39. Kebenaran dan Air Mata [2]

723 110 17
                                    

HEMA

"Maaf Hema," itu kalimat yang keluar dari bibir papi mertua.

Dada gue makin nyeri rasanya. Papi justru minta maaf alih-alih menyalahkan gue.

Padahal gue yakin ini semua salah gue. Gue yang nggak becus dan lalai.

Gue yang bodoh dan menjijikan ini. Gue yang salah.

"Kenapa papi malah minta maaf? Harusnya Hema yang minta maaf. Hema nggak bisa jagain Metta. Karena Hema, Metta jadi—"

"Metta sudah sakit dari kecil. Cuma kami dan keluarga besar yang tahu."

Mata papi mertua keliatan sedih banget. Pria yang biasa keliatan gagah dan berwibawa itu sekarang keliatan lemah.

Ya, itu Bram Pradipta.

Dan satu-satunya yang bisa bikin beliau bertingkah seperti ini hanyalah Metta. Putri semata wayangnya yang amat dia cintai.

"Leukimia.. kamu tau kan? Kanker darah? Metta divonis menderita leukimia saat berumur 6 tahun."

"Enam tahun?"

Metta yang masih kecil harus menerima kalau dia menderita penyakit berbahaya?

Leukimia yang gue tau bukan penyakit yang gak bisa disembuhkan. Hanya saja perawatannya memang butuh waktu yang lama.

"Karena penyakit Metta diketahui sejak dini kami berusaha mencari pengobatan terbaik dan membawa Metta berobat ke luar negeri."

Metta sudah diobati. Tapi kenapa penyakit itu datang lagi dan lagi?

Empat tahun... Metta juga pergi karena penyakitnya kan?

Gue mendengarkan dengan seksama. Dan nggak mungkin menyela ucapan papi. Karenanya pertanyaan itu cuma gue ucapkan di dalam hati.

Juga tentang seberapa menakutkannya penyakit itu. Gue merinding. Metta menanggung semua dengan tubuhnya itu.

"Kami sudah terbiasa melihat Metta yang menangis karena jarum dan obat."

Gue nggak bisa bayangin semua ini. Foto yang masa kecil Metta yang gue lihat di album.

Metta kecil yang ceria dan lucu. Sangat berkebalikan dengan apa yang diceritakan papi.

Mungkin karena itu gue nggak menyadari. Metta yang ceria dan Metta yang berusaha menyembunyikan kelemahannya.

"Untung saja ada Kezia yang selalu menyemangati Metta. Mereka seumuran, hanya saja Metta banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit."

Kezia? Cewek itu?

Memang kalau gue lihat dia seumuran dengan Metta. Lalu gue kembali teringat saat bertemu Metta di kelab malam dulu.

Dia datang bersama Kezia. Jadi memang mereka selalu bersama dan Kezia tahu segalanya tentang Metta?

"Kamu tahu kenapa papi tiba-tiba bahas Kezia?"

"Enggak pi."

"Dokter menyarankan kami untuk melakukan tranplantasi sumsum tulang belakang. Karena itu membuat kesempatan sembuh Metta semakin besar."

"Transplantasi sumsung tulang belakang?" gue membelalak. Itu terdengar mengerikan di telinga orang awam seperti gue.

Leukimia dan kanker darah terdengar seram apalagi ini. Tapi ini yang Metta butuhkan!

"Ya.. itu dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat kesembuhan setelah menjalani kemoterapi dosis tinggi. Empat tahun yang lalu Metta sudah menjalani kemo tapi dia lagi-lagi menolak mentah-mentah operasi itu."

Obsession Series 4; Bad and GoodWhere stories live. Discover now