SEMU

131 7 1
                                    

Suara ketukan pintu semakin terdengar tidak sabaran. Suara April memanggil dari luar membuat pejaman mata Althea semakin menguat.

Setelah lama menggedor-gedor, April akhirnya memberikan pukulan terakhir pada pintu di hadapannya. Ia berdecih lalu menundukkan kepalanya.

Selain suara berisik yang dirinya buat, ternyata di ruangan lembab ini juga terdapat beberapa karyawan yang sedang berbisik-bisik, semua omong kosong gibahan dan ucapan pahit mereka membuat April melirik tajam. Sampai pada beberapa detik setelahnya, ruangan ini perlahan sepi. Tatapan April kembali menatap lurus pintu dihadapannya yang perlahan terbuka.

"Kenapa lo gak bilang?" banyak perasaan berkecamuk yang April rasakan. Biar bagaimana pun, ia yang marah, kesal dan sedih, harus tetap berada di samping Althea, sahabatnya yang kini sedang merasa sendiri. Dan April disini untuk menemani.

Dengan cepat tubuh Althea mendapat pelukan erat. April merasakan nafasnya tersendat, ia menangis diam-diam dibalik tubuh Althea yang belum bereaksi. Sahabatnya masih mematung sampai sebuah tangan akhirnya merespon dengan membalas pelukan itu.

"Sorry...." bisik Althea.

Beberapa detik berlalu, April berdehem pelan setelah pelukannya terlepas. Ia menunduk sebentar sebelum bertemu tatap dengan sorot kosong mata Althea.

"Besok kita ke dokter! Kita pastiin biar jelas!"

"Oh, sekarang aja kita pastiin!"

Althea menggelengkan kepala dan menutupi seluruh wajahnya. Ia kembali menangis, seperti tidak peduli pada matanya yang sudah bengkak memerah.

"Siapa tahu alat kehamilan kemarin tuh rusak!" gumam April cepat-cepat merengkuh kembali tubuh rapuh sahabatnya.

"Pril...."

***

"Kenapa?" tanya gadis yang menemani Althea.

"Lo gak mau? Katanya ragu... Ayo kita cek!"

Dari sorot mata itu, April melihat keraguan dari diri Althea semakin sempurna.

"Al?" perlahan tangan yang mengepal kini sudah April tenangkan. Rasa dingin itu pelan-pelan berubah menghangat. April dengan tatapan lembut memberikan dukungan agar Althea mau memeriksakan dirinya segera, karena Dokter sudah memanggil.

***

Gerak-gerik April tidak terlepas dari tatapan tajam milik Althea, "Pril?"

Dengan sigap, April menoleh. Tangan dengan kelima jari yang terbuka kini diacungkan. Ia sedang berpikir lebih keras lagi setelah mendengar hasil pemeriksaan dokter beberapa menit yang lalu.

"Diem! Gue lagi ngira-ngira, kira-kira itu punya siapa? Kok bisa garis 2?" tanyanya seraya menggigit jari jempolnya. Ia berkacak pinggang sambil memperhatikan Althea dari atas sampai bawah.

Gadis itu lebih santai dari April. Terduduk tanpa beban dan tatapan mereka bertemu untuk sepersekian detik.

"Ohh, bentar! Jadi sekarang lo ada rencana apa lagi, Al?"

"Rencana?" Althea membeo, ia mengerutkan keningnya ketika April menanyakan hal yang tidak seharusnya ditanyakan. Karena bagi Althea, semuanya cukup melegakan. Ia tidak merasa terkurung sekarang. Dan lega juga karena ternyata dokter memberikan kabar baik.

BE MINE (3) | HUANG RENJUN 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang