Bagian Tiga puluh Empat

5.2K 231 73
                                    

     Happy Reading 🦢🤍
⩇⩇:⩇⩇ 🎀
.
.
.
.
.
.
.......

Saat para santri sedang mengikuti kegiatan setelah sholat maghrib, Shabira sedang sibuk mengerjakan pr sekolahnya. Jika dipikir - pikir, dulu dirinya adalah seorang yang pemalas untuk mengerjakan tugas, tapi semenjak di Pesantren, menjadi rajin karena tidak ada kegiatan menarik yang bisa mengalihkannya. Ya, meskipun ujung - ujungnya besok disekolah akan kembali mencocokkan tugasnya dengan Sheryl sih, takutnya dia salah mengerjakan.

Sedang sibuk mengerjakan, lampu tiba - tiba mati membuat Shabira kaget. Shabira mencoba menetralkan detak jantungnya yang memburu, dadanya langsung sesak saat mengetahui tidak ada penerangan sama sekali. Pikirannya kalut, saat menyadari dirinya hanya seorang diri disini.

''Ibuuuu''

''Ibu kenapa lampunya dimatikan? Ibu bira gak suka gelap Ibu''

''Ibu mau kemana''

''Ibu jangan tinggalin Bira''

''Ibuuu''

Shabira memukul kepalanya sendiri saat lintasan masa lalu tiba - tiba datang tanpa bisa dirinya cegah. Keringat mulai mengucur disekujur tubuhnya.

''Mati. Ibu aku udah mati. Tolong pergi. Pergiii'' ucapnya histeris sambil menangis.

Sementara Labib, yang baru sampai di depan pintu panik mendengar teriakan Shabira.
Dengan tergesa, Labib membuka pintu itu dan melihat Shabira yang sedang meringkuk di pojok ruangan dengan rambut acak - acakan dan sudah menangis sejadi - jadinya.

Labib mendekat sambil memberi penerangan lewat senter HP nya.

''Shabira hey'' ucapnya lalu mengelus puncak kepala Shabira.

Shabira terkesiap. Tangisnya tiba - tiba berhenti, saat menyadari ada seseorang yang sedang bersamanya.

Shabira mendongak, dan melihat ada Gus Labib yang menatapnya dengan tatapan teduhnya. Namun bukan nya berhenti, Shabira tambah menangis kencang.

''Loh Shabira. Ini saya'' Labib mendekat dan mencoba menenangkan Shabira.

''Aku--aku gak mau tinggal sendiri disini'' ucap Shabira dengan suara tersendat - sendat habis menangis.

''Lalu, kamu mau sama siapa disini? Bukannya kemarin sudah mendengar apa yang Abah ucapkan?''

Shabira menggigit bibir bawahnya. Merasa ragu untuk mengatakannya.

Sambil masih sedikit terisak Shabira berucap, ''aku gak mau sendiri''

''Lalu mau sama siapa?'' Tanya Labib masih sambil mengelus puncak kepala Shabira yang tak tertutup apapun.

Shabira menggeleng. Takutnya sudah hilang berganti sebal kepada gus Labib.

''Gak tau. Pikir aja sendiri'' Bibir Shabira mengerucut. Kesal sekali. Bukankah seharusnya gus Labib sudah tau jawabannya? Kalau tidak bisa bersama santri lain kan pilihannya cuma dia.

Shabira berdiri dan duduk dipinggir kasur. Sungguh, karena gus Labib, rasanya tenang dan perasaan kalutnya tadi bisa hilang begitu saja.

''Pilihannya cuma sama saya. Berarti mau sama saya aja?'' tanya Labib sambil berdiri dan ikut duduk disamping Shabira.

''Hm''

''Hm apa Shabira?'' labib menggoda Shabira.

''Iya gus ishhh''

Labib terkekeh. Menyenangkan juga ternyata membuat kesal istri kecilnya ini.

Seperti kejadiannya yang tiba - tiba, lampu pun kembali menyala secara tiba - tiba.

Harus Terikat Dengan Gus CuekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang