HEMA
"Kak, ini gue."
Gue mengernyitkan dahi. Suara familier ini? Jangan bilang?!
"Ini gue kak, Metta."
Tubuh gue menegang saat mendengar nama itu. Nama gadis yang udah lama gue lupakan
Lalu dengan lancangnya dia kembali. Berdiri di depan gue dengan senyuma lebarnya yang konyol.
"I miss you kak Hema."
Sesaat gue mematung. Metta. Metta Pradipta. Anak bos tambang yang sangat terkenal itu.
Mantan teman Hana.
Gadis bodoh. Bocah gila yang dulu selalu merayu gue.
Cewek gatel dan gak bermoral. Sekarang dia berdiri di depan gue dengan penampilan yang berbeda.
Nggak ada lagi gaun yang terlalu sexy meski yang ini juga cukup ketat.
Warna rambut dan potongan rambut yang berbeda.
Lalu bola mata hitam legamnya berubah warna menjadi cokelat terang.
Tubuhnya yang padat berisi sedikit menyusut.
Dia Metta?!
"Kak Hema?!" suaranya yang centil masih sama. Terdengar menggelikan di telinga gue.
Gue memasukan kembali spidol di tangan gue ke saku celana. Lalu berbalik. Bukan untuk meninggalkan Metta melainkan merobek kertas pemberiannya dan membuangnya ke tempat sampah.
"Kak?"
Gue lihat raut kecewa dan syok berat di wajah Metta. Satu hal, dia masih sama cantik seperti dulu. Bahkan wajah syoknya juga terlihat menggemaskan.
Hanya saja kehadiranya di sini membuat gue muak. Entah untuk alasan apa gue merasa marah.
"Lo tahu gue nggak menerima surat dari penggemar secara langsung."
Itu aturan agensi. Tapi kalau dikasih secara baik-baik gue pasti nerima walau harus sembunyi-sembunyi. Surat dari fans bagi gue sangat amat berharga. Melebihi segalanya.
"Gue nulis itu buat lo kak! Sepenuh hati! Satu malam penuh gue begadang cuma buat itu. Seengaknya lo baca dulu sebelum dibuang."
"Udah jadi sampah. Kalau mau ambil ya ambil aja."
Gue nggak ngelarang Metta buat ngambil kembali potongan kertas sampah itu.
Kalau dia mau sih masukin tanganya ke kotak sampah itu. Princess mana sudi sih? Lucu!
"Lo nggak berubah ya kak? Gue pikir kenangan terakhir kita—" ucapan Metta terjeda karena gue sengaja narik tangan Metta dengan kasar buat pergi dari sana.
Tidak di sini. Di depan kamar mandi. Meski pihak agensi udah memastikan seluruh hotel ini aman dari paparazi tetap saja gue harus hati-hati.
Gue bawa Metta menyingkir dari sana. Masih di dalam hotel ini hanya saja menjauh dari pesta.