Mine | Chapter 11

3.6K 438 19
                                    


Rios mengabaikan Nara, benar-benar mengabaikannya. Dan Nara pun sama. Mereka tidak saling berbicara satu sama lain, selama tiga puluh menit dalam perjalanan pulang.

Rios fokus menyetir, sedangkan Nara memilih untuk memandangi jalanan melalui kaca jendelanya. Padahal tadi saat mereka mandi, ia sudah bilang kalau dirinya lapar. Sekarang ia sangat kelaparan. Tapi karena masalah tadi, ia tidak mau merengek meminta Rios mengajaknya makan malam. Toh, sebentar lagi mereka sampai rumah. Tapi sialnya, menjelang magrib, jalanan menjadi macet.

Sungguh, Nara sangat kecewa dengan reaksi Rios, yang secara terang-terangan membenci berita kehamilannya ini. Ia sedih, tapi lebih dari pada itu, ia marah.

Tidak bisakah Rios ikut berbahagia? Memangnya siapa yang membuatnya sampai hamil begini, jika bukan pria itu? Sperma Rios lah yang membuatnya hamil. Dialah yang menabur benih. Dan sekarang, setelah dirinya hamil, Rios seperti tidak mau bertanggung jawab.

Nara merasa senang sebelumnya, karena pagi tadi Rios berkata, tidak apa-apa jika dirinya hamil. Tapi nyatanya sekarang apa? Dia merasa seperti sudah membuat kesalahan. Berani sekali pria tua itu mempermainkan perasaannya.

Rasanya Nara ingin keluar dari dalam mobil, dan melarikan diri ke tempat yang jauh. Tetapi, mobil yang di kemudian Rios sudah kembali berjalan. Dan pria itu sama sekali tidak melirik Nara.

Pukul 19.00, mereka sampai di rumah. Begitu memarkirkan mobil di garasi, Rios lebih dulu turun dari mobil tanpa menunggu Nara.

"Astaga!" decak Nara tidak percaya. Ia pun segera menyusul Rios. Setidaknya mereka harus berbicara, meskipun ia sendiri sedang malas membahas masalah ini.

"Mas, aku mau ngomong!"

Rios berpura-pura tuli, ia terus berjalan tanpa ingin menanggapi Nara. Mereka sudah sampai di dalam, hampir mencapai anak tangga, dan Nara semakin meninggikan suaranya.

"MAS, AKU MAU NGOMONG!"

Pria itu mengusap kasar wajahnya, lalu berbalik. Matanya menatap Nara begitu tajam, tetapi Nara tidak merasa takut sedikitpun.

"Mas marah? Mas marah sama aku?" tanya Nara cukup menuntut. Tetapi Rios tidak memberikan jawaban.

"Aku hamil! Dan kayak gini reaksi Mas? Mas nggak suka aku hamil?"

Lagi, Rios memilih diam.

"NGOMONG! JAWAB AKU! JANGAN TIBA-TIBA JADI BISU!" jerit Nara, kali ini dirinya benar-benar marah. "Memangnya siapa yang buat aku sampe hamil? Sperma siapa yang masuk ke rahim ku?!"

"Cukup," kata Rios, berusaha tidak terpancing emosi.

"Apanya yang cukup? Nggak ada masalah yang bisa selesai hanya dengan kata cukup! Aku nggak terima diginiin!"

"Ra." Rios masih menahan diri.

"Jawab aja pertanyaan ku, Mas nggak suka sama kehamilan ku ini?"

"ENGGAK! MAS NGGAK SUKA, NARA!" jawab Rios dengan nada tinggi sembari mencengkeram bahu Nara, melampiaskan ketidaksenangannya secara jelas. "MAS NGGAK MAU KAMU HAMIL LAGI! MAS NGGAK BUTUH ANAK LAGI!" tegasnya lebih keras.

Sungguh, kemarahan Nara kini berubah menjadi kekecewaan yang teramat sangat. Sakit hati? Ya, perih rasanya. Terlebih dengan nada tinggi Rios yang seperti membentak dirinya.

Keduanya sama-sama meninggikan suara. Entah mereka lupa atau bagaimana, kalau dirumah, mereka tidak hanya berdua.

"Terus Aku harus gimana? Aku udah terlanjur hamil, Aku harus gimana kalo Mas nggak butuh anak lagi?!" tanya Nara tajam. "Apa Aku harus gugurin kandungan ku hanya karena Mas nggak menerima anak ini?!"

MORE THAN YESTERDAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang