SSDB 19

823 140 56
                                    

*****

"Tentang aku yang ingin, dan juga semesta yang berbaik hati memberi izin."

*****

.

.

.

🌙🌙🌙

Terang rembulan menyinari semesta, bersama ribuan titik bercahaya yang bertabur rata di cakrawala. Berbeda dengan siang yang hampir seluruh waktunya dipayungi oleh mendung, malam ini langit nampak begitu cerah tanpa sedikitpun kapas yang bergulung.

Kian melarut, namun mereka masih enggan untuk saling redup.

Seperti Tsabita. Di atas ranjang empuknya, gadis itu nampak berseri, senyumnya pun tak redup sejak tadi. Berguling kesana-kemari, sembari sesekali menahan rona di pipi.

Suasana hatinya memang sedang baik, jauh lebih baik daripada hari kemarin. Penyebabnya hanya satu, namun kepalanya tak mampu berhenti memikirkan yang satu itu.

Raja, Raja, dan Raja.

Masih dia, dan hanya dia.

Namanya begitu menguasai pikiran Tsabita. Segala bentuk sikap dan perlakuannya seolah mengambil fokus gadis itu seluruhnya. Tsabita tak mengerti, entah sampai kapan dirinya akan seperti ini. Namun yang jelas, malam ini ia akan susah terlelap, lagi.

Karisma laki-laki itu memang luar biasa. Raja tidak pernah tebar pesona, namun pesonanya menyebar kemana-mana. Bita tidak pernah berpikir akan sampai sebegininya. Bertingkah tak masuk akal, dan senyum-senyum sendiri seperti orang gila hanya karena mengingat Raja.

"Belum tidur, Ta?"

Tsabita yang tengah merasa terbang itu seolah jatuh seketika. Pikiran tentang Raja seolah mengabur saat ia tersentak oleh sebab teguran dari Tante Nindy.

"Ini mau tidur, Tan," gadis itu mengulas senyum. Jujur saja pipinya masih merona, namun remangnya cahaya kamar sukses menyamarkannya.

"Ya udah, selamat istirahat yaa. Tante tutup pintunya." Ucap Tante Nindy.

Bita mengangguk, masih dengan senyum yang merekah di bibirnya. Seketika ia jadi ingat, bahwa dirinya tadi lupa menutup pintu kamarnya sendiri.

Gadis itu menghela nafas, lalu mendecak setengah frustasi, "haish! Raja nih, pergi kek dari pikiran gue!"

Lelah dengan pikirannya sendiri yang tidak bisa ia kuasai, Bita lalu merebahkan diri. Cukup kasar, namun untung saja petidurannya itu empuk sehingga tidak menimbulkan rasa sakit sedikitpun. Sejujurnya Bita ingin segera tidur, namun tentu saja tidak semudah itu. Buktinya, gadis itu malah meraih ponsel yang berada tak jauh darinya.

Bita membuka aplikasi WhatsApp, tapi ia tidak menemukan satupun pesan di sana. Ingin melihat pembaruan cerita dari teman-temannya, tapi dirinya terlalu malas melakukan itu. Alhasil ia beralih membuka grup angkatan. Ada beberapa pesan disana, tapi tidak ada topik yang menarik bagi Tsabita. Kemudian hanya karena iseng, gadis itu membuka info grup. Melihat beberapa kontak yang tergabung disana, hingga kegiatan itu berhenti ketika satu kontak tertangkap oleh irisnya.

Bumantara.

Begitu nama yang tertera di sisi kiri, lengkap dengan nomor kontak di sisi kanan, tetapi tidak ada infonya sama sekali. Sekali lagi atas dasar keinsengannya, Bita menekan foto profil dari kontak itu. Ia kira itu akan cukup mengobati penasarannya, tapi ternyata tidak. Gadis itu lanjut ingin melihat kontaknya lebih jelas. Hanya melihat, tidak bermaksud untuk mengirim pesan atau apapun itu. Namun, niat hati ingin menekan ikon i yang ada dibawah foto profil itu, jarinya malah tidak sengaja menyenggol ikon video call yang ada di sebelahnya.

Seindah Sabit di BumantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang