itu langsung pergi dengan ekspresi marahnya.
"Iya aku tahu salah. Tapi kakak harusnya tidak melukai orang lain karena emosi."
Evan langsung menarik bahu Alena agar menghadap ke arahnya. "Dengarkan aku, Alena! Kamu itu satu-satunya adikku! Bagaimana bisa aku tidak panik saat melihatmu menghilang tepat di depan mataku!"
Deg!
Evan seketika tertegun dengan ucapannya sendiri, dia buru-buru mendorong Alena menjauh darinya dan berbalik pergi dari sana. Gadis kecil yang menatap punggung saudaranya itu hanya menghela nafas saja, hubungan mereka tidak mungkin bisa membaik hanya karena hal ini.
Rombongan kembali berangkat setelah Evan mengirimkan surat ke istana bahwa putri telah di temukan dan bala bantuan sudah tidak di perlukan lagi.
Alena duduk di dalam kereta di bawa pengawasan remaja di depannya yang begitu intens seolah takut jika berkedip sedetik saja gadis itu akan menghilang kembali.
"Hentikan tatapan matamu itu, kak."
"Tidak. Kita tidak tahu kapan portal aneh itu muncul lagi dan menculikmu."
Kereta beserta rombongan itu melewati gerbang dimensi, sesaat kemudian mereka sudah berada di sebuah tempat luas dengan beberapa bangunan raksasa menjulang ke langit. Terlihat beberapa orang yang memakai seragam dengan penampilan khas mereka sesuai klan mereka berasal.
Terdapat klan Duyung, klan Naga, dan Klan Harimau Putih, serta Klan Elf. Para murid yang sedang berlalu lalang langsung menghentikan aktifitas mereka saat melihat kereta kuda yang muncul dari gerbang dimensi. Semua orang saling bertatapan satu sama lain karena bingung mereka kedatangan tamu dari mana.
Kelompok Leo yang baru saja selesai olahraga melihat kereta itu juga lalu mengenali lambang di depan pintu kereta.
"Keluarga Dragonia?" Gumam-nya saat mengenali lambang tersebut.
Salah satu teman Leo menyenggol remaja itu agar sadar. "Kamu kenal mereka?" Tanyanya sambil menunjuk orang yang turun dari kereta.
Rambut merah menyala dengan sepasang mata merah vertikal. Aura penuh intimidasi mengelilingi tubuh mereka membuat semua orang menahan nafas.
"Alena!" Teriak Leo bahagia melihat teman masa kecilnya akhirnya menginjakkan kaki keluar dari Istana.
Alena yang baru saja turun mendengar namanya lantas menatap ke arah sumber suara dan melihat remaja berambut putih salju dengan sepasang mata biru melambai ke arahnya.
"Leo." Sapanya dengan suara pelan tapi gerakan bibirnya telah di terima oleh remaja di seberang sana.
Evan yang melihat remaja menyebalkan itu lagi, langsung meraih tangan Alena pergi dari sana. Dia tidak suka jika kedua orang itu berinteraksi atau bisa dibilang dia tidak suka Alena dekat dengan lawan jenis.
Semua orang bisa mengenali identitas kedua anak yang baru saja muncul di depan mereka hanya dengan melihat mata dan rambut mereka yang menonjol. Hanya klan Naga merah yang terkenal paling kuat dan ganas yang memiliki penampilan semacam itu.
Keduanya di jemput oleh seorang guru dan langsung di antar ke ruangan Dekan atau Pemilik Akademi Qory ini.
"Bagaimana perjalanan anda berdua?" Tanya Guru dengan suara sopan.
"Lancar." Balas Alena karena dia tahu Evan pasti akan cuek saja jika bertemu dengan orang asing.
"Nona kecil ternyata sangat pintar dan berani, ya." Kata guru itu lagi.
"Tentu saja! Adikku adalah yang terbaik dia hebat dalam akademik dan obat!" Seru Evan tiba-tiba dengan suara lantang seolah yang di puji adalah dirinya.
Alena dan Guru yang terkejut dengan gerakan tiba-tibanya. "................"
Keduanya sampai di depan pintu raksasa dan langsung di persilahkan masuk. Saat masuk Alena bisa merasakan aroma obat-obatan dan energi sihir yang begitu padat di dalam sini.
"Nona kecil ternyata peka juga." Kata seseorang yang muncul dari cahaya jendela. Sosoknya yang tinggi tegap dengan rambut kuning keemasan dan sepasang mata hijau daun yang menyegarkan setiap kali di lihat tidak akan bosan.
"Halo, Dekan Julian." Guru yang mengantar keduanya lebih dulu menyapa dan membungkuk sopan ke arah pria yang muncul.
Dekan Julian mengangguk dan menyuruh Guru itu keluar membiarkan kedua anak itu duduk di sofa. Dekan fokus menatap ke arah Alena yang juga menatapnya fokus.
Evan langsung mengulurkan telapak tangannya agar keduanya berhenti saling bertatapan satu sama lain.
"Berhenti menatap adik saya, Dekan!"Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT'S YOU !!!MY VILLAINS
Fantasía"SAYA BUKAN PENJAHAT!!" Alena memeluk tubuhnya yang penuh luka dengan tubuh gemetar. Dia tidak pernah mengharapkan di berikan kehidupan baru yang begitu mengerikan semacam ini. Dia hanya ingin hidup dengan damai di dunia ini tanpa menganggu siapapu...