11

200 36 0
                                    

Entah sudah beberapa menit berlalu tapi Junkyu terus saja mondar-mandir di paviliun yang ada di belakang asrama. Suara air terjun yang berjatuhan di depan Paviliun semakin membuat otaknya buntu.

"Bagaimana bisa Haruto adalah anggota sekte Gunung Bunga? Ishhhh, aku sudah membohonginya kemarin, aku harus apa?" rengek Junkyu

"Bukankah kau harus membantu pamanmu berjualan, Yang Mulia Putra Mahkota?"

Junkyu terperanjat. Ia langsung berbalik membelakangi Haruto seolah-olah tidak ada orang di sana. Pemuda itu berjongkok di depan Paviliun dan mencabuti satu persatu rumput agar terlihat sibuk dan mengabaikan Haruto.

"Apa tidak ada yang memberitahumu jika tanaman herbal yang kau cabut itu sengaja di tanam?"

Junkyu menghentikan kegiatannya saat tau tanaman yang ia cabut itu bukanlah rumput melainkan tanaman herbal, lalu berbalik menatap Haruto dengan wajah bingung tanpa dosa.

"Maaf, apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Haruto berdecih sinis. "Setelah menempeliku seperti kuman sekarang kau pura-pura tidak mengenaliku."

Junkyu tersenyum manis hingga memamerkan deretan giginya yang rapi. Tangannya bergerak menarik-narik ujung jubah Haruto. "Ishhh, Haruuuu. Aku tidak bermaksud membohongimu, semua ini di luar kendaliku, sungguh."

"Tetap saja kau berbohong. Hukuman apa yang cocok untuk pembohong kecil sepertimu?"

"Kenapa harus dihukum lagi?" protes Junkyu, "bukan hanya aku, kau juga berbohong. Kau bilang kau hanya pengembara biasa, tapi faktanya kau murid sekte Gunung Bunga."

"Waktu itu aku memang sedang mengembara untuk menjalani ujian kenaikan, tidak sepertimu yang berkata akan ikut pamanmu berjualan. Apa pamanmu menjual pengaman?"

Mata Junkyu membulat sempurna. Melihat wajah Haruto yang kalem dan seperti pemuda baik-baik, ia tidak menyangka jika Haruto akan membahas pengaman seperti itu.

"Kau terlihat suci tapi ternyata sangat kotor," cibir Junkyu

"Kotor? Apa bertanya tentang pengaman pinggang merupakan sesuatu yang tabuh?"

"Pengaman pinggang?" otak Junkyu sedikit lemot mendengar jawaban Haruto. Setelah menangkap apa yang Haruto maksud ia kembali berseru heboh, "sejak kapan sabuk menjadi pengaman pinggang!?"

"Hm? Aku selalu menyebutnya begitu."

"Tidak mungkin, pasti yang kau maksud adalah pengaman yang itu!"

"Yang itu apa?"

"Ya, yang itu."

"Yang mana? Jangan berbelit-belit!"

"Tentu saja untuk bercinta dengan wanita."

Haruto tersenyum licik, sebelah alisnya ia angkat untuk menggoda Junkyu.

"Kau bilang aku tidak menyukai wanita, lalu kenapa menuduhku seperti itu? Aku tidak berpikir hingga ke sana, tapi kau menebaknya dengan mudah. Bukankah sudah ketahuan siapa yang kotor di sini?"

Lidah Junkyu terasa keluh. Ia ingin membalas tapi melihat tatapan menggoda Haruto membuatnya salah tingkah. Entah mengapa Haruto yang ia temui di gunung Halla terlihat lebih atraktif.

"Kotor? Siapa yang bermain lumpur di sini?"

Haruto langsung menunduk memberi hormat kepada pemuda yang baru saja menginterupsi pembicaraannya dan Junkyu.

Junkyu ingat, pemuda yang baru saja bertanya itu adalah pemuda yang waktu itu ia temui di kedai teh yang saling melempar tatapan penuh makna dengan Haruto. Pantas saja waktu itu mereka terlihat seperti saling kenal, ternyata keduanya berasal dari sekte yang sama.

BOUNDARIES || HARUKYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang