SSDB 2

1.6K 225 121
                                    

*****

Bagaimanapun bentuknya, semesta pasti menyelipkan alasan dibalik sebuah pertemuan.

*****

.

.

.

🌙🌙🌙


Ruang kelas 12 IPA-2 masih nampak sepi. Maklum, karena waktu istirahat masih tersisa 15 menit lagi.

Ada sekitar 5 siswa yang kini berada di dalam kelas itu. Menyibukkan diri dengan dunia masing-masing sembari menunggu bel masuk berbunyi. Salah satunya Belva, di samping Bita yang sibuk dengan ponselnya, Belva juga sibuk dengan isi kepalanya yang masih penasaran soal berita tadi pagi.

Belva ingin mencari tahu, Belva ingin semua pertanyaan yang ada di kepalanya mendapat jawaban, atau setidaknya- pertanyaan-pertanyaan itu bisa ia ungkapkan agar tak jadi beban pikiran. Tapi masalahnya, dengan siapa? Bita- tidak mungkin, karena temannya itu terlalu masa bodoh, jadi tidak asik kalau diajak berghibah ria.

Belva menghela nafas sembari memutar tubuh ke arah kanan karena sudah jenuh dengan posisi semula, lalu tanpa sengaja mata Belva menangkap eksistensi seseorang, yang kemudian membuatnya berpikir- mungkin dia bisa menjawab semua rasa penasaran yang bersarang di kepalanya.

"Sstt!" Panggilnya mengode. Kelas ini masih sepi, jadi meskipun tidak dengan nama yang jelas atau dengan suara yang tinggi, Belva yakin suaranya pasti tidak sulit untuk mendapat atensi.

Namun ternyata laki-laki itu masih bergeming. Fokusnya masih tertanam pada ponsel di tangannya. Jangankan menjawab, menoleh saja tidak.

"Sssstt!!"

Masih tak ada jawaban. Membuat Belva menghembuskan nafas karena kesal.

"JUNA, LO PUNYA KUPING GAK SIH?!"

Barulah saat itu yang dipanggil oleh Belva menoleh. Arjuna sempat tersentak, bahkan ponselnya hampir jatuh menghantam lantai. Oleh karena itulah sekarang ia memberi Belva tatapan jengkelnya.

"Apaan?!"

"Dari tadi gue panggil-panggil juga," Belva juga kesal karena diabaikan.

"Dih! Makanya kalo manggil orang tuh sebut namanya, bukan sat sut sat sut doang kayak gas bocor!" Omel Juna.

Belva semakin kesal dibuatnya. Gadis itu melipat tangan ke depan dada. "Sembarangan lo!"

Juna menghela nafas, "kenapa manggil gue?"

Belva seketika teringat akan niat awalnya tadi. Melepas lipatan tangannya, kemudian bergeser ke bangku kosong di sebelah kanannya untuk bisa lebih dekat dengan Juna yang duduk di dekat jendela.

"Emang bener ya, Raja sama Gaura putus? Kok bisa sih? Gimana ceritanya?" Belva kepo mode on.

Seketika bahu Arjuna luruh, bola matanya berotasi dengan ekspresi malas yang begitu kentara.

"Gue kira apaan," laki-laki itu menghela nafasnya, lagi. "Soal itu, gue no comment!" Bangkit dari duduknya, kemudian beranjak pergi tanpa mempedulikan Belva yang kini menatapnya penuh kekesalan.

"Yeee.. pelit amat!"

"Kata pak Ustad orang pelit kalo mati kuburannya sempit tau!" Seru Belva.

Arjuna yang sudah sampai di depan pintu itu kontan menoleh, kemudian menyahut, "kalo longgar ntar lo join lagi." Bergidik ngeri, lalu melanjutkan langkahnya keluar kelas.

Seindah Sabit di BumantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang