31. Metta Sakit

812 121 20
                                    

METTA

"Hoek!"

"Hoek!"

Gue bolak-balik kamar mandi karena muntah. Perut gue rasanya mual banget. Melilit kek diperes-peres. Dan berakhir muntahin makanan yang gue makan.

"Muntah lagi?"

Kak Hema di depan pintu ngelihatin gue. Pasrah banget mukanya. Padahal gue yang muntah tapi malah dia yang keliatan lemes.

Kak Hema baru aja naroh mangkuk ke dapur eh balik ke kamar makanan itu udah keluar dari perut gue.

Iya gue makan bubur. Bubur yang dibikinin langsung sama kak Hema.

Bubur terenak yang pernah gue makan. Bikinnya pakai cinta sih. Ekhem. Kiw.

Metta oh Metta..

Ya gimana ya mami gapernah bikinin bubur soalnya. Bibi biasanya yang bikinin. Ya gitu rasanya kek bubur. Bubur rumah sakit sih yang paling gue inget rasanya. Flat.

Ini bubur plus cinta jadi enakk apalagi disuapin kak Hema lohhh gue!

Iri kan kalean?!?

"Ahh lemes," gue gak jawab, milih ngerebahin tubuh ke ranjang. Tengkurep.

Gue denger langkah kaki kak Hema mendekat. Dia berdiri di belakang gue. Cuma gue toleh doang dengan wajah sayu dan kuyu.

"Kak!"

Gue kaget waktu ngerasain tangan kak Hema menyelinap ke dalam perut gue. Dia sampai nundukin tubuhnya.

"Bukan masuk angin, lo kayaknya hamil."

"Hah?!"

Gue balik badan jadi ngadep kak Hema.

Ugh anget, enak banget perut gue diusap-usap pakai telapak tangan kak Hema.

Tapi tunggu deh! Kenapa kak Hema bisa mikir gue hamil?

"Baru juga bikin kemaren! Gue masuk angin kak. Gak inget kita hujan-hujanan waktu di Jogja?"

Emang gitu ceritanya. Balik dari Jogja, belum ada seminggu gue langsung ambruk. Demam, batuk, dan muntah-muntah.

"Kita ke rumah sakit kalau gitu."

"Gamau, besok juga sembuh kok." gue gelengin kepala keras-keras.

Kak Hema natap gue tajam, keliatan gak suka sama jawaban gue barusan. Dia masih di posisinya jadi gue bisa lihat emosinya dengan jelas.

"Mau nunggu sampai kapan?"

"Ah itu kak! Panggil dokter keluarga gue aja ke sini gimana!"

"Lo bilang nggak mau orang tua lo sampai tau kalau lo sakit?"

Gue mengerjap. Bener juga.

"Bodoh," gumam kak Hema.

Gue cemberut.

"KAK HEMA! METTA!"

Itu suara teriakan Hana. Gue sama kak Hema reflek noleh ke pintu kamar yang masih terbuka lebar. Di sana Hana berdiri dengan wajah cengo.

"Kenapa sih teriak-teriak?" tanya kak Hema bangkit dari posisinya, dia mastiin nutup baju gue.

"Metta lagi sakit! Abang mau ngapain!? Kalau mau gituan pintunya ditutup dong!"

Wah nggak beres. Hana otaknya ngeres deh ah. Orang kak Hema cuma ngusap perut gue doang buat mastiin kondisi gue. Bisa-bisanya dia travelling sampai ke sana.

"Lo anak kecil mending diem," kata kak Hema. Dia nyamperin Hana ke depan pintu.

Dia ngatain Hana anak kecil gatau apa istrinya seumuran adiknya. Pantes kak Hema nge-treat gue kek bocah mulu akhir-akhir ini.

Obsession Series 4; Bad and GoodWhere stories live. Discover now