SSDB 7

996 192 87
                                    

*****

Hukum plus minus itu berlaku. Setiap orang pasti punya sisi baik dan buruknya masing-masing. Dan keduanya akan terus berdampingan dengan seimbang.

*****

.

.

.

🌙🌙🌙


Arjuna berjalan sendirian di koridor sekolah yang masih sepi. Wajar, karena jam pelajaran belum juga selesai. Laki-laki itu keluar kelas setelah mendapat izin atas alibinya yang ingin ke toilet, padahal nyatanya dia amat jenuh dengan pelajaran yang sedang berlangsung di kelasnya.

Seperti biasa, ketika sedang seperti ini, tujuan pelariannya adalah warung mpok Leha. Disana ia bisa bersantai, menikmati sebatang rokok sembari mendengarkan musik, atau sekedar merebahkan tubuh lalu tertidur, atau memanjakan lidahnya dengan semangkuk cireng kuah yang sudah ia klaim sebagai makanan surga. Sederet rencana itu sudah mengisi pikiran Arjuna dalam setiap langkahnya, sebelum semua itu buyar dan menghilang begitu saja ketika dirinya menangkap presensi Raja yang baru saja memijak anak tangga menuju rooftop.

Dahi Juna berkerut sejenak. Bukan karena terkejut atau heran, ia hanya tidak menduga akan bertemu Raja disini. Kemudian karena penasaran, laki-laki itu beralih haluan untuk membuntuti Raja saja, dan mengesampingkan niatnya untuk ke warung.

Satu demi satu anak tangga mengantarkan langkah Arjuna menuju ruang paling tinggi di gedung ini. Rooftop, tempat yang nyaris tak terjamah oleh siapapun, kecuali anak-anak nakal sejenis Juna dan Raja.

Disana Juna melihat Raja, duduk santai di tepi bangunan dengan kaki yang menggantung bebas. Entah untuk apa temannya itu kemari, Juna tidak tahu pasti. Namun laki-laki itu tetap bergerak untuk mendekat. Di sela-sela langkahnya, Arjuna merogoh satu bungkus rokoknya dari dalam saku. Mengambilnya satu batang, lalu ikut duduk di samping Raja sembari menawarkan benda itu.

"Mau?"

Raja tidak merespon sedikitpun. Laki-laki itu diam seperti batu, menatap lurus ke depan tanpa peduli dengan adanya Juna di sampingnya.

"Ya elah, di kacangin gua," Ucap Juna, lagi. Menarik uluran tangannya, lalu meletakkan bungkus rokok itu di antara dirinya dengan Raja.

"Lo marah sama gue soal tadi pagi?"

Juna mulai membakar ujung rokoknya. Menghisap benda itu setelah berhasil menyala, lalu mengepulkan asapnya dari rongga hidung dan mulut. Dan Raja, laki-laki itu masih enggan memberi respon. Bahkan sekedar menoleh saja tidak.

"Lo jangan gini dong, Ja." Kata Arjuna, sarat akan rasa tidak nyaman. "Gue tau, lo emang lagi sensitif, mood lo emang lagi acak-acakan. Tapi jangan semua orang lo jadiin pelampiasan."

Arjuna kembali menghisap rokoknya, menikmati esensi dari benda panjang yang terselip antara jari telunjuk dengan jari tengahnya itu. Persetan dengan Raja, entah mau menerima bentuk protesnya atau tidak.

"Life must go on. Mau sampai kapan lo ketriger di fase ini? Lo sendiri yang bilang kalo cinta itu perlu pake otak, tapi kenapa lo malah kejebak sama perasaan lo sendiri?"

Disini Raja mulai tertarik dengan topik yang Arjuna ciptakan. Laki-laki itu melirik meski sekilas, menandakan dinding besar di hatinya sudah mulai terbuka, sedikit demi sedikit.

Seindah Sabit di BumantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang