5

232 36 6
                                    

Mereka berdua tiba di sebuah kota yang berada di sebelah selatan Kerajaan Lunar. Seperti kota pada umumnya yang sangat ramai, Junkyu hanya bisa berpegangan pada ujung jubah Haruto agar tidak hilang.

"Kedai teh lagi?"

Sejujurnya Junkyu merasa trauma saat melihat kedai teh. Perasaan dongkol saat ia terpaksa harus mencuci piring karena tidak memiliki uang untuk membayar masih terngiang-ngiang.

"Memangnya kau punya uang? Aku tidak mau mencuci piring lagi seperti kemarin."

Sudut bibir Haruto berkedut menahan senyuman. Ternyata karena ulahnya waktu itu, Junkyu harus mencuci piring sebagai bayaran.

"Aku tidak semiskin itu."

"Lalu kenapa kau tidak memiliki rumah?"

"Segala sesuatu yang membuatku nyaman, aku akan memanggilnya rumah. Rumah mana yang kau maksud?"

Junkyu ingin membalas namun kemudian ia urungkan saat melihat dua orang pemuda yang mungkin saja seumuran mereka berjalan ke arahnya dan Haruto.

Ternyata dugaan Junkyu salah, kedua pemuda itu hanya berjalan melewati dirinya dan Haruto. Salah satu di antara mereka sempat menatap Haruto penuh arti hingga saling melempar senyuman. Sedangkan pemuda yang jauh lebih pendek menatap Junkyu sekilas lalu tersenyum miring.

"Kau kenal mereka?" tanya Junkyu penasaran

"Tidak."

Keduanya mengambil tempat di balkon lantai dua untuk menikmati secangkir teh beserta makanan ringan. Dari atas sana, Junkyu bisa melihat bentangan padang rumput luas yang jika ditelusuri entah akan berujung di mana. Kini perhatiannya teralihkan pada sebuah gunung yang terlihat samar di kejauhan sana.

"Sebelum menjadi gelandangan, aku sering melihat gunung itu dari balkon rumahku . Aku penasaran itu gunung apa."

Haruto mengikuti arah telunjuk Junkyu lalu dengan santai menjawab, " Gunung Halla."

"Gunung Halla? Apa kau pernah ke sana?"

"Hm."

"Ada apa saja di sana? Apa sangat indah?"

"Hanya ada sekte Gunung Bunga dan bentangan padang bunga Azalea."

Mata Junkyu membulat. Ternyata sekte Gunung Bunga yang sempat ayahnya singgung beberapa hari yang lalu berada di gunung Halla.

"Daripada menjadi muridku, tempat itu jauh lebih cocok untukmu."

Junkyu buru-buru menggeleng. "Tidak mau. Tempat itu pasti memiliki banyak aturan konyol. Menjadi muridmu jauh lebih baik walaupun kau kadang menyebalkan."

"Sepuluh orang. Sudah hampir sepuluh bayi yang menghilang dalam waktu seminggu terakhir."

"Manusia macam apa yang berani pada bayi seperti itu?"

"Itu jelas bukan manusia, dia pasti monster. Aku pernah mendengar tentang monster pemakan jantung bayi agar mereka menjadi awet muda."

"Mengerikan."

Junkyu bergidik ngeri mendengar pembahasan orang-orang itu. Ternyata kedai teh memang digunakan untuk bergosip dan mencari informasi seperti ini.

"Apa ada yang seperti itu?" tanya Junkyu penasaran. Haruto hanya menatapnya sekilas lalu kembali sibuk mengaduk teh di depannya.

"Apa ini bagian dari tugasmu?"

"Hm."

"Woaaah kau pasti sangat hebat! Tidak salah aku mengangkatmu sebagai guru pribadiku."

BOUNDARIES || HARUKYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang