Berbicara saat sedang dikuasai emosi tentu saja tidak baik. Ganes memilih diam sejak makan bebek bakar bersama Veda. Ia tahu jika terus mendesak Veda dalam keadaan hati yang tidak baik hanya akan memperburuk situasi. Meski kalimat terakhir Veda terus berputar di otaknya.
"Karena ada hati yang harus di jaga, Nes."
"Karena ada hati yang harus di jaga, Nes."
"Karena ada hati yang harus di jaga, Nes."
Mengingatnya saja membuat kepala ganes seperti mau pecah. Kenapa ngak bilang aja kalau mau jaga hati Tania? Ganes menggelengkan kepalanya. Atau ada masalah lain?masalah apa? Apa yang kamu pikirkan, Mas?aku pengen tanya dan mengatakan apa yan ingin kukatakan, tapi aku menahan segalanya demi kita, Mas.
Pelan-pelan Ganes ingin mencoba memahami apa yang dirasakan dan diinginkan oleh Veda.
"Apa mungkin dia punya masalah sama keluarganya?" lirih Ganes pada dirinya sendiri sepanjang perjalanan pulang. Tapi masalah apa?hingga Veda tak ingin berdekatan dengan keluarganya.Bukankah dia sangat menyayangi ibunya?
Di desa Ganes tak ada kabar yang tak diketahui oleh warganya. Setiap ada masalah pasti akan tersebar dengan cepat. Jika memang hubungan Veda dengan keluarganya tidak baik tentu saja ia sudah tahu sejak lama.
Ganes menggelengkan kepalanya. Melupakan masalah sejenak adalah pilihan terbaik saat ini. Ganes tidak ingin terlalu memikirkan sesuatu yang hanya akan membuatnya sakit.
Ganes tahu ia akan membina rumah tangga dengan Veda dan ingin masalah ini di selesaikan berdua. Hanya orang bodoh yang mau pusing memikirkan masalah hubungannya sendirian. Perempuan berjilbab hitam itu tahu betul pentingnya saling bicara dengan pasangan jika tidak ingin masalah semakin berkembang.
Hari-harinya tak lagi dihiasi dengan kemurungan. Meski pikirannya kalut, Ganes tetap profesional dan melakukan pekerjaaan dengan baik. Ia tak ingin merusak harinya dengan terus memikirkan Veda yang menurutnya saat ini tak memikirkannya sama sekali.
"Untuk apa capek-capek memikirkan orang lain ya kan?" gumam Ganes sembari menyusun kertas di hvs di etalase.
"Mikirin siapa, Mbak? si ketua karang taruna itu?" komentar Sofie yang baru selesai menjilid buku pelanggan.
"Bukan siapa-siapa," sanggah Ganes dengan tangan mengelus jilbab hitam yang menjulur di dadanya. Ia sedang tak ingin membahas Veda dengan siapa pun. Kepalanya sudah cukup pening sekarang.
"Oh berarti memang dia ya," ejek Sofie yang menyadari sikap aneh Ganes beberapa hari ini. gadis itu tahu tidak ada orang paling penting untuk Ganes pikirkan selain Veda untuk saat ini.
Sementara itu Ganes melihat Sofie dari sudut matanya sejenak, lalu mendengkus kasar. Ia tahu tidak ada yang percaya kalau yang dia pikirkan saat ini bukan Veda, karena memang selama ini tidak ada orang lain yang berurusan serius dengan Ganes selain pria itu.
Mencari cara untuk berbicara dengan Veda adalah prioritas Ganes saat ini. waktunya tinggal sedikit dan dia tidak ingin membuang waktu untuk galau tak jels seperti sekarang.
Katakanlah Ganes terkesan tidak sabaran. Ya memang dia tidak sabar menyelesaikan masalahnya dengan pria yang ingin dia nikahi. Ganes tidak ingin terlalu lama berharap pada sesuatu yang tidak jelas.
***
"Rizal udah lama banget nggak pernah kelihatan mukanya ya?" celetuk Mara ketika memasuki ruang foto kopi yang hampir tutup.
"Mana mau dia perlihatkan muka di sini, Mbak. Bakalan ditendang nanti sama Mbak Ganes," jawab Sofie santai sembari menutup mesin foto kopi dengan kain biru.
"Dia lagi cuti pulang kampung." Ganes yang sedari tadi hanya melamun akhirnya buka suara lagi.
"Cie, yang udah habis nolak, tapi tetap temenan." Sofie mengedipkan mata kepada Mara yang sedang tersenyum.
"Aku dengar dari anak kejaksaan yang ke sini tadi. Mana mau dia temenan sama aku lagi."
"Sudahlah, Sof jangan bahas Rizal lagi. Ganes lagi pusing, tuh." Mara menghampiri Ganes dan menepuk bahu gadis itu dengan lembut. "Kalau ada masalah cerita aja. Kami siap bantu kok. Jangan dipendam sendiri," lanjut Mara.
"Iya, Mbak. Bukan masalah besar kok."
"Apa pun masalahnya kamu harus omongin baik-baik. Jangan di tunda dan masalahnya semakin melebar kemana-mana."
Mara dan Sofie segera menutup kedai foto kopi sedangkan Ganes mengambil tas selempangnya, kemudian keluar.
Tanpa rasa ragu Ganes meminta Veda untuk bertemu. Ia merasa kekasihnya itu sangat sulit ditemui dan diajak bicara akhir-akhir ini.
Sejak perbedaan pendapat mereka beberapa waktu yang lalu, Veda seolah menghindar dengan alasan kesibukan. Mungkinkah dia sengaja menghindar karena tak sependapat denganku? Atau dia memang ingin mengakhiri hubungan kami? Berbagai macam pikiran buruk mulai berkeebat di kepala Ganes.
Gadis yang tak sabaran itu tetap memaksa Veda untuk bertemu, meski Veda sudah mengatakan sedang sibuk menyiapkan acara penyambutan kedatangan menteri pendidikan besok pagi.
Pokoknya harus ketemu!
Hingga akhirnya dengan terpaksa pria itu benar-benar datang ke kedai foto kopi. Dengan wajah lelah dan kemeja yang telah kusut membalut tubuh tegapnya.
Ganes yang sengaja menunggu pria itu di teras kedai foto kopi yang telah tutup itu merasa sedikit bersalah melihat penampilan kusut sang kekasih. Namun ia segera mengabaikan perasaan itu karena masalah dengan Veda dibiarkan berlarut-larut.
"Mau ngomong apa?" tanya Veda sambil duduk di kursi plastik milik Mara yang sengaja Ganes simpan di luar.
"Mas kan tahu aku pengen dekat sama orang tuaku, makanya aku cari calon suami yang dekat aja."
Veda mendesah pelan. Mengalihkan pandangannya ke jalan raya yang sedang ramai dan berkata, "Bahas ini lagi? kita kan nggak bisa selamanya bergantung sama orang tua, Nes."
"Aku nggak bergantung sama orang tua, Mas. Cuma pengen dekat dan sering berkunjung aja." Ganes menatap wajah Veda yang semakin kusut. Pria itu benar-benar tak ingin menutupi ketidaksukaannya dengan apa yang dikatakan Ganes.
"Iya. Aku tahu. Kalaupun kita nggak tinggal dekat sama orang tua kita, kamu kan tetap bisa sering ketemu sama mereka. Aku nggak akan ngelarang kamu berkunjung ke rumah orang tua kamu kok."
"Ya bedalah, Mas."
"Memangnya kamu mau setiap detik ketemu mama kamu?"
"Ya enggak, tapi ... ."
"Aku mau kita mandiri, Nes. Kita sudah dewasa dan sudah sepantasnya nggak dikit-dikit bergantung sama orang tua." Veda cepat-cepat memotong pembicaraan. Jiwa dan raganya cukup lelah untuk membahas hal yang sama setiap harinya. Dia punya alasan sendiri atas keinginanya dan ia berharap Ganes mau mengerti. Sayangnya apa yang diharapkan Veda itu tidak menjadi kenyataan. Gadis yang ia cintai ternyata lebih keras kepala dari yang ia duga.
"Mandiri atau jaga perasaan Tania?" Ganes menatap tajam kekasihnya.
Sementara itu Veda kembali mendesah pelan. Sepertinya Ganes belum memahami apa yang Veda inginkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/213612551-288-k658332.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyinom (Ketika Jarak Berbeda Makna)
RomansaKatanya kalau jodohnya cuma tetangga sendiri itu mainnya kurang jauh. Kelihatan banget nggak gaul. Tapi Ganes nggak peduli. Dia justru cari jodoh yang satu desa sama dia. Atau paling enggak satu kecamatan. Mau tahu gimana kisahnya? Langsung baca a...