Bagian dua puluh Delapan

4.6K 227 43
                                    

Happy Reading 🦢🤍

⩇⩇:⩇⩇ 🎀

Windy yang baru bangun dari tidur siangnya terkejut melihat Shabira yang sudah ada disampingnya.
yang oh ning'' ucapnya lalu segera duduk. Tidak sopan rasanya ketika ada istri gus nya duduk tapi dirinya malah berbaring.

''Gue mau ngomong''

''Kenapa ning?''

''Lo mau gak tinggal sama gue?''

''Loh ning Bira mau pindah?'' Tanyanya kaget.

''Bukan pindah pondok Win. Gue gakmau tinggal di rumah abah sama umma. Makanya gue kemarin nyoba tinggal di asrama. Tapi gue gak nyaman'' terang Shabira membuat Windi mengangguk paham.

''Terus, ning mau pindah dimana?''

''Gaktau juga sih gue. Cuman kata gus Labib ada satu tempat yang dulunya bekas ustadzah disini tinggal. Cuma katanya sekarang udah pergi''

''Apa tempatnya ustadzah Aira - Aira itu ya?'' Batin windy.

Fyi, wajar jika windy tidak mengenal Aira. Karena dia santri baru yang masuk di tiga tahun terakhir ini. Dan dia mengenal nama itu karena sering menjadi perbincangan sesama santri.

''Heh malah bengong'' Windy mengerjap.

''Mau kan bareng gue?''

Windy terdiam. Dirinya memang bukan termasuk santri teladan yang bisa dekat dengan anggota keluarga abah kyai. Sedikit terkejut malah ketika ning Shabira, istri gus nya mau berteman dengannya. Apalagi ternyata setelah di perhatikan, ning Shabira bukanlah orang yang sombong seperti banyak yang dibicarakan. Dia hanya belum bisa beradaptasi di lingkungan pesantren.

Dan sekarang, dirinya ditawari untuk tinggal bersama. Bimbang. Bukan bimbang karena tidak ingin, ingin sekali malah. Tapi, takutnya teman - teman nya terkena penyakit iri hati. Padahal kan banyak ustadzah yang dekat dengan abah kyai. Kenapa bukan mereka saja yang di pasrahkan kepada ning Shabira? Kenapa harus dirinya? Itulah mungkin yang ada dalam pikiran mereka. Windy tidak masalah. Dia kebal dengan segala macam bacotan seperti itu. Yang ditakuti, justru jika menyerang ning Shabira.

''Win!'' Seru Shabira karena merasa di kacangi oleh Windy.

''Eh ning''

''Gimana lo mau apa enggak?''

''Emang aku boleh nolak ning?'' Tanyanya dengan hati - hati.

''Gak boleh lah. Harus mau pokoknya'' ucap Shabira membuat bahu Windy merosot. Semoga, yang ditakutkan oleh Windy tidak terjadi.

๑:₊˚ ୨ ♡ ୧ ˚₊

Shabira mengemasi barang - barang seperlunya saja. Toh dia tidak ingin pindah rumah, hanya pindah tempat tidur saja.

''Kamu serius, mau tinggal di asrama?'' Tanya Labib untuk kesekian kali sampai membuat Shabira jengah.

''Iya gus serius''

''Bersama Windy? ''

''Astaga berisik banget sih. Iya bareng Windy!''

Labib menghela nafas. Ini sebenarnya dirinya yang takut terjadi apa - apa dengan Shabira atau dirinya takut jika nanti rindu ya?

''Nah udah beres deh barang - barangnya'' Shabira tersenyum melihat barang - barang yang sudah rapi di dalam tas.

''Sini saya bantu bawa. Kamu pamitan sama umma dan abah''

''Loh emang harus pamitan juga?''

''Iya Sha. Nanti biar umma gak bingung nyariin kamu dimana''

Shabira mengangguk, lalu pergi ke dapur menghampiri umma.

Harus Terikat Dengan Gus CuekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang