SSDB 8

1K 187 87
                                    

*****

Kerap kali kita menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja, padahal kita amat sangat paham dengan definisi don't judges book by its cover.

*****

.

.

.

🌙🌙🌙

Bel istirahat SMAWISMA menggema di seluruh penjuru. Mengundang sorak senang dalam hati seluruh siswa 12 IPA 2 yang sedari tadi berhadapan dengan Matematika dan Bu Dewi yang terkenal super killer. Untung saja bel cepat berbunyi, menyelamatkan mereka dari 20 soal latihan berupa essay yang seperti membunuh dengan perlahan.

"Baiklah, karena sudah waktunya istirahat, tugas latihannya silahkan dikerjakan di rumah."

Meski terkenal tegas dan suka memberi soal di luar nalar, namun Bu Dewi adalah orang yang pengertian atas hak-hak muridnya. Guru muda berkacamata dengan rambut disanggul itu selalu tepat waktu, entah dalam urusan memberi pelajaran atau memberikan waktu istirahat.

"Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya, dan Ibu harap, tugas kalian sudah selesai hari itu."

Wanita itu kemudian keluar dari kelas, membuat ketigapuluh siswa 12 IPA-2 seketika menghembuskan nafas lega. Berhadapan dengan Bu Dewi dan 20 soal essay Matematika itu seperti berhadapan dengan Iblis pintu merah di film Insidious 5, menyeramkan dan menegangkan.

"Bisa pecah otak gue kalo gini terus." Azriel menggerutu sembari menyandarkan punggungnya. Agaknya ketua kelas itu sudah mulai frustasi dengan cara teaching dari Bu Dewi, padahal baru dua kali pertemuan.

Di sebelahnya, Arjuna berdecak, sama frustasinya dengan Azriel. "Aaargh!! Tau gini, mending gue milih IPS aja dari dulu."

"Lo pikir di IPS gak ada Matematika?" Tanya Azriel, sinis.

"Matematika peminatan kan nggak ada. Setidaknya nggak melepuh-melepuh amat otak gue." Jawab Juna. Tangannya bergerak memasukkan buku-buku pelajarannya ke dalam ransel.

"Ya salah lo. Udah tau otak minus, masih aja masuk IPA." Azriel meledek dengan senyum miringnya, membuat Arjuna kontan menatapnya tak terima.

"Ngaca!! Otak lo juga sama minusnya, bangsat!" Kesal Juna, namun hanya di balas cibiran oleh Azriel.

"Ngomong sama pantat!" Kata Azriel sembari menghadap belakang, dan menunjukkan pantatnya.

Arjuna semakin naik pitam. Tangannya terangkat, mengambil ancang-ancang untuk menabok bongkahan daging itu. "Gue gibeng juga pantat lo!"

Namun sebelum itu terjadi, Azriel lebih dulu berlari keluar kelas dengan tawa yang pecah, meledek Arjuna.

Arjuna yang tidak terima segera bangkit dari duduknya. Ingin mengejar Azriel, namun urung karena Belva tiba-tiba menghampiri bangkunya.

"Eh, Jamet, pulang sekolah nanti kita kerja kelompok. Awas lo kalau gak dateng!" Gadis itu menunjuk Juna dengan tajam, seolah memberi ancaman yang tidak main-main.

Seindah Sabit di BumantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang